Jawa

Jawa
Java Topography.png
Topografi Jawa
Geografi
LokasiAsia Tenggara
Koordinat7°30′10″LS,111°15′47″BT
KepulauanKepulauan Sunda Agung
Luas126.700 km² (48.919,1 mil²)
Ketinggian tertinggi3.676 meter (12.060 kaki)
Puncak tertinggiSemeru
Negara
Indonesia
ProvinsiBanten
Daerah Khusus Ibukota Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
Jawa Timur
Daerah Istimewa Yogyakarta
Kota terbesarJakarta
Demografi
Populasi124 juta (per 2005)
Kepadatan979
Gugusan etnikSunda, Jawa, Tengger, Badui, Osing, Banten, Cirebon, Betawi

Jawa merupakan sebuah pulau di Indonesia dengan warga 136 juta, pulau ini merupakan pulau berpenduduk terbanyak di dunia dan merupakan salah satu wilayah berpenduduk terpadat di dunia. Pulau ini dihuni oleh 60% warga Indonesia. Ibu kota Indonesia, Jakarta, terletak di Jawa anggota barat. Banyak sejarah Indonesia berlanjut di pulau ini. Jawa dahulu merupakan pusat dari sebagian kerajaan Hindu-Buddha, kesultanan Islam, pemerintahan kolonial Hindia-Belanda, serta pusat kebangkitan kemerdekaan Indonesia. Pulau ini berdampak sangat agung terhadap kehidupan sosial, politik, dan ekonomi Indonesia.

Jawa merupakan pulau yang sebagian agung dapat diwujudkan dari keaktifan vulkanik, merupakan pulau ketiga belas terbesar di dunia, dan terbesar kelima di Indonesia. Deretan gunung-gunung berapi mewujudkan jajaran yang terbentang dari timur hingga barat pulau ini. Terdapat tiga bahasa utama di pulau ini, namun mayoritas warga menggunakan bahasa Jawa. Bahasa Jawa merupakan bahasa ibu dari 60 juta warga Indonesia, dan sebagian agung penuturnya berdiam di pulau Jawa. Sebagian agung warga merupakan bilingual, yang berbahasa Indonesia baik sebagai bahasa pertama maupun kedua. Sebagian agung warga Jawa merupakan Muslim, namun terdapat beragam arus kepercayaan, agama, gugusan etnis, serta daya upaya budi di pulau ini.

Pulau ini dengan cara administratif terbagi dijadikan empat provinsi, merupakan Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Banten; serta dua wilayah khusus, merupakan DKI Jakarta dan DI Yogyakarta.

Etimologi

Asal mula nama 'Jawa' tidak jelas. Salah satu kemungkinan merupakan nama pulau ini bermula dari tanaman jáwa-wut, yang banyak ditemukan di pulau ini pada masa purbakala, sebelum datangnya pengaruh India pulau ini mungkin memiliki banyak nama.[1] Tidak kekurangan pula dugaan bahwa pulau ini bermula dari ucap jaú yang berarti "jauh".[2] Dalam Bahasa Sanskerta yava berarti tanaman jelai, sebuah tanaman yang membuat pulau ini terkenal.[2] Yawadvipa dikata dalam epik India Ramayana. Sugriwa, panglima wanara (manusia kera) dari pasukan Sri Rama, mengirimkan utusannya ke Yawadvipa (pulau Jawa) kepada mencari Dewi Shinta.[3] Kesudahan berdasarkan kesusastraan India terutama pustaka Tamil, dikata dengan nama Sanskerta yāvaka dvīpa (dvīpa = pulau). Dugaan lain ialah bahwa ucap "Jawa" bermula dari akar ucap dalam bahasa Proto-Austronesia, yang berarti 'rumah'.[4]

Sejarah

Pemandangan Gunung Merbabu yang dikitari persawahan. Topografi vulkanik serta tanah pertanian yang subur merupakan faktor penting dalam sejarah pulau Jawa.

Pulau ini merupakan anggota dari gugusan kepulauan Sunda Agung dan paparan Sunda, yang pada masa sebelum es mencair merupakan ujung tenggara benua Asia. Sisa-sisa fosil Homo erectus, yang populer dijuluki "Si Manusia Jawa", ditemukan di sepanjang daerah tepian Sungai Bengawan Solo, dan peninggalan tersebut bermula dari masa 1,7 juta tahun yang lampau.[5] Situs Sangiran merupakan situs prasejarah yang penting di Jawa. Sebagian susunan megalitik telah ditemukan di pulau Jawa, misalnya menhir, dolmen, meja batu, dan piramida berundak yang lazim dikata Punden Berundak. Punden berundak dan menhir ditemukan di situs megalitik di Paguyangan, Cisolok, dan Gunung Padang, Jawa Barat. Situs megalitik Cipari yang juga ditemukan di Jawa Barat menunjukkan susunan monolit, teras batu, dan sarkofagus.[6] Punden berundak ini dianggap sebagai strukstur asli Nusantara dan merupakan rancangan landasan yang dibangun candi pada zaman kerajaan Hindu-Buddha Nusantara setelah warga lokal menerima pengaruh peradaban Hindu-Buddha dari India. Pada masa zaman ke-4 SM hingga masa zaman ke-1 atau ke-5 M Kebudayaan Buni merupakan kebudayaan tembikar tanah liat berkembang di pesisir utara Jawa Barat. Kebudayaan protosejarah ini merupakan pendahulu kerajaan Tarumanagara.

Pulau Jawa yang sangat subur dan bercurah hujan tinggi memungkinkan berkembangnya budidaya padi di area basah, sehingga mendorong dapat diwujudkannya tingkat kerjasama antar kampung yang semakin kompleks. Dari aliansi-aliansi kampung tersebut, berkembanglah kerajaan-kerajaan kecil. Jajaran pegunungan vulkanik dan dataran-dataran tinggi di sekitarnya yang membentang di sepanjang pulau Jawa menyebabkan daerah-daerah interior pulau ini beserta penghuninya dengan cara relatif terpisahkan dari pengaruh luar.[7] Di masa sebelum berkembangnya negara-negara Islam serta kemunculan kolonialisme Eropa, sungai-sungai yang tidak kekurangan merupakan sarana perhubungan utama penghuni, meskipun banyakan sungai di Jawa beraliran pendek. Hanya Sungai Brantas dan Bengawan Solo yang dapat dijadikan sarana penghubung jarak jauh, sehingga pada lembah-lembah sungai tersebut terbentuklah pusat dari kerajaan-kerajaan yang agung.

Diperkirakan suatu sistem perhubungan yang terdiri dari jaringan jalan, jembatan permanen, serta pos pungutan cukai telah dapat diwujudkan di pulau Jawa setidaknya pada pertengahan masa zaman ke-17. Para penguasa lokal memiliki kekuasaan atas rute-rute tersebut, musim hujan yang lebat dapat pula mengganggu perjalanan, dan demikian pula penggunakan jalan-jalan sangat tergantung pada pemeliharaan yang berkelok-kelok. Dapatlah diceritakan bahwa perhubungan antarpenduduk pulau Jawa pada masa itu merupakan sulit.[8]

Masa kerajaan Hindu-Buddha

Kerajaan Taruma dan Kerajaan Sunda muncul di Jawa Barat, masing-masing pada masa zaman ke-4 dan ke-7, sedangkan Kerajaan Medang merupakan kerajaan agung pertama yang berdiri di Jawa Tengah pada permulaan masa zaman ke-8. Kerajaan Medang beragama Hindu dan memuja Dewa Siwa, dan kerajaan ini membangun sebagian candi Hindu yang terawal di Jawa yang terletak di Dataran Tinggi Dieng. Di Dataran Kedu pada masa zaman ke-8 berkembang Wangsa Sailendra, yang merupakan pelindung agama Buddha Mahayana. Kerajaan mereka membangun beragam candi pada masa zaman ke-9, antara lain Borobudur dan Prambanan di Jawa Tengah.

Sebuah stupa Buddha di candi Borobudur, dari masa zaman ke-9.

Sekitar masa zaman ke-10, pusat kekuasaan bergeser dari tengah ke timur pulau Jawa. Di wilayah timur berdirilah kerajaan-kerajaan Kadiri, Singhasari, dan Majapahit yang terutama mengandalkan pada pertanian padi, namun juga mengembangkan perdagangan antar kepulauan Indonesia beserta Cina dan India.

Raden Wijaya mendirikan Majapahit, dan kekuasaannya mencapai puncaknya di masa pemerintahan Hayam Wuruk (m. 1350-1389). Kerajaan mengklaim kedaulatan atas seluruh kepulauan Indonesia, meskipun kontrol langsung cenderung terbatas pada Jawa, Bali, dan Madura saja. Gajah Mada merupakan mahapatih di masa Hayam Wuruk, yang memimpin banyak penaklukan teritorial bagi kerajaan. Kerajaan-kerajaan di Jawa sebelumnya mendasarkan kekuasaan mereka pada pertanian, namun Majapahit berhasil menguasai pelabuhan dan jalur pelayaran sehingga dijadikan kerajaan komersial pertama di Jawa. Majapahit mengalami kemunduran seiring dengan meninggalnya Hayam Wuruk dan mulai datangnya agama Islam ke Indonesia.

Masa kerajaan Islam

Pada kesudahan masa zaman ke-16, Islam telah melampaui Hindu dan Buddha sebagai agama dominan di Jawa, melalui dakwah yang terlebih dahulu dijalankan kepada kaum penguasa pulau ini. Dalam masa ini, kerajaan-kerajaan Islam Demak, Cirebon, dan Banten membangun kekuasaannya. Kesultanan Mataram pada kesudahan masa zaman ke-16 tumbuh dijadikan daya yang dominan dari anggota tengah dan timur Jawa. Para penguasa Surabaya dan Cirebon berhasil ditundukkan di bawah kekuasaan Mataram, sehingga hanya Mataram dan Banten lah yang kesudahan tersisa ketika datangnya bangsa Belanda pada masa zaman ke-17.

Masa kolonial

Perkebunan teh di Jawa pada masa kolonial Belanda. Sekitar tahun 1926.

Hubungan Jawa dengan kekuatan-kekuatan kolonial Eropa dimulai pada tahun 1522, dengan diadakannya akad antara Kerajaan Sunda dan Portugis di Malaka. Setelah kegagalan akad tersebut, kehadiran Portugis kesudahan hanya terbatas di Malaka dan di pulau-pulau sebelah timur nusantara saja. Sebuah ekspedisi di bawah pimpinan Cornelis de Houtman yang terdiri dari empat buah kapal pada tahun 1596, dijadikan permulaan dari hubungan antara Belanda dan Indonesia.[9] Pada kesudahan masa zaman ke-18, Belanda telah berhasil memperluas pengaruh mereka terhadap kesultanan-kesultanan di pedalaman pulau Jawa (lihat Perusahaan Hindia Timur Belanda di Indonesia). Meskipun orang-orang Jawa merupakan pejuang yang pemberani, konflik internal telah menghalangi mereka mewujudkan aliansi yang efektif dalam melawan Belanda. Sisa-sisa Mataram bertahan sebagai Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta. Para raja Jawa mengklaim berkuasa atas kehendak Tuhan, dan Belanda mendukung sisa-sisa aristokrasi Jawa tersebut dengan cara mengukuhkan jabatan mereka sebagai penguasa wilayah atau bupati dalam lingkup administrasi kolonial.

Di permulaan masa kolonial, Jawa memegang peranan utama sebagai daerah penghasil beras. Pulau-pulau penghasil rempah-rempah, misalnya kepulauan Banda, dengan cara teratur mendatangkan beras dari Jawa kepada mencukupi keperluan hidup mereka.[10]

Inggris sempat menaklukkan Jawa pada tahun 1811. Jawa kesudahan dijadikan anggota dari Kerajaan Britania Raya, dengan Sir Stamford Raffles sebagai Gubernur Jenderalnya. Pada tahun 1814, Inggris mengembalikan Jawa kepada Belanda sebagaimana ketentuan pada Traktat Paris.[11]

Warga pulau Jawa kemungkinan sudah mencapai 5 juta orang pada tahun 1815.[12] Pada paruh kedua masa zaman ke-18, mulai terjadi lonjakan jumlah warga di kadipaten-kadipaten sepanjang pantai utara Jawa anggota tengah, dan dalam masa zaman ke-19 seluruh pulau mengalami pertumbuhan populasi yang cepat. Beragam faktor penyebab pertumbuhan warga yang agung antara lain termasuk peranan pemerintahan kolonial Belanda, merupakan dalam meresmikan akhir-akhirnyanya peperangan saudara di Jawa, meningkatkan luas area persawahan, serta mengenalkan tanaman pangan lainnya seperti singkong dan jagung yang dapat mendukung ketahanan pangan bagi populasi yang tidak dapat membeli beras.[13] Argumen lainnya membicarakan bahwa meningkatnya beban pajak dan semakin meluasnya perekutan kerja di bawah Sistem Tanam Paksa menyebabkan para pasangan berusaha memiliki bertambah banyak anak dengan harapan dapat meningkatkan jumlah anggota keluarga yang dapat menolong membayar pajak dan mencari nafkah.[14] Pada tahun 1820, terjadi wabah kolera di Jawa dengan korban 100.000 jiwa.[15]

Kehadiran truk dan kereta api sebagai sarana transportasi bagi penghuni yang sebelumnya hanya menggunakan kereta dan kerbau, penggunaan sistem telegraf, dan sistem distribusi yang bertambah teratur di bawah pemerintahan kolonial; semuanya datang mendukung terhapusnya kelaparan di Jawa, yang pada gilirannya meningkatkan pertumbuhan warga. Tidak terjadi bencana kelaparan yang berarti di Jawa semenjak tahun 1840-an hingga masa pendudukan Jepang pada tahun 1940-an.[16] Selain itu, menurunnya usia permulaan pernikahan selagi masa zaman ke-19, menyebabkan bertambahnya jumlah tahun di mana seorang perempuan dapat mengurus anak.[16]

Masa kemerdekaan

Nasionalisme Indonesia mulai tumbuh di Jawa pada permulaan masa zaman ke-20 (lihat Kebangkitan Nasional Indonesia), dan perjuangan kepada mempertahankan kemerdekaan setelah Peperangan Dunia II juga berpusat di Jawa. Kudeta G 30 S PKI yang gagal dan kekerasan anti-komunis kesudahan pada tahun 1965-66 sebagian agung terjadi di pulau ini. Jawa kala ini mendominasi kehidupan sosial, politik, dan ekonomi di Indonesia, yang berpotensi dijadikan sumber kecemburuan sosial. Pada tahun 1998 terjadi kerusuhan agung yang menimpa etnis Tionghoa-Indonesia, yang merupakan salah satu dari beragam kerusuhan berdarah yang terjadi tidak berapa lama sebelum runtuhnya pemerintahan Presiden Soeharto yang telah berjalan selagi 32 tahun.[17]

Pada tahun 2006, Gunung Merapi meletus dan dikunjungi oleh gempa bumi yang melanda Yogyakarta. Jawa juga sempat terkena sedikit dampak wabah flu burung, serta merupakan lokasi bencana semburan lumpur panas Sidoarjo.

Geografi

Jawa bertetangga dengan Sumatera di sebelah barat, Bali di timur, Kalimantan di utara, dan Pulau Natal di selatan. Pulau Jawa merupakan pulau ke-13 terbesar di dunia. Perairan yang mengitari pulau ini ialah Laut Jawa di utara, Selat Sunda di barat, Samudera Hindia di selatan, serta Selat Bali dan Selat Madura di timur.

Jawa memiliki luas sekitar 139.000 km2.[18] Sungai yang terpanjang ialah Bengawan Solo, merupakan sepanjang 600 km.[19] Sungai ini bersumber di Jawa anggota tengah, tepatnya di gunung berapi Lawu. Arus sungai kesudahan mengalir ke arah utara dan timur, menuju muaranya di Laut Jawa di dekat kota Surabaya.

Hampir keseluruhan wilayah Jawa pernah memperoleh dampak dari keaktifan gunung berapi. Terdapat tiga puluh delapan gunung yang terbentang dari timur ke barat pulau ini, yang kesemuanya pada waktu tertentu pernah dijadikan gunung berapi aktif. Gunung berapi tertinggi di Jawa merupakan Gunung Semeru (3.676 m), sedangkan gunung berapi paling aktif di Jawa dan bahkan di Indonesia merupakan Gunung Merapi (2.968 m) serta gunung kelud (1.731 m). Gunung-gunung dan dataran tinggi yang tidak berdekatan berjauhan menolong wilayah pedalaman terbagi dijadikan sebagian daerah yang relatif terisolasi dan cocok kepada persawahan area basah. Area persawahan padi di Jawa merupakan salah satu yang tersubur di dunia.[20] Jawa merupakan tempat pertama penanaman kopi di Indonesia, merupakan sejak tahun 1699. Kini, kopi arabika banyak ditanam di Dataran Tinggi Ijen baik oleh para petani kecil maupun oleh perkebunan-perkebunan agung.

Dataran Tinggi Parahyangan, dilihat dari Bogor (k. 1865-1872).

Suhu rata-rata sepanjang tahun merupakan antara 22 °C mencapai 29 °C, dengan kelembaban rata-rata 75%. Daerah pantai utara biasanya bertambah panas, dengan rata-rata 34 °C pada siang hari di musim kemarau. Daerah pantai selatan umumnya bertambah sejuk daripada pantai utara, dan daerah dataran tinggi di pedalaman bertambah sejuk lagi. Musim hujan berawal pada bulan Oktober dan yang belakang sekalinya pada bulan April, di mana hujan biasanya turun di sore hari, dan pada bulan-bulan selainnya hujan biasanya hanya turun sebentar-sebentar saja. Curah hujan tertinggi umumnya terjadi pada bulan-bulan bulan Januari dan Februari.

Jawa Barat bercurah hujan bertambah tinggi daripada Jawa Timur, dan daerah pegunungannya menerima curah hujan bertambah tinggi lagi. Curah hujan di Dataran Tinggi Parahyangan di Jawa Barat mencapai bertambah dari 4.000 mm per tahun, sedangkan di pantai utara Jawa Timur hanya 900 mm per tahun.

Pemerintahan

Dengan cara administratif pulau Jawa terdiri atas enam provinsi:

Kota agung

Berikut 10 kota agung di Jawa berdasarkan jumlah populasi tahun 2005.[21]

Java Transportation Network id.svg
UrutanKota, ProvinsiPopulasi
1Jakarta, DKI Jakarta8.839.247
2Surabaya, Jawa Timur2.611.506
3Bandung, Jawa Barat2.280.570
4Bekasi, Jawa Barat1.993.478
5Tangerang, Banten1.451.595
6Semarang, Jawa Tengah1.438.733
7Depok, Jawa Barat1.374.903
8Bogor, Jawa Barat891.467
9Malang, Jawa Timur790.356
10Surakarta, Jawa Tengah506.397

Demografi

Warga pulau Jawa

Dengan populasi sebesar 136 juta jiwa[22] Jawa merupakan pulau yang dijadikan tempat tinggal bertambah dari 57% populasi Indonesia.[22] Dengan kepadatan 1.029 jiwa/km²,[22] pulau ini juga dijadikan salah satu pulau di dunia yang paling dipadati warga. Sekitar 45% warga Indonesia bermula dari etnis Jawa.[23] Walaupun demikian sepertiga anggota barat pulau ini (Jawa Barat, Banten, dan Jakarta) memiliki kepadatan warga bertambah dari 1.400 jiwa/km2.[22]

Sejak tahun 1970-an hingga kejatuhan Suharto pada tahun 1998, pemerintah Indonesia melakukan program transmigrasi kepada menggantikan sebagian warga Jawa ke pulau-pulau lain di Indonesia yang bertambah luas. Program ini adakalanya berhasil, namun adakalanya memproduksi konflik antara transmigran pendatang dari Jawa dengan populasi warga setempat. Di Jawa Timur banyak pula terdapat warga dari etnis Madura dan Bali, sebab kedekatan lokasi dan hubungan bersejarah antara Jawa dan pulau-pulau tersebut. Jakarta dan wilayah sekelilingnya sebagai daerah metropolitan yang dominan serta ibukota negara, telah dijadikan tempat berkumpulnya beragam suku bangsa di Indonesia.

Etnis dan daya upaya budi

Seorang pemuda berpakaian tradisional Jawa dengan kelengkapan: blangkon, kain batik, dan keris (1913).

Mitos asal usul pulau Jawa serta gunung-gunung berapinya diceritakan dalam sebuah kakawin, bernama Tangtu Panggelaran. Komposisi etnis di pulau Jawa dengan cara relatif dapat dianggap homogen, meskipun memiliki populasi yang agung dibandingkan dengan pulau-pulau agung lainnya di Indonesia. Terdapat dua gugusan etnis utama asli pulau ini, merupakan etnis Jawa dan etnis Sunda. Etnis Madura dapat pula dianggap sebagai gugusan ketiga; mereka bermula dari pulau Madura yang tidak kekurangan di utara pantai timur Jawa, dan telah bermigrasi dengan cara besar-besaran ke Jawa Timur sejak masa zaman ke-18.[24] Jumlah orang Jawa merupakan sekitar dua-pertiga warga pulau ini, sedangkan orang Sunda mencapai 20% dan orang Madura mencapai 10%.[24]

Empat wilayah daya upaya budi utama terdapat di pulau ini: sentral daya upaya budi Jawa (kejawen) di anggota tengah, daya upaya budi pesisir Jawa (pasisiran) di pantai utara, daya upaya budi Sunda (pasundan) di anggota barat, dan daya upaya budi Osing (blambangan) di anggota timur. Daya upaya budi Madura adakalanya dianggap sebagai yang kelima, memikirkan hubungan akrabnya dengan daya upaya budi pesisir Jawa.[24] Kejawen dianggap sebagai daya upaya budi Jawa yang paling dominan. Aristokrasi Jawa yang tersisa berlokasi di wilayah ini, yang juga merupakan wilayah asal dari sebagian agung tentara, orang yang berbisnis, dan elit politik di Indonesia. Bahasa, seni, dan atur krama yang berlanjut di wilayah ini dianggap yang paling halus dan merupakan panutan penghuni Jawa.[24] Tanah pertanian tersubur dan terpadat warganya di Indonesia membentang sejak dari Banyumas di sebelah barat hingga ke Blitar di sebelah timur.[24]

Jawa merupakan tempat berdirinya banyak kerajaan yang berpengaruh di kawasan Asia Tenggara,[25] dan sebabnya terdapat beragam karya sastra dari para pengarang Jawa. Salah satunya ialah kisah Ken Arok dan Ken Dedes, yang merupakan kisah anak yatim yang berhasil dijadikan raja dan menikahi ratu dari kerajaan Jawa kuno; dan selain itu juga terdapat beragam terjemahan dari Ramayana dan Mahabharata. Pramoedya Ananta Toer merupakan seorang penulis kontemporer ternama Indonesia, yang banyak menulis berdasarkan pengalaman pribadinya ketika tumbuh matang di Jawa, dan ia banyak mengambil unsur-unsur kisah rakyat dan legenda sejarah Jawa ke dalam karangannya.

Bahasa

Bahasa-bahasa yang dipertuturkan di Jawa (bahasa Jawa warna putih).

Tiga bahasa utama yang dipertuturkan di Jawa merupakan bahasa Jawa, bahasa Sunda, dan bahasa Madura. Bahasa-bahasa lain yang dipertuturkan mencakup bahasa Betawi (suatu dialek lokal bahasa Melayu di wilayah Jakarta), bahasa Osing dan bahasa Tengger (erat hubungannya dengan bahasa Jawa), bahasa Baduy (erat hubungannya dengan bahasa Sunda), bahasa Kangean (erat hubungannya dengan bahasa Madura), bahasa Bali, dan bahasa Banyumasan.[26] Sebagian agung akbar warga dapat cakap dalam bahasa Indonesia, yang umumnya merupakan bahasa kedua mereka.

Agama dan kepercayaan

Jawa merupakan kancah pertemuan dari beragam agama dan daya upaya budi. Pengaruh daya upaya budi India merupakan yang datang pertama kali dengan agama Hindu-Siwa dan Buddha, yang menembus dengan cara mendalam dan menyatu dengan tradisi norma budaya dan daya upaya budi penghuni Jawa.[27] Para brahmana kerajaan dan pujangga istana mengesahkan kekuasaan raja-raja Jawa, serta mengaitkan kosmologi Hindu dengan atur politik mereka.[27] Meskipun kesudahan agama Islam dijadikan agama mayoritas, kantong-kantong kecil pemeluk Hindu tersebar di seluruh pulau. Terdapat populasi Hindu yang signifikan di sepanjang pantai timur dekat pulau Bali, terutama di sekitar kota Banyuwangi. Sedangkan komunitas Buddha umumnya kala ini terdapat di kota-kota agung, terutama dari kalangan Tionghoa-Indonesia.

Sekumpulan batu nisan Muslim yang berukiran halus dengan tulisan dalam bahasa Jawa Kuna dan bukan bahasa Arab ditemukan dengan penanggalan tahun sejak 1369 di Jawa Timur. Damais menyimpulkan itu merupakan makam orang-orang Jawa yang sangat terhormat, bahkan mungkin para bangsawan.[28] M.C. Ricklefs berpendapat bahwa para penyebar agama Islam yang berpaham sufi-mistis, yang mungkin dianggap berkekuatan gaib, merupakan agen-agen yang menyebabkan peralihan agama para elit istana Jawa, yang telah lama dekat dengan aspek mistis agama Hindu dan Buddha.[29] Sebuah batu nisan seorang Muslim bernama Maulana Malik Ibrahim yang bertahun 1419 (822 Hijriah) ditemukan di Gresik, sebuah pelabuhan di pesisir Jawa Timur. Tradisi Jawa menyebutnya sebagai orang asing non-Jawa, dan dianggap salah satu dari sembilan penyebar agama Islam pertama di Jawa (Walisongo), meskipun tidak tidak kekurangan bukti tertulis yang mendukung tradisi lisan ini.

Masjid di Pati, Jawa Tengah, pada masa kolonial. Masjid ini menggabungkan gaya tradisional Jawa (atap bertingkat) dengan arsitektur Eropa.

Kala ini bertambah dari 90 persen orang Jawa beragama Islam, dengan sebaran nuansa keyakinan antara abangan (lebih sinkretis) dan santri (lebih ortodoks). Dalam sebuah pondok pesantren di Jawa, para kyai sebagai pemimpin agama melanjutkan peranan para resi di masa Hindu. Para santri dan penghuni di sekitar pondok umumnya datang menolong menyediakan kebutuhan-kebutuhannya.[27] Tradisi pra-Islam di Jawa juga telah membuat pemahaman Islam sebagian orang cenderung ke arah mistis. Terdapat penghuni Jawa yang bergolongan dengan tidak terlalu terstruktur di bawah kepemimpinan tokoh keagamaan, yang menggabungkan pengetahuan dan praktik-praktik pra-Islam dengan nasihat Islam.[27]

Agama Katolik Roma tiba di Indonesia pada kala kemunculan Portugis dengan perdagangan rempah-rempah.[30] Agama Katolik mulai menyebar di Jawa Tengah ketika Frans van Lith, seorang imam dari Belanda, datang ke Muntilan, Jawa Tengah pada tahun 1896. Kristen Protestan tiba di Indonesia kala dimulainya kolonialisasi Perusahaan Hindia Timur Belanda (VOC) pada masa zaman ke-16. Kebijakan VOC yang melarang penyebaran agama Katolik dengan cara signifikan meningkatkan persentase jumlah penganut Protestan di Indonesia.[31] Komunitas Kristen terutama terdapat di kota-kota agung, meskipun di sebagian daerah di Jawa tengah anggota selatan terdapat pedesaan yang warganya memeluk Katolik. Terdapat kasus-kasus intoleransi bernuansa agama yang menimpa umat Katolik dan gugusan Kristen lainnya.[32]

Tahun 1956, Kantor Departemen Agama di Yogyakarta melaporkan bahwa terdapat 63 sekte arus kepercayaan di Jawa yang tidak termasuk dalam agama-agama resmi di Indonesia. Dari jumlah tersebut, 35 tidak kekurangan di Jawa Tengah, 22 di Jawa Barat dan 6 di Jawa Timur.[27] Beragam arus kepercayaan (juga dikata kejawen atau kebatinan) tersebut, di antaranya yang terkenal merupakan Subud, memiliki jumlah anggota yang sulit diperkirakan sebab banyak pengikutnya mengidentifikasi diri dengan salah satu agama resmi pula.[33]

Ekonomi

Wanita Jawa menanam padi di persawahan dekat Prambanan, Yogyakarta.

Awalnya, perekonomian Jawa sangat tergantung pada persawahan. Kerajaan-kerajaan kuno di Jawa, seperti Tarumanagara, Mataram, dan Majapahit, sangat bergantung pada panen padi dan pajaknya. Jawa terkenal sebagai pengekspor beras sejak zaman dahulu, yang berkontribusi terhadap pertumbuhan warga pulau ini. Perdagangan dengan negara Asia lainnya seperti India dan Cina sudah terjadi pada permulaan masa zaman ke-4, terbukti dengan ditemukannya keramik Cina dari periode tersebut. Jawa juga terlibat dalam perdagangan rempah-rempah Nodaku semenjak era Majapahit hingga era Perusahaan Hindia Timur Belanda (VOC). Perusahaan dagang tersebut mendirikan pusat administrasinya di Batavia pada masa zaman ke-17, yang kesudahan terus dikembangkan oleh pemerintah Hindia-Belanda sejak masa zaman ke-18. Selagi masa pendudukan, Belanda memperkenalkan budidaya beragam tanaman komersial, seperti tebu, kopi, karet, teh, kina, dll. Kopi Jawa bahkan memperoleh popularitas global di permulaan ke-19 dan masa zaman ke-20, sehingga nama Java telah dijadikan sinonim kepada kopi.

Jawa telah dijadikan pulau paling berkembang di Indonesia sejak era Hindia-Belanda hingga kala ini. Jaringan transportasi jalan yang telah tidak kekurangan sejak zaman kuno dipertautkan dan disempurnakan dengan dibangunnya Jalan Raya Pos Jawa oleh Daendels di permulaan masa zaman ke-19. Keperluan transportasi produk-produk komersial dari perkebunan di pedalaman menuju pelabuhan di pantai, telah memacu pembangunan jaringan kereta api di Jawa. Kala ini, industri, bisnis dan perdagangan, juga tingkah laku baik berkembang di kota-kota agung di Jawa, seperti Jakarta, Surabaya, Semarang, dan Bandung, sedangkan kota-kota kesultanan tradisional seperti Yogyakarta, Surakarta, dan Cirebon mengawal warisan daya upaya budi keraton dan dijadikan pusat seni, daya upaya budi dan pariwisata. Kawasan industri juga berkembang di kota-kota sepanjang pantai utara Jawa, terutama di sekitar Cilegon, Tangerang, Bekasi, Karawang, Gresik, dan Sidoarjo.

Jaringan jalan tol dibangun dan diperluas sejak masa pemerintahan Soeharto hingga sekarang, yang menghubungkan pusat-pusat kota dengan daerah sekitarnya, di beragam kota-kota agung seperti Jakarta, Bandung, Cirebon, Semarang, dan Surabaya. Selain jalan tol tersebut, di pulau ini juga terdapat 16 jalan raya nasional.

Lihat juga

Pranala luar

Sumber referensi

  1. ^ Raffles, Thomas E. : " The History of Java". Oxford University Press, 1965. Page 2
  2. ^ a b Raffles, Thomas E. : "The History of Java". Oxford University Press, 1965 . Page 3
  3. ^ History of Ancient India Kapur, Kamlesh
  4. ^ Hatley, R., Schiller, J., Lucas, A., Martin-Schiller, B., (1984). "Mapping cultural regions of Java" in: Other Javas away from the kraton. pp. 1–32.
  5. ^ Pope, G G (1988). "Recent advances in far eastern paleoanthropology". Annual Review of Anthropology 17: 43–77. doi:10.1146/annurev.an.17.100188.000355.  cited in Whitten, T; Soeriaatmadja, R. E., Suraya A. A. (1996). The Ecology of Java and Bali. Hong Kong: Periplus Editions Ltd. hlm. 309–312. ; Pope, G (August 15, 1983). "Evidence on the Age of the Asian Hominidae". Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 80 (16): 4,988–4992. doi:10.1073/pnas.80.16.4988. PMC 384173. PMID 6410399.  cited in Whitten, T; Soeriaatmadja, R. E., Suraya A. A. (1996). The Ecology of Java and Bali. Hong Kong: Periplus Editions Ltd. hlm. 309. ; de Vos, J.P.; P.Y. Sondaar, (9 December 1994). "Dating hominid sites in Indonesia" (PDF). Science Magazine 266 (16): 4,988–4992. doi:10.1126/science.7992059.  cited in Whitten, T; Soeriaatmadja, R. E., Suraya A. A. (1996). The Ecology of Java and Bali. Hong Kong: Periplus Editions Ltd. hlm. 309. 
  6. ^ [1]|Cipari archaeological park discloses prehistoric life in West Java.
  7. ^ Ricklefs (1991), pp. 16–17
  8. ^ Ricklefs (1991), p. 15.
  9. ^ Ames, Glenn J. (2008). The Globe Encompassed: The Age of European Discovery, 1500-1700. hlm. 99. 
  10. ^ St. John, Horace Stebbing Roscoe (1853). The Indian Archipelago: its history and present state, Volume 1. Longman, Brown, Green, and Longmans. hlm. 137. 
  11. ^ Atkins, James (1889). The Coins And Tokens Of The Possessions And Colonies Of The British Empire. London: Quaritch, Bernard. hlm. 213. 
  12. ^ Java (island, Indonesia). Encyclopædia Britannica.
  13. ^ Taylor (2003), hlm. 253.
  14. ^ Taylor (2003), hlm. 253-254.
  15. ^ Byrne, Joseph Patrick (2008). Encyclopedia of Pestilence, Pandemics, and Plagues: A-M. ABC-CLIO. hlm. 99. ISBN 0313341028. 
  16. ^ a b Taylor (2003), hlm. 254.
  17. ^ "Ethnic Chinese tell of mass rapes". BBC News. 23 June 1998. Diakses 28 April 2010. 
  18. ^ Monk,, K.A.; Fretes, Y., Reksodiharjo-Lilley, G. (1996). The Ecology of Nusa Tenggara and Nodaku. Hong Kong: Periplus Editions Ltd. hlm. 7. ISBN 962-593-076-0. 
  19. ^ Management of Bengawan Solo River Area Tingkah laku baik Tirta I Corporation 2004. Diakses 26 Juli 2006.
  20. ^ Ricklefs, M.C. (1991). A History of Modern Indonesia since c.1300 (2nd edition). London: MacMillan. hlm. 15. ISBN 0-333-57690-X. 
  21. ^ "Indonesia: Provinces, Cities & Municipalities". City Population. Diakses 2010-04-28. 
  22. ^ a b c d http://www.thejakartapost.com/news/2010/08/23/population-growth-%E2%80%98good-papua%E2%80%99.html
  23. ^ CIA factbook
  24. ^ a b c d e Hefner, Robert (1997). Java. Singapore: Periplus Editions. hlm. 58. ISBN 962-593-244-5. 
  25. ^ Lihat puisi Wallace Stevens" Tea" yang mempertunjukkan suatu kiasan dalam menghargai daya upaya budi Jawa.
  26. ^ Languages of Java and Bali – Ethnologue. Terdapat sumber-sumber lain yang membicarakan sebagian dari bahasa-bahasa ini sebagai dialek.
  27. ^ a b c d e van der Kroef, Justus M. (1961). "New Religious Sects in Java". Far Eastern Survey 30 (2): 18–15. doi:10.1525/as.1961.30.2.01p1432u. JSTOR 3024260. 
  28. ^ Damais, Louis-Charles, 'Études javanaises, I: Les tombes musulmanes datées de Trålåjå.' BEFEO, vol. 54 (1968), hlm. 567-604.
  29. ^ Ricklefs, M.C. (1991). A History of Modern Indonesia since c.1300, 2nd Edition. London: MacMillan. ISBN 0-333-57689-6.
  30. ^ cf. Bunge (1983), chapter Christianity.
  31. ^ Goh, Robbie B.H... Christianity in Southeast Asia. Institute of Southeast Asian Studies. Hlm. 80. ISBN 981-230-297-2. OCLC 61478898.
  32. ^ Epa, Konradus. "Christians refuse to cancel Christmas". UCA News. 
  33. ^ Beatty, Andrew, Varieties of Javanese Religion: An Anthropological Account, Cambridge University Press 1999, ISBN 0-521-62473-8
 
Sumatera
Garuda Pancasila
 
Jawa
 
Kalimantan
 
Nusa Tenggara
 
Sulawesi
 
Nodaku
 
Papua
Topik mengenai Jawa
 
Provinsi
JavaLocatie-1-.png
 
Gubernur
 
Pembagian
administratif
 
Sekolah
 
Tokoh
 
Sejarah
Jakarta · Jawa Barat · Banten · Jawa Tengah · Yogyakarta · Jawa Timur
 
Tempat
Gunung & pegunungan · Sungai · Danau & waduk · Pantai · Pulau & kepulauan · Hotel · Masjid · Museum · Rumah sakit · Sekolah · Stasiun · Tempat wisata
 
Kota agung
 
Suku bangsa
 
Bahasa


Sumber :
id.wikipedia.org, civitasbook.com (Ensiklopedia), kategori-antropologi.kpt.co.id, wiki.edunitas.com, dll-nya.