Sejarah agama Buddha

Anggota dari serial
Agama Buddha

Lotus75.png

Sejarah
Garis waktu
Dewan-dewan Buddhis

Konsep segala sesuatu yang diajarkan agama Buddha
Empat Kesunyataan Agung
Delapan Jalan Utama
Pancasila · Tuhan
Nirvana · Tri Ratna

Segala sesuatu yang diajarkan pokok
Tiga Corak Umum
Samsara · Kelahiran kembali · Sunyata
Paticcasamuppada · Karma

Tokoh penting
Siddharta Gautama
Siswa utama · Keluarga

Tingkat-tingkat Pencerahan
Buddha · Bodhisattva
Empat Tingkat Pencerahan
Meditasi

Wilayah agama Buddha
Asia Tenggara · Asia Timur
Tibet · India dan Asia Tengah
Indonesia · Barat

Sekte-sekte agama Buddha
Theravada · Mahayana
Vajrayana · Sekte Awal

Kitab Suci
Sutta · Vinaya · Abdhidahamma

Dharma wheel 1.png

Sejarah agama Buddha mulai dari zaman ke-6 SM sampai sekarang dari kelahirannya sang Buddha Siddharta Gautama. Dengan ini, ini yaitu salah satu agama tertua yang sedang dianut di dunia. Sementara masa ini, agama ini sementara berkembang, unsur kebudayaan India, ditambah dengan unsur-unsur kebudayaan Helenistik (Yunani), Asia Tengah, Asia Timur dan Asia Tenggara. Dalam ronde perkembangannya ini, agama ini praktis telah menyentuh hampir seluruh benua Asia. Sejarah agama Buddha juga ditandai dengan perkembangan banyak arus dan mazhab, serta perpecahan-perpecahan. Yang utama di selangnya yaitu arus tradisi Theravada , Mahayana, dan Vajrayana (Bajrayana), yang sejarahnya ditandai dengan masa pasang dan surut.

Kehidupan Buddha

Artikel utama: Gautama Buddha

Menurut tradisi Buddha, tokoh historis Buddha Siddharta Gautama dilahirkan dari suku Sakya pada awal masa Magadha (546–324 SM), di sebuah kota, selatan pegunungan Himalaya yang bernama Lumbini. Sekarang kota ini terletak di Nepal sebelah selatan. Dia juga dikenal dengan nama Sakyamuni (harafiah: penduduk bijaksana dari kaum Sakya").

Setelah kehidupan awal mulanya yang penuh kemewahan di bawah perlindungan ayahnya, raja Kapilavastu (kemudian hari digabungkan pada kerajaan Magadha), Siddharta melihat kenyataan kehidupan sehari-hari dan menarik kesimpulan bahwa kehidupan nyata, pada hakekatnya yaitu kesengsaraan yang tak bisa dihindari. Siddharta kemudian menghindar dari kehidupan mewahnya yang tak tidak kekurangan berarti kemudian dijadikan seorang pertapa. Kemudian dia berpendapat bahwa bertapa juga tak tidak kekurangan berarti, dan kemudian berusaha menemukan jalan tengah (majhima patipada ). Jalan tengah ini adalah sebuah kompromis selang kehidupan berfoya-foya yang melampaui batas memuaskan hawa nafsu dan kehidupan bertapa yang melampaui batas menyiksa diri.

Di bawah sebuah pohon bodhi, dia berkaul tidak hendak pernah menghindar dari jabatannya sampai dia menemukan Kebenaran. Pada usia 35 tahun, dia mencapai Pencerahan. Pada masa itu dia dikenal sebagai Gautama Buddha, atau hanya "Buddha" saja, sebuah istilah dalam Sanskerta yang berarti "ia yang sadar" (dari istilah budh+ta).

Untuk 45 tahun kemudian, dia menelusuri dataran Gangga di tengah India (daerah mengalirnya sungai Gangga dan anak-anak sungainya), sembari menyebarkan segala sesuatu yang diajarkannya untuk sejumlah penduduk yang berlainan.

Keengganan Buddha untuk mengangkat seorang penerus atau meresmikan segala sesuatu yang diajarkannya mengakibatkan munculnya banyak arus dalam waktu 400 tahun selanjutnya: pertama-tama aliran-aliran mazhab Buddha Nikaya, yang sekarang hanya sedang tersisa Theravada, dan kemudian terbentuknya mazhab Mahayana, sebuah gerakan pan-Buddha yang didasarkan pada penerimaan kitab-kitab baru.

Tahap awal agama Buddha

Sebelum disebar-luaskan di bawah perlindungan maharaja Asoka pada zaman ke-3 SM, agama Buddha tampaknya hanya sebuah fenomena kecil saja, dan sejarah peristiwa-peristiwa yang membuat agama ini tidaklah banyak tercatat. Dua konsili (sidang umum) pembentukan dituturkan pernah terjadi, meski pengetahuan kita hendak ini berdasarkan catatan-catatan dari kemudian hari. Konsili-konsili (juga dinamakan pasamuhan agung) ini berusaha membahas formalisasi doktrin-doktrin Buddhis, dan beberapa perpecahan dalam gerakan Buddha.

Konsili Buddha Pertama (abad ke-5 SM)

Konsili pertama Buddha disediakan tidak lama setelah Buddha wafat di bawah perlindungan raja Ajatasattu dari Kekaisaran Magadha, dan dipimpin oleh seorang rahib bernama Mahakassapa, di Rajagaha(sekarang dinamakan Rajgir). Tujuan konsili ini yaitu untuk menetapkan kutipan-kutipan Buddha (sutta (Buddha)) dan mengkodifikasikan hukum-hukum monastik (vinaya): Ananda, salah seorang murid utama Buddha dan beradik-berkakak sepupunya, diundang untuk meresitasikan ajaran-ajaran Buddha, dan Upali, seorang murid lainnya, meresitasikan hukum-hukum vinaya. Ini kemudian dijadikan landasan kanon Pali, yang telah dijadikan teks rujukan landasan pada seluruh masa sejarah agama Buddha.

Konsili Kedua Buddha (383 SM)

Konsili kedua Buddha disediakan oleh raja Kalasoka di Vaisali, menyertai konflik-konflik selang mazhab tradisionalis dan gerakan-gerakan yang semakin liberal dan menyebut diri mereka sendiri kaum Mahasanghika.

Mazhab-mazhab tradisional menganggap Buddha yaitu seorang manusia biasa yang mencapai pencerahan, yang juga dapat dicapai oleh para bhiksu yang mentaati peraturan monastik dan mempraktekkan segala sesuatu yang diajarkan Buddha demi mengatasi samsara dan mencapai arhat. Namun kaum Mahasanghika yang berhasrat memisahkan diri, menganggap ini melampaui batas individualistis dan egois. Mereka menganggap bahwa tujuan untuk dijadikan arhat tidak cukup, dan mengemukakan bahwa tujuan yang sejati yaitu mencapai status Buddha penuh, dalam guna terbuka jalan paham Mahayana yang kelak muncul. Mereka dijadikan pendukung peraturan monastik yang semakin longgar dan semakin menarik untuk beberapa agung kaum rohaniwan dan kaum awam (itulah karenanyanya nama mereka berarti kumpulan "besar" atau "mayoritas").

Konsili ini pengahabisannya dengan penolakan segala sesuatu yang diajarkan kaum Mahasanghika. Mereka menghindar dari sidang dan bertahan sementara berabad-abad di Indian barat laut dan Asia Tengah menurut prasasti-prasasti Kharoshti yang ditemukan dekat Oxus dan bertarikh zaman pertama.

Lihat pula: mazhab awal Buddha

Dakwah Asoka (+/- 260 SM)

Kapital (pucuk pilar) sebuah pilar yang didirikan oleh maharaja Asoka di Sarnath +/- 250 SM.

Maharaja Asoka dari Kekaisaran Maurya (273232 SM) masuk agama Buddha setelah menaklukkan wilayah Kalingga (sekarang Orissa) di India timur secara berdarah. Karena menyesali afalnya yang keji, sang maharaja ini kemudian memutuskan untuk menghindar dari kekerasan dan menyebarkan segala sesuatu yang diajarkan Buddha dengan membangun stupa-stupa dan pilar-pilar di mana dia menghimbau untuk menghormati segala makhluk hidup dan mengajak rakyat untuk mentaati Dharma. Asoka juga membangun jalan-jalan dan rumah sakit-rumah sakit di seluruh negeri.

Periode ini menandai penyebaran agama Buddha di luar India. Menurut prasasti dan pilar yang dibiarkan lepas Asoka (piagam-piagam Asoka), utusan ditunaikan ke pelbagai negara untuk menyebarkan agama Buddha, sampai sejauh kerajaan-kerajaan Yunani di barat dan terpenting di kerajaan Baktria-Yunani yang adalah wilayah tetangga. Kemungkinan agung mereka juga sampai di kawasan Laut Tengah menurut prasasti-prasasti Asoka.


Konsili Buddha Ketiga (+/- 250 SM)

Maharaja Asoka memprakarsai Konsili Buddha ketiga anggar-anggar tahun 250 SM di Pataliputra (sekarang Patna). Konsili ini dipandu oleh rahib Moggaliputta. Tujuan konsili yaitu rekonsiliasi mazhab-mazhab Buddha yang berlainan, memurnikan gerakan Buddha, terpenting dari faksi-faksi oportunistik yang tertarik dengan perlindungan kerajaan dan organisasi pengiriman misionaris-misionaris Buddha ke dunia yang dikenal.

Kanon Pali (Tipitaka, atau Tripitaka dalam bahasa Sanskerta, dan secara harafiah berarti "Tiga Keranjang"), yang memuat teks-teks rujukan tradisional Buddha dan diasumsikan diturunkan langsung dari sang Buddha, diresmikan penggunaannya masa itu. Tipitaka terdiri dari doktrin (Sutra Pitaka), peraturan monastik (Vinaya Pitaka) dan ditambah dengan kumpulan filsafat (Abhidharma Pitaka).

Usaha-usaha Asoka untuk memurnikan agama Buddha juga mengakibatkan pengucilan gerakan-gerakan lain yang muncul. Terutama, setelah tahun 250 SM, kaum Sarvastidin (yang telah dihalau konsili ketiga, menurut tradisi Theravada) dan kaum Dharmaguptaka dijadikan berpengaruh di India barat laut dan Asia Tengah, sampai masa Kekaisaran Kushan pada abad-abad pertama Masehi. Para pengikut Dharmaguptaka ada ciri khas kepercayaan mereka bahwa sang Buddha tidak kekurangan di atas dan terpisah dari anggota komunitas Buddha lainnya. Sedangkan kaum Sarvastivadin percaya bahwa masa lampau, masa sekarang dan masa depan terjadi pada masa yang sesuai.

Dunia Helenistik

Beberapa prasati Piagam Asoka menulis tentang usaha-usaha yang telah diperagakan oleh Asoka untuk menyebarluaskan agama Buddha di dunia Helenistik (Yunani), yang kala itu berkesinambungan tanpa putus dari India sampai Yunani. Piagam-piagam Asoka memperlihatkan pengertian yang mendalam mengenai sistem politik di wilayah-wilayah Helenistik: tempat dan lokasi raja-raja Yunani penting disebutkan, dan mereka dinamakan sebagai penerima dakwah agama Buddha: Antiokhus II Theos dari Kerajaan Seleukus (261–246 SM), Ptolemeus II Filadelfos dari Mesir (285–247 SM), Antigonus Gonatas dari Makedonia (276–239 SM), Magas dari Kirene (288–258 SM), dan Alexander dari Epirus (272–255 SM).

Dakwah agama Buddha semasa pemerintahan maharaja Asoka (260–218 SM).
"Penaklukan Dharma telah diperagakan dengan sukses, pada batas dan bahkan enam ratus yojana (6.400 kilometer) jauhnya, di mana sang raja Yunani Antiochos memerintah, di sana di mana empat raja bernama Ptolemeus, Antigonos, Magas dan Alexander bertakhta, dan juga di sebelah selatan di selang kaum Chola, Pandya, dan sejauh Tamraparni." (Piagam Asoka, Piagam Batu ke-13, S. Dhammika)

Kemudian, menurut beberapa sumber dalam bahasa Pali, beberapa utusan Asoka yaitu bhiksu-bhiksu Yunani, yang memperlihatkan ketatnya pertukaran agama selang kedua daya pikir budi ini:

"Ketika sang thera (sesepuh) Moggaliputta, sang pencerah agama sang Penakluk (Asoka) telah menuntaskan Konsili (ke-3) […], dia mengirimkan thera-thera, yang satu kemari lainnya ke sana: […] dan ke Aparantaka (negeri-negeri barat yang kebanyakan merujuk Gujarat dan Sindhu), dia mengirimkan seorang Yunani (Yona) bernama Dhammarakkhita". (Mahavamsa XII).

Tidaklah jelas seberapa jauh interaksi ini berpengaruh, tetapi beberapa pandai menerangkan bahwa sampai tingkat tertentu tidak kekurangan sinkretisme selang falsafah Yunani dan segala sesuatu yang diajarkan Buddha di tanah-tanah Helenik kala itu. Mereka terpenting memperlihatkan keberadaan komunitas Buddha di Dunia Helenistik kala itu, terpenting di Alexandria (disebut oleh Clemens dari Alexandria), dan keberadaan sebuah ordo-monastik pra-Kristen bernama Therapeutae (kemungkinan diambil dari istilah Pali "Theraputta"), yang kemungkinan "mengambil ilham dari ajaran-ajaran dan penerapan ilmu tapa-samadi Buddha" (Robert Lissen).


Mulai dari tahun 100 SM, simbol "bintang di tengah mahkota", juga secara alternatif dinamakan "cakra berruji delapan" dan kemungkinan dipengaruhi desain Dharmacakra Buddha, mulai muncul di koin-koin raja Yahudi, Raja Alexander Yaneus (103-76 SM). Alexander Yaneus dihubungkan dengan sekte falsafi Yunani, kaum Saduki dan dengan ordo monastik Essenes, yang adalah cikal-bakal agama Kristen. Penggambaran cakra atau roda berruji delapan ini dilanjutkan oleh jandanya, Ratu Alexandra, sampai penduduk Romawi menginvasi Yudea pada 63 SM.

Batu-batu nisan Buddha dari era Ptolemeus juga ditemukan di kota Alexandria, dengan adunan Dharmacakra (Tarn, "The Greeks in Bactria and India"). Dalam mengkomentari keberadaan rakyat Buddha di Alexandria, beberapa pandai mengemukakan bahwa “Kelak pada tempat ini juga beberapa pusat agama Kristen yang paling aktif didirikan” (Robert Linssen "Zen living").

Ekspansi ke Asia

Di daerah-daerah sebelah timur anak benua Hindia (sekarang Myanmar), Daya pikir budi India banyak memengaruhi sukubangsa Mon. Dituturkan suku Mon mulai masuk agama Buddha anggar-anggar tahun 200 SM berkat dakwah maharaja Asoka dari India, sebelum perpecahan selang arus Mahayana dan Hinayana. Candi-candi Buddha Mon awal, seperti Peikthano di Myanmar tengah, ditarikh berasal dari zaman pertama sampai zaman ke-5 Masehi.

Penggambaran suku Mon mengenai (Dharmacakra), seni dari Dvaravati, +/-zaman ke-8.

Seni Buddha suku Mon terpenting dipengaruhi seni India kaum Gupta dan periode pasca Gupta. Gaya manneris mereka menyebar di Asia Tenggara menyertai ekspansi kerajaan Mon selang zaman ke-5 dan zaman ke-8. Arus Theravada meluas di anggota utara Asia Tenggara di bawah pengaruh Mon, sampai diganti secara bertahap dengan arus Mahayana sejak zaman ke-6.

Agama Buddha konon dibawa ke Sri Lanka oleh putra Asoka Mahinda dan enam kawannya semasa zaman ke-2 SM. Mereka sukses menarik Raja Devanampiva Tissa dan banyak anggota bangsawan masuk agama Buddha. Inilah waktunya kapan wihara Mahavihara, pusat arus Ortodoks Singhala, dibangunt. Kanon Pali dimulai ditulis di Sri Lanka semasa kekuasaan Raja Vittagamani (memerintah 29–17 SM), dan tradisi Theravada berkembang di sana. Beberapa komentator agama Buddha juga bermukim di sana seperti Buddhaghosa (abad ke-4 sampai ke-5). Meski arus Mahayana kemudian mendapatkan pengaruh kala itu, pengahabisannya arus Theravada yang berjaya dan Sri Lanka pengahabisannya dijadikan benteng paling pengahabisan arus Theravada, dari mana arus ini hendak disebar-luaskan lagi ke Asia Tenggara mulai zaman ke-11.

Tidak kekurangan pula sebuah legenda, yang tidak didukung langsung oleh bukti-bukti piagam, bahwa Asoka pernah mengirim seorang misionaris ke utara, melalui pegunungan Himalaya, menuju ke Khotan di dataran rendah Tarim, kala itu tanah sebuah bangsa Indo-Eropa, bangsa Tokharia.

Lihat pula: Piagam-piagam Asoka

Penindasan oleh dinasti Sungga (abad ke-2 sampai zaman ke-1 SM)

Dinasti Sungga (185–73 SM) didirikan pada tahun 185 SM, kurang semakin 50 tahun setelah mangkatnya maharaja Asoka. Setelah membunuh Raja Brhadrata (raja paling pengahabisan dinasti Maurya), hulubalang tentara Pusyamitra Sunga naik takhta. Dia yaitu seorang Brahmana ortodoks, dan Sunga dikenal karena kebencian dan penindasannya terhadap kaum-kaum Buddha. Dicatat dia telah "merusak wihara dan membunuh para bhiksu" (Divyavadana, pp. 429–434): 84.000 stupa Buddha yang telah didirikan Asoka dirusak (R. Thaper), dan 100 keping koin emas dinegosiasikan untuk setiap kepala bhiksu Buddha (Indian Historical Quarterly Vol. XXII, halaman 81 dan seterusnya. dikutip di Hars.407). Sejumlah agung wihara Buddha diubah dijadikan kuil Hindu, seperti di Nalanda, Bodhgaya, Sarnath, dan Mathura.

Lihat pula: Kekaisaran Sungga

Interaksi Buddha-Yunani (abad ke-2 sampai zaman pertama Masehi)

Drakhma perak Menander I (berkuasa +/- 160–135 SM).
Obv: huruf Yunani, BASILEOS SOTHROS MENANDROY secara harafiah "Raja Penduduk yang menyelamatkan Menander".

Di wilayah-wilayah barat Anak benua India, kerajaan-kerajaan Yunani yang bertetangga tersedia di Baktria (sekarang di Afghanistan utara) semenjak penaklukan oleh Alexander yang Agung pada anggar-anggar 326 SM: pertama-tama kaum Seleukus dari kurang semakin tahun 323 SM, kemudian Kerajaan Baktria-Yunani dari kurang semakin tahun 250 SM.

Arca Buddha-Yunani, salah satu penggambaran Buddha, zaman pertama sampai zaman ke-2 Masehi, Gandhara.

Raja Baktria-Yunani Demetrius I dari Baktria, menginvasi India pada tahun 180 SM dan sampai sejauh Pataliputra. Kemudian sebuah Kerajaan Yunani-India didirikan yang hendak lestari di India anggota utara sampai pengahabisan zaman pertama SM.

Agama Buddha berkembang di bawah naungan raja-raja Yunani-India, dan pernah diketengahkan bahwa maksud mereka menginvasi India yaitu untuk memperlihatkan dukungan mereka terhadap Kekaisaran Maurya dan melindungi para pengikut Buddha dari penindasan kaum Sungga (185–73 SM).

Salah seorang raja Yunani-India yang termasyhur yaitu Raja Menander I (yang berkuasa dari +/- 160–135 SM). Tampaknya dia masuk agama Buddha dan digambarkan dalam tradisi Mahayana sebagai salah satu sponsor agama ini, sesuai dengan maharaja Asoka atau seorang raja Kushan dari masa yang hendak datang, raja Kaniska. Koin-koin Menander memuat tulisan "Raja Penyelamat" dalam bahasa Yunani, dan "Maharaja Dharma" dalam aksara Kharosti. Pertukaran daya pikir budi secara langsung ditunjukkan dalam dialog Milinda Panha selang raja Yunani Menander I dan sang bhiksu Nagasena pada anggar-anggar tahun 160 SM. Setelah mangkatnya, karenanya demi menghormatinya, sisa dari pembakaran pembakarannya diklaim oleh kota-kota yang dikuasainya dan ditaruh di stupa-stupa tempat pemujaannya, mirip dengan sang Buddha Gautama (Plutarkhus, Praec. reip. ger. 28, 6).

Interaksi selang daya pikir budi Yunani dan Buddha kemungkinan ada pengaruh dalam perkembangan arus Mahayana, sementara kepercayaan ini memperkembangkan pendekatan falsafinya yang canggih dan perlakuan Buddha yang mirip dengan Dewa-Dewa Yunani. Persangkaan juga kala seperti ini pelukisan Buddha secara antropomorfis diterapkan, seringkali dalam wujud gaya seni Buddha-Yunani: "One might regard the classical influence as including the general idea of representing a man-god in this purely human form, which was of course well familiar in the West, and it is very likely that the example of westerner's treatment of their gods was indeed an important factor in the innovation" (Boardman, "The Diffusion of Classical Art in Antiquity").

Lihat pula: Agama Buddha-Yunani

Berkembangnya arus Mahayana (Zaman Pertama SM-Zaman ke-2)

Koin emas Kekaisaran Kushan memperlihatkan maharaja Kanishka I (~100–126 Masehi) dengan sebuah lukisan Helenistik Buddha, dan istilah "Boddo" dalam huruf Yunani.

Berkembangnya agama Buddha Mahayana dari zaman ke-1 SM diiringi dengan perubahan kompleks politik di India barat laut. Kerajaan-kerajaan Yunani-India ini secara bertahap dikalahkan dan diasimilasi oleh kaum nomad Indo-Eropa yang berasal dari Asia Tengah, yaitu kaum Schytia India, dan kemudian kaum Yuezhi, yang mendirikan Kekaisaran Kushan dari persangkaan tahun 12 SM.

Kaum Kushan menunjang agama Buddha dan konsili keempat Buddha kemudian diurai oleh maharaja Kanishka, pada persangkaan tahun 100 Masehi di Jalandhar atau di Kashmir. Peristiwa ini seringkali diasosiasikan dengan munculnya arus Mahayana secara resmi dan pecahnya arus ini dengan arus Theravada. Mazhab Theravada tidak mengakui keabsahan konsili ini dan seringkali menyebutnya "konsili rahib bidaah".

Konon Kanishka mengumpulkan 500 bhiksu di Kashmir, yang dipimpin oleh Vasumitra, untuk menyunting Tripitaka dan memberikan komentar. Karenanya konon pada konsili ini telah dihasilkan 300.000 bait dan semakin dari 9 juta dalil-dalil. Karya ini membutuhkan waktu 12 tahun untuk diselesaikan.

Konsili ini tidak berdasarkan kanon Pali yang asli (Tipitaka). Sebaliknya, sekelompok teks-teks suci diabsahkan dan juga prinsip-prinsip landasan doktrin Mahayana disusun. Teks-teks suci yang baru ini, kebanyakan dalam bahasa Gandhari dan aksara Kharosthi kemudian ditulis ulang dalam bahasa Sanskerta yang sudah dijadikan bahasa klasik. Untuk banyak pandai hal ini adalah titik balik penting dalam penyebaran konsep Buddha.

Wujud baru Buddhisme ini ditandai dengan pelakuan Buddha yang mirip diterapkan bagaikan Dewa atau bahkan Tuhan. Pendapat yang tidak kekurangan di belakangannya ialah bahwa semua makhluk hidup ada dunia landasan Buddha dan seyogyanya bercita-cita meraih "Kebuddhaan". Tidak kekurangan pula sinkretisme keagamaan terjadi karena pengaruh banyak kebudayaan yang tidak kekurangan di India anggota barat laut dan Kekaisaran Kushan.

Penyebaran Mahayana (Zaman pertama sampai zaman ke-10 Masehi)

Penyebaran arus Mahayana selang zaman pertama - zaman ke-10 Masehi.

Dari masa itu dan dalam kurun waktu berabad-abad, Mahayana berkembang dan menyebar ke arah timur. Dari India ke Asia Tenggara, kemudian juga ke utara ke Asia Tengah, Tiongkok, Korea, dan pengahabisannya Jepang pada tahun 538.

Kelahiran kembali Theravada (abad ke-11 sampai sekarang)

Penyebaran arus Buddha Theravada dari zaman ke-11.

Mulai zaman ke-11, hancurnya agama Buddha di anak benua India oleh serbuan Islam menyebabkan kemunduran arus Mahayana di Asia Tenggara. Rute daratan lewat anak benua India dijadikan bahaya, karenanya arah afal laut langsung di selang Timur Tengah lewat Sri Lanka dan ke Cina terjadi, menyebabkan dipeluknya arus Theravada Pali kanon, kemudian dikenalkan ke kawasan anggar-anggarnya anggar-anggar zaman ke-11 dari Sri Lanka.

Raja Anawrahta (10441077), pendiri sejarah kekaisaran Birma, mempersatukan negara dan memeluk arus Theravada. Ini memulai membangun ribuan candi Budha Pagan, ibu kota, di selang zaman ke-11 dan zaman ke-13. Anggar-anggar 2.000 di selangnya sedang berdiri. Kekuasaan penduduk Birma surut dengan kenaikan penduduk Thai, dan dengan ditaklukannya ibu kota Pagan oleh penduduk Mongolia pada 1287, tetapi arus Buddha Theravada sedang adalah kepercayaan utama rakyat Myanmar sampai hari ini.

Kepercayaan Theravada juga dipeluk oleh kerajaan etnik Thai Sukhothai anggar-anggar 1260. Theravada semakin jauh dijadikan kuat sementara masa Ayutthaya (zaman ke-14 sampai zaman ke-18), dijadikan anggota integral masyarakat Thai. Di daratan Asia Tenggara, Theravada terus menyebar ke Laos dan Kamboja pada zaman ke-13.

Tetapi, mulai zaman ke-14, di daerah-daerah ujung pesisir dan kepulauan Asia Tenggara, pengaruh Islam ternyata semakin kuat, mengembang ke dalam Malaysia, Indonesia, dan banyakan pulau sampai ke selatan Filipina.

Referensi

  • (Inggris) "Dictionary of Buddhism" by Damien Keown (Oxford University Press, 2003) ISBN 0-19-860560-9
  • (Inggris) "The Diffusion of Classical Art in Antiquity" by John Boardman (Princeton University Press, 1994) ISBN 0-691-03680-2
  • (Inggris) "Living Zen" by Robert Linssen (Grove Press, New York, 1958) ISBN 0-8021-3136-0
  • (Inggris) "National Museum Arts asiatiques- Guimet" (Editions de la Reunion des Musées Nationaux, Paris, 2001) ISBN 2-7118-3897-8.
  • (Inggris) Richard Foltz, Religions of the Silk Road: Premodern Patterns of Globalization, New York: Palgrave Macmillan, 2010. ISBN 978-0-230-62125-1
  • (Inggris) "The Shape of Ancient Thought. Comparative studies in Greek and Indian Philosophies" by Thomas McEvilley (Allworth Press, New York, 2002) ISBN 1-58115-203-5
  • (Inggris) "The Times Atlas of Archeology" (Times Books Limited, London, 1991) ISBN 0-7230-0306-8
  • (Inggris) "Japanese Buddhism" by Sir Charles Eliot, ISBN 0-7103-0967-8
  • (Inggris) "Hinduism and Buddhism: An Historical Sketch" by Sir Charles Eliot, ISBN 81-215-1093-7
BuddhismSymbol.png   Garis Agung - Buddhisme   Flag of Buddhism.svg
 
Garis waktu · Portal · Kategori · Glossarium · Indeks
 
Landasan
 
Segala sesuatu yang diajarkan Pokok
 
Tokoh Penting
Buddha Gautama  • Siswa Utama (Sariputta  • Mahamoggallana)  • Keluarga
 
Tingkat Pencerahan
 
Wilayah
 
Sekte
Theravada  • Mahayana (Zen)  • Vajrayana  • Bön  • Sekte Awal (Buddhisme)
 
Sutra
 
Sejarah
 
Daftar
Buddha  • Duapuluh delapan Buddha  • Bodhisattva  • Sutta  • Kuil




Sumber :
diskusi.biz, kategori-antropologi.gilland-group.com, wiki.edunitas.com, id.wikipedia.org, dan sebagainya.