Imperium Britania (bahasa Inggris: British Empire) yaitu suatu imperium kekuasaan yang terdiri dari wilayah-wilayah koloni, protektorat, mandat, domini dan wilayah lain yang pernah diperintah atau dikuasai oleh Britania Raya. Imperium Britania dimulai pada kesudahan 100 tahun ke-16 sejalan dengan berkembangnya daya Tingkatan Laut Kerajaan Inggris dan merupakan imperium yang paling luas dalam sejarah alam serta pada suatu periode tertentu pernah dijadikan daya utama di alam.[1] Pada tahun 1922, Imperium Britania mencakup populasi sekitar 458 juta orang, kurang bertambah seperlima populasi alam pada waktu itu,[2] yang membentang seluas bertambah dari 33.700.000 km² (13,012,000 mil²), atau sekitar seperempat luas total bumi.[3][4] Akibatnya, pengaruh Britania, terutama Inggris, melekat kuat di seantero dunia: dalam praktik ekonomi, hukum dan sistem pemerintahan, penduduk, olahraga (seperti kriket dan sepak bola), serta penggunaan bahasa Inggris. Imperium Britania pada suatu masa pernah dijuluki sebagai "kerajaan tempat matahari tak pernah tenggelam" karena wilayahnya membentang sepanjang bola alam dan dengan demikian matahari selalu bersinar, paling tidak di salah satu dari begitu banyak koloninya.
Selama Abad Penjelajahan pada 100 tahun ke-15 dan 16, Portugal dan Spanyol memelopori penjelajahan maritim Eropa ke berbagai belahan alam sekaligus mendirikan wilayah koloni. Iri melihat keberhasilan dan kejayaan yang mereka peroleh, Inggris, Perancis dan Belanda mulai membentuk koloni dan jaringan perdagangan mereka sendiri di Amerika dan Asia.[5] Serangkaian kemenangan dalam peperangan pada 100 tahun ke-17 dan 18 dengan Perancis dan Belanda membuat Inggris (kemudian bernama Britania Raya setelah bersatu dengan Skotlandia pada tahun 1707) memperoleh wilayah-wilayah koloni yang dominan di India dan Amerika Utara. Lepasnya Tiga Belas Koloni Inggris di Amerika Utara pada tahun 1787 setelah peperangan kemerdekaan membuat Inggris kehilangan wilayah koloninya yang paling tua dan paling padat warganya.
Lepasnya Amerika Utara membuat perhatian Inggris beralih ke wilayah-wilayah koloni di Afrika, Asia dan Pasifik. Setelah kekalahan Napoleon Perancis pada tahun 1815, Inggris berkesempatan untuk memperluas imperiumnya ke seantero alam dan dijadikan negara imperialis paling berjaya dan tak tertandingi pada waktu itu. Beberapa wilayah koloninya dijadikan sebagai koloni imigran kulit putih dan beberapa di antaranya dijadikan sebagai wilayah domini.
Kebangkitan Jerman dan Amerika Serikat pada kesudahan 100 tahun ke-19 turut menyebabkan pudarnya kejayaan Inggris. Ketegangan militer dan ekonomi antara Inggris dan Jerman yaitu penyebab utama Peperangan Alam I, ketika Inggris sangat bergantung pada imperiumnya. Peperangan tersebut telah menyebabkan hancurnya sistem keuangan Inggris dan walaupun Inggris masih merupakan negara dengan wilayah yang dijajah terluas setelah Peperangan Alam I, Inggris tidak lagi dijadikan pemimpin perekonomian dan militer di alam. Peperangan Alam II menyebabkan sebagian mulia koloni Inggris di Asia Tenggara diduduki oleh Jepang. Meskipun pada kesudahannya Inggris dan Sekutu berhasil memenangkan Peperangan Alam II, peperangan ini turut berdampak pada bertambah sempitnya wilayah imperium Inggris. Dua tahun setelah peperangan dihabisi, India - koloni Inggris yang paling berguna - memperoleh kemerdekaannya.
Setelah dihabisinya Peperangan Alam II, sebagai akibat dari sikap yang dibuat dekolonisasi negara-negara terjajah, Inggris memberi kemerdekaan pada sebagian mulia koloninya. Proses dekolonisasi ini dihabisi dengan diserahkannya Hong Kong ke tangan Republik Penghuni Cina pada tahun 1997. Empat belas koloni Inggris yang masih tersisa (disebut dengan Wilayah Seberang Laut Britania) tetap telah tersedia di bawah kedaulatan Britania Raya. Setelah kemerdekaan, banyak bekas koloni Inggris yang bergabung dengan Negara-Negara Persemakmuran, yaitu suatu persatuan dengan agenda sukarela yang melibatkan negara-negara berdaulat bangunan atau pernah dijajah oleh Inggris. Enam belas bagian Persemakmuran mengakui Ratu Elizabeth II sebagai Ketua Persemakmuran sekaligus kepala negara.
Awal (1497–1583)
Konsep tentang penjelajahan seberang lautan (dalam pemahaman eksplorasi lautan di luar Eropa dan Kepulauan Britania) sudah dicetuskan kala Inggris dan Skotlandia masih merupakan suatu pemerintahan yang terpisah. Pada tahun 1496, Henry VII dari Inggris ingin mengikuti keberhasilan Spanyol dan Portugis (Portugal) dalam penjelajahan seberang lautan. Ia pengahabisan menugaskan John Cabot memimpin pelayaran untuk menemukan rute menuju Asia melalui Samudera Atlantik Utara.[6] Cabot mulai berlayar pada tahun 1497; lima tahun setelah penemuan benua Amerika oleh Columbus. Meskipun pada kesudahannya ia berhasil berlabuh di pantai Newfoundland, ia mengira kalau ia sudah sampai Asia dan pada kesudahannya tidak berhasil mendirikan koloni.[7] Cabot memimpin pelayaran lain ke Amerika pada tahun berikutnya namun tidak diketahui lagi kabarnya.[8]
Tidak telah tersedia upaya bertambah lanjut untuk mendirikan koloni Inggris di Amerika hingga memasuki masa pemerintahan Elizabeth I pada dekade terakhir 100 tahun ke-16.[9] Telah tersedianya sikap yang dibuat Reformasi Protestan telah membuat Inggris bermusuhan dengan Katolik Spanyol.[6] Pada tahun 1562, Kerajaan Inggris memerintahkan navigator John Hawkins dan Francis Drake untuk menyerang kapal-kapal Spanyol dan Portugis yang melintas di lepas pantai Afrika Barat dengan tujuan untuk melumpuhkan sistem perdagangan di Atlantik.[10] Upaya ini tidak berhasil dan pengahabisan, kala Peperangan Inggris-Spanyol terjadi, Elizabeth I memerintahkan penyerangan terhadap pelabuhan Spanyol di Amerika dan kapal-kapal Spanyol yang melalui Atlantik serta membajak kapal-kapal Spanyol yang sarat dengan harta dari Alam Baru.[11] Pada kala yang sama, penulis yang berpengaruh seperti Richard Hakluyt dan John Dee (yang pertama kali mempergunakan sebutan Imperium Britania) mulai menekan kerajaan supaya segera memulai penjelajahan seberang lautan.[12] Pada kala itu, Spanyol telah menguasai Amerika, Portugis telah mendirikan pos perdagangan dan benteng di pantai Afrika, Brazil dan Cina, sedangkan Perancis sudah sampai Sungai Saint Lawrence dan pengahabisan mendirikan koloni Perancis Baru.[13]
Kolonisasi Irlandia
Meskipun Inggris jauh tertinggal di kesudahan negara-negara Eropa lainnya dalam mendirikan koloni seberang lautan, Inggris telah berhasil menguasai Irlandia pada 100 tahun ke-16.[14][15] Beberapa orang yang mempunyai peran dalam kolonisasi Irlandia ini pengahabisan juga mempunyai peran dalam proses kolonisasi awal di Amerika Utara, kelompok ini pengahabisan dikenal sebagai "para lelaki dari barat".[16]
Imperium Britania pertama (1583–1783)
Pada tahun 1578, Ratu Elizabeth I memerintahkan Humphrey Gilbert untuk memulai penjelajahan seberang lautan.[17] Gilbert pengahabisan berlayar menuju Hindia Barat dengan tujuan untuk membajak kapal-kapal Spanyol dan memulai kolonisasi di Amerika Utara. Namun, ekspedisi ini dihapuskan sebelum sampai Samudera Atlantik.[18][19] Pada tahun 1583, Gilbert melakukan pelayaran kedua. Dalam pelayaran itu, ia berhasil sampai Newfoundland dan mengklaim wilayah itu sebagai koloni Inggris pertama, meskipun pada kala itu pulau itu tidak berpenghuni. Gilbert tidak berhasil kembali ke Inggris, pengahabisan ia diubahkan oleh saudara tirinya, Walter Raleigh, yang diberi mandat oleh Ratu Elizabeth I pada tahun 1584. Raleigh berhasil mendirikan koloni di Roanoke (sekarang North Carolina), namun kurangnya persediaan makanan menyebabkan upaya untuk mendirikan koloni bertambah lanjut gagal diterapkan.[20]
Tahun 1603, Raja James VI dari Skotlandia naik tahta dijadikan raja Inggris dan mengesahkan Traktat London tahun 1604 yang membuat berjeda permusuhan dengan Spanyol. Setelah berdamai dengan saingan utamanya, upaya Inggris terfokus untuk mengambil alih wilayah-wilayah koloni negara lain dan mendirikan koloni seberang lautan sendiri.[21] Imperium Britania mulai terbentuk pada awal 100 tahun ke-17, yang mencakup wilayah-wilayah di Amerika Utara dan pulau-pulau kecil di Karibia serta membentuk kongsi dagang bernama East India Company (EIC) untuk mengelola dan mengendalikan perdagangan di wilayah koloni Inggris. Periode ini hingga terjadinya Peperangan Kemerdekaan Amerika Serikat yang menyebabkan lepasnya Tiga Belas Koloni Inggris di kesudahan 100 tahun ke-18 dinamakan sebagai "Imperium Britania pertama".[22]
Amerika, Afrika dan perdagangan budak
Pada awalnya, Karibia merupakan koloni Inggris yang paling penting dan menguntungkan,[23] namun itu sebelum upaya kolonisasi di beberapa wilayah mengalami kegagalan. Kolonisasi di Guyana pada tahun 1604 hanya berlaku dua tahun, dan gagal sampai tujuan utamanya untuk menemukan tambang emas.[24] Upaya kolonisasi di St. Lucia (1605) dan Grenada (1609) juga tidak berhasil. Namun tidak semua upaya gagal, koloni Inggris di St. Kitts (1624), Barbados (1627) dan Nevis (1628) berhasil dibentuk.[25] Inggris mengadopsi sistem kolonisasi negara-negara lain pengahabisan melakukannya di wilayah-wilayah koloninya. Sistem yang diadopsi itu antara lain upaya Portugis dalam mengembangkan perkebunan gula di Brazil yang bergantung pada tenaga budak serta kebijakan Belanda dalam penjualan budak dan hasil penjualannya pengahabisan dibelikan gula.[26] Untuk memastikan kalau keuntungan tetap di tangan Inggris, Parlemen Inggris pada tahun 1651 memutuskan hanya kapal-kapal Inggris yang boleh melakukan perdagangan di wilayah-wilayah koloninya dan perdagangan dikuasai oleh EIC. Keputusan ini menyebabkan permusuhan dengan Belanda yang mendirikan koloni di bagian timur, kebijakan ini pada kesudahannya bertambah memperkuat jabatan Inggris di Amerika meskipun hal ini merugikan Belanda.[27] Pada tahun 1655, Inggris mencaplok Jamaika dari Spanyol dan pada tahun 1666 berhasil menguasai Bahama.[28]
![](https://kategori-antropologi.pts-ptn.net/_sepakbola/_baca_image.php?td=7&kodegb=220px-British_colonies_1763-76_shepherd1923.jpg)
Peta wilayah koloni Inggris di Amerika Utara periode 1763–1776.
Permukiman permanen pertama para imigran dari Inggris di Amerika didirikan tahun 1607 di Jamestown, Virginia yang diketuai oleh Kapten John Smith dan dikelola oleh perusahaan Inggris bernama Virginia Company. Bermuda dihuni dan diklaim oleh Inggris setelah telah tersedianya kapal dagang yang tenggelam di perairan Bermuda yang mempergunakan bendera Inggris pada tahun 1609, pengahabisan pada tahun 1615, pengelolaan Bermuda diserahkan pada perusahaan Inggris yang baru, Somers Isles Company.[29] Hak Virginia Company dicabut pada tahun 1624 dan pengelolaan Virginia diantarkan kepada kerajaan, yang pengahabisan mendirikan Koloni Virginia.[30] Newfoundland Company didirikan pada tahun 1610 dengan tujuan untuk membuat sebuah permukiman permanen di Newfoundland, namun tidak berhasil.[31] Pada tahun 1620, Inggris membentuk Koloni Plymouth sebagai tempat pembuangan bagi kelompok separatis Protestan di Inggris.[32] Berikutnya, Inggris mulai mendirikan koloni-koloni berdasarkan penganut agama. Tahun 1634, Maryland didirikan sebagai permukiman bagi orang yang menganut Katolik Roma, Rhode Island (1636) didirikan sebagai koloni yang toleran terhadap semua agama dan Connecticut (1639) bagi para penganut Congregationalists. Sedangkan Carolina didirikan pada tahun 1663. Tahun 1664, Inggris menukar Suriname di Amerika Selatan dengan Fort Amsterdam kepada Belanda. Pengalihan ini membuat Inggris menguasai koloni Belanda di Belanda-Baru (sekarang New York).[33] Kemudian, pada tahun 1681, Koloni Pennsylvania didirikan oleh William Penn. Dengan agenda umum, koloni-koloni di Amerika kurang sukses dengan agenda finansial dibandingkan dengan koloni Inggris di Karibia, namun koloni-koloni di Amerika mempunyai iklim yang sama dengan Eropa serta area pertanian yang luas dan subur, hal ini membuat para imigran Inggris bertambah suka menetap di Amerika dibanding koloni-koloni lainnya.[34]
![](https://kategori-antropologi.pts-ptn.net/_sepakbola/_baca_image.php?td=7&kodegb=220px-Tobacco.jpg)
Budak dari Afrika yang dipekerjakan di gudang tembakau di
Virginia pada 100 tahun ke-17.
Pada tahun 1670, Raja Charles II memberikan mandat kepada Hudson's Bay Company untuk memonopoli perdagangan bulu di wilayah bagian utara yang dinamakan Dataran Rupert - hamparan luas wilayah yang nantinya hendak membentuk sebagian mulia Kanada. Benteng dan pos perdagangan didirikan di sana, namun sering diserang oleh Perancis, yang juga melakukan perdagangan bulu di Perancis Baru yang lokasinya berhampiran dengan Dataran Rupert.[35]
Dua tahun pengahabisan, Royal African Company ditugaskan oleh Raja Charles II untuk memonopoli pemasokan budak dari koloni Inggris di Karibia.[36] Sejak awal, perbudakan sudah dijadikan dasar dari Imperium Britania di Hindia Barat. Sampai telah tersedianya kebijakan pembubaran perdagangan budak pada tahun 1807, Inggris bertanggung jawab atas perpindahan sekitar 3,5 juta budak Afrika ke Amerika. Sepertiga dari keseluruhan budak tersebut diangkut melalui Samudera Atlantik.[37] Untuk memfasilitasi perdagangan ini, benteng dan pos-pos pengawasan didirikan di pantai Afrika Barat seperti Pulau James, Accra dan Pulau Bunce. Di Karibia, persentase warga keturunan Afrika meningkat dari 25 persen pada tahun 1650 dijadikan sekitar 80 persen pada tahun 1780. Sedangkan di Tiga Belas Koloni meningkat dari 10 persen dijadikan 40 persen pada periode yang sama (sebagian mulia di koloni-koloni selatan).[38] Perdagangan budak telah berproduksi keuntungan yang mulia bagi Inggris dan dijadikan andalan perekonomian bagi kota-kota di Inggris seperti Bristol dan Liverpool; yang pengahabisan membentuk suatu jalur perdagangan segitiga dengan Afrika dan Amerika. Kondisi kapal yang tidak higienis dalam proses pengangkutan budak serta pekerjaan yang keras dan jam kerja yang panjang mengakibatkan tingkat kematian budak sangat tinggi, rata-rata satu dari tujuh budak meninggal selama pengangkutan maupun selama bekerja.[39]
Pada tahun 1695, Parlemen Skotlandia memberikan mandat kepada Company of Scotland untuk mengkolonisasi Tanah Genting Panama. Namun proses kolonisasi ini tidak berhasil. Penjelajah Skotlandia dikepung oleh kolonis Spanyol di Granada dan terserang wabah malaria. Akibatnya, koloni ini dibiarkan lepas dua tahun pengahabisan. Kegagalan Skotlandia dalam pengkolonisasian Tanah Genting Panama ini (yang dikenal dengan sebutan Bencana Darien) menyebabkan keruntuhan perekonomian Skotlandia sekaligus membuat berjeda harapan Skotlandia untuk membentuk imperium seberang lautan sendiri.[40] Peristiwa ini juga memiliki konsekuensi politik yang mulia, membuat Pemerintah Inggris dan Pemerintah Skotlandia berunding tentang penyatuan kedua negara. Hal ini terjadi pada tahun 1707 dengan disahkannya Akad Kesatuan pembentukan Kerajaan Britania Raya.[41]
Persaingan dengan Belanda di Asia
![](https://kategori-antropologi.pts-ptn.net/_sepakbola/_baca_image.php?td=7&kodegb=200px-Fort_St.jpg)
Fort St. George bangunan di
Madras pada tahun 1639.
Pada kesudahan 100 tahun ke-16, Inggris dan Belanda mulai menentang monopoli Portugis terhadap perdagangan di Asia dengan bekerjasama membentuk kongsi dagang gabungan antara East India Company (EIC) milik Inggris dengan Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) milik Belanda pada tahun 1602. Tujuan utama dari kongsi-kongsi dagang tersebut yaitu untuk menguasai pasar perdagangan rempah-rempah yang menguntungkan, terutama di kawasan Kepulauan Hindia Timur serta wilayah sentral jaringan perdagangan di Asia; India. Pada kesudahannya, Inggris dan Belanda justru bergantian berkompetisi memperebutkan supremasi perdagangan di Asia dari Portugis.[42] Meskipun Inggris pada kesudahannya mampu mengimbangi jabatan Belanda sebagai daya kolonial, dalam waktu singkat sistem keuangan Belanda melesat bertambah maju dibandingkan dengan Inggris.[43] Serangkaian peperangan antara Belanda dengan Inggris pada 100 tahun ke-17 turut memperpanas persaingan mereka di Asia. Permusuhan antara kedua negara ini baru tamat setelah meletusnya Revolusi Mulia pada tahun 1688, yaitu kala William III dari Oranye naik tahta dijadikan raja Inggris dan mengesahkan kesepakatan damai antara Inggris dan Belanda. Kesepakatan itu menerangkan kalau Belanda berhak menguasai perdagangan rempah-rempah di Hindia Timur, sedangkan Inggris mendapatkan industri tekstil di India. Meskipun demikian, industri tekstil perlahan-lahan mulai menyalip perdagangan rempah-rempah Belanda dalam hal keuntungan dan penjualan. Kemudian, pada tahun 1720, kejayaan ekonomi Belanda berhasil disusul oleh Inggris.[43]
Persaingan dengan Perancis
Perdamaian antara Inggris dan Belanda pada tahun 1688 menandakan bahwa kedua negara tersebut hendak memasuki Peperangan Sembilan Tahun sebagai sekutu. Namun peperangan tersebut membuat Belanda harus mencurahkan sebagian mulia dari perhitungan militer mereka untuk kepentingan peperangan, hal ini pada kesudahannya membuat kekuasaan kolonial Inggris bertambah kuat dari Belanda.[44] Pada 100 tahun ke-18, Inggris (kemudian dijadikan Britania Raya setelah bersatu dengan Skotlandia pada tahun 1707) berjaya sebagai daya kolonial paling dominan di alam, dan hanya Perancis yang dijadikan saingan utamanya di ranah imperialisme.[45]
![](https://kategori-antropologi.pts-ptn.net/_sepakbola/_baca_image.php?td=7&kodegb=200px-The_Defeat_of_the_French_Fireships_attacking_the_Briti.jpg)
Kekalahan Perancis dalam Pertempuran Quebec pada tahun 1759.
Setelah kematian Charles II dari Spanyol pada tahun 1700, tahta Spanyol beserta wilayah-wilayah koloninya jatuh ke tangan Philippe dari Anjou, cucu dari Louis XIV dari Perancis. Philippe pengahabisan mencetuskan konsep tentang prospek penyatuan Spanyol dan Perancis beserta wilayah koloninya masing-masing untuk membentuk suatu aliansi kolonial yang hendak mengalahkan Inggris dan tak tertandingi di Eropa.[46] Pada tahun 1701, Inggris, Portugis dan Belanda bergabung dengan Kekaisaran Romawi Suci untuk melawan Spanyol dan Perancis dalam Peperangan Suksesi Spanyol. Peperangan ini dihabisi pada tahun 1713 dengan disahkannya Akad Utrecht,[46] yang menerangkan bahwa Kerajaan Spanyol-Perancis dibagi-bagi dan Inggris mendapatkan bagian terbesar: dari Perancis, Inggris mendapatkan Newfoundland dan Acadia, sedangkan dari Spanyol, Inggris mendapatkan Gibraltar dan Menorca. Gibraltar (yang kala ini masih dimiliki oleh Inggris) dijadikan sebagai pangkalan tingkatan laut penting dan memungkinkan Inggris untuk mengontrol jalur perdagangan Atlantik dari dan ke Mediterania. Menorca dikembalikan kepada Spanyol dalam Akad Amiens pada tahun 1802 setelah dipindah-tangankan sebanyak tiga kali. Spanyol juga menyetujui untuk memberikan hak Asiento, yaitu hak untuk menjual budak-budak di Spanyol-Amerika kepada Inggris.[47]
Peperangan Tujuh Tahun yang meletus pada tahun 1756 dijadikan peperangan pertama yang berlaku dalam skala global. Peperangan ini berlaku di Eropa, India, Amerika Utara, Karibia, Filipina dan pesisir Afrika. Penandatanganan Akad Paris 1763 yang menandai dihabisinya peperangan ini memiliki konsekuensi penting terhadap masa depan Imperium Britania. Di Amerika Utara, kejayaan Perancis dihabisi seiring dengan diserahkannya Dataran Rupert (Kanada) kepada Inggris.[35] Perancis juga harus merelakan Perancis Baru jatuh ke tangan Inggris (meninggalkan sebagian mulia warga berbahasa Perancis yang telah tersedia di bawah kendali Inggris). Sedangkan Spanyol menyerahkan Florida dan Louisiana ke tangan Inggris. Di India, setelah Peperangan Carnatic, Perancis memang masih menguasai India-Perancis, namun dengan telah tersedianya proses membatasi militer dan kewajiban untuk mendukung wilayah-wilayah koloni Inggris, harapan Perancis untuk menguasai India pun dihabisi.[48] Kemenangan Inggris atas Perancis dalam Peperangan Tujuh Tahun menjadikan Inggris sebagai daya maritim paling kuat di alam pada kala itu.[49]
Imperium Britania kedua (1783–1815)
Penguasaan India
Selama 100 tahun pertama pengoperasiannnya, British East India Company (EIC) cuma terfokus pada perdagangan di India, sama sekali tidak terpikir untuk menantang Kesultanan Mughal, yang memberi izin berdagang pada tahun 1617 karena jabatan serta kekuasaannya di India bertambah kuat dari Inggris.[50] Namun hal ini berubah pada 100 tahun ke-18. Ketika Kesultanan Mughal membatasi hak-hak EIC, Inggris dengan EIC nya berjuang menjatuhkan Kekaisaran Mughal - yang ditolong oleh Perancis - dalam Peperangan Carnatic pada periode 1740-an dan 1750-an. Dalam Pertempuran Plassey tahun 1757, Inggris yang diketuai oleh Robert Clive berhasil menaklukkan Mughal beserta sekutu Perancisnya. Kemenangan ini menjadikan Inggris sebagai penguasa serta daya militer dan politik terbesar di India.[51] Selama dekade berikutnya, Inggris dengan agenda bertahap sukses memperluas wilayah teritori yang telah tersedia di bawah kekuasaannya di India, baik dengan menguasainya dengan agenda langsung ataupun melalui penguasa lokal yang telah tersedia di bawah ancaman daya tentara Inggris di India.[52] Kemaharajaan Britania (sebutan untuk Inggris-India) kesudahannya tumbuh dijadikan harta yang paling berguna bagi Imperium Britania, dijuluki "permata dalam mahkota", mencakup wilayah yang bertambah mulia dari Kekaisaran Romawi, India dijadikan koloni yang paling penting bagi daya Inggris, sekaligus membantu mendefinisikan statusnya sebagai imperium terbesar di alam.[53]
Lepasnya Tiga Belas Koloni
Selama periode 1760-an dan 1770-an, hubungan antara Tiga Belas Koloni dan Inggris dijadikan bertambah tegang, terutama karena Undang-Undang Stempel 1765 yang dibawa keluar oleh Parlemen Inggris yang tidak konstitusional. Parlemen Inggris menegaskan bahwa mereka punya hak untuk memberlakukan pajak pada para kolonis.[54] Kolonis mengklaim bahwa karena mereka warga Inggris, perpajakan tanpa perwakilan penghuni diasumsikan ilegal. Kolonis di Tiga Belas Koloni membentuk Kongres Kontinental yang bersatu dan pemerintahan cerminan di setiap koloni serta menyerukan sebutan "tolak pajak tanpa perwakilan penghuni". Pemboikotan kolonis terhadap teh Inggris yang terkena pajak mendorong terjadinya peristiwa Pesta Teh Boston pada tahun 1773. Perselisihan demi perselisihan pada kesudahannya mengakibatkan terjadinya Revolusi Amerika dan pecahnya Peperangan Revolusi pada tahun 1775. Tahun berikutnya, koloni menerangkan kemerdekaan atas Inggris dan dengan bantuan dari Perancis, Tiga Belas Koloni kesudahannya berhasil memenangkan peperangan pada tahun 1783 dan pengahabisan mendirikan Amerika Serikat.[55]
![](https://kategori-antropologi.pts-ptn.net/_sepakbola/_baca_image.php?td=7&kodegb=220px-01____.jpg)
Tewasnya Jenderal Mercer dalam Pertempuran Princeton oleh
John Trumbull. Lepasnya
Tiga Belas Koloni di Amerika Utara menandai dihabisinya Imperium Britania pertama.
Lepasnya koloni-koloni Inggris yang paling padat warganya di Amerika Utara oleh para sejarawan didefenisikan sebagai masa peralihan dari "Imperium Britania pertama" ke "Imperium Britania kedua".[56] Sejak itu, Inggris mengalihkan perhatiannya pada koloni-koloninya yang tersebar di Asia, Pasifik dan Afrika. Tahun 1776, Adam Smith lewat bukunya yang berjudul The Wealth of Nations menerangkan kritik terhadap merkantilisme. Menurut Smith, ekonomi pasar merupakan sumber utama kemajuan, kerja sama, dan kesejahteraan, sementara campur tangan politik dan peraturan pemerintah merupakan hal yang tidak ekonomis, kemunduran, dan mampu menyebabkan konflik.[49][57] Pertumbuhan perdagangan antara Amerika Serikat sebagai negara yang baru lepas dengan Inggris sebagai negara tua sejak tahun 1783 membuktikan teori Smith bahwa kontrol politik tidak diperlukan untuk keberhasilan ekonomi.[58][59] Ketegangan antara kedua negara ini meningkat selama berlakunya Peperangan Napoleon. Inggris berupaya untuk memutuskan hubungan dagang antara Amerika Serikat dengan Perancis. Pada tahun 1812, Amerika Serikat menerangkan peperangan terhadap Inggris, dan kedua negara tersebut bergantian menyerbu. Namun demikian, konflik bertambah lanjut di antara kedua negara itu berhasil dicegah dengan disahkannya Akad Ghent pada tahun 1815.[60]
Serangkaian peristiwa yang terjadi di Amerika Serikat turut mempengaruhi kebijakan Inggris di Kanada.[61] Sekitar 40.000 hingga 100.000 Loyalis yang telah kalah bermigrasi ke Kanada setelah deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat.[62] Kurang bertambah 14.000 Loyalis menetap di sepanjang sungai Saint John dan Saint Croix (sekarang bagian dari Nova Scotia). Namun mereka menganggap kalau lokasinya terlalu jauh dari pusat pemerintahan provinsi di Halifax. Oleh karena itu, Inggris pengahabisan memekarkan New Brunswick dijadikan satu koloni terpisah pada tahun 1784.[63] Undang-Undang Konstitusi tahun 1791 disahkan untuk membagi Kanada aci dua bagian, yaitu Provinsi Kanada Atas (untuk warga berbahasa Inggris) dan Kanada Bawah (untuk warga berbahasa Perancis) dengan tujuan untuk meredakan ketegangan antara komunitas Perancis dan komunitas Inggris di Kanada. Sistem pemerintahan yang diterapkan di Kanada harus berpedoman pada Britania Raya untuk menegaskan otoritas imperialisnya dan segala jenis kontrol pemerintahan yang diasumsikan sebagai penyebab Revolusi Amerika tidak diijinkan.[64]
Penjelajahan Pasifik
![](https://kategori-antropologi.pts-ptn.net/_sepakbola/_baca_image.php?td=7&kodegb=160px-Captainjamescookportrait.jpg)
James Cook, penjelajah Inggris yang menemukan pantai timur di benua selatan baru bernama
Australia.
Sejak tahun 1718, pembuangan orang Inggris ke koloni-koloni di Amerika Utara telah dijadikan suatu susunan hukuman bagi berbagai tindak pidana di Inggris. Ribuan orang buangan diangkut setiap tahunnya melewati Atlantik.[65] Namun setelah lepasnya Tiga Belas Koloni pada tahun 1783, Inggris dipaksa untuk mencari lokasi alternatif sebagai tempat pembuangan baru bagi orang tahanan. Kemudian, Inggris berpaling ke daratan di selatan yang baru ditemukan bernama Australia.[66] Pantai barat Australia sebenarnya telah ditemukan oleh seorang penjelajah Belanda bernama Willem Janszoon pada tahun 1606 yang pengahabisan dinamakannya Belanda Baru, namun tidak telah tersedia usaha bertambah lanjut untuk mendirikan koloni di sana sampai pada tahun 1770, James Cook menemukan pantai timur Australia dalam perjalanannya menuju Samudera Pasifik Selatan. Cook mengklaim benua tersebut atas nama Inggris dan menamakannya New South Wales.[67] Pada tahun 1778, Joseph Banks, seorang mahir botani yang ikut serta dalam pelayaran bersama Cook memberi saran kepada Pemerintah Inggris supaya Australia dijadikan sebagai koloni tahanan yang baru. Selanjutnya, pada tahun 1787, pengiriman perdana para tahanan dari Inggris diterapkan dan sampai di New South Wales pada tahun 1788.[68] Inggris terus mengirim para tahanan ke New South Wales hingga tahun 1840.[69] Seiring perkembangannya, koloni Australia kesudahannya dijadikan koloni yang sangat menguntungkan, terutama karena produksi wol dan tambang emasnya,[70] yang turut didukung oleh telah tersedianya "demam emas" yang sedang berlaku di koloni-koloni Victoria. Hal ini menjadikan Melbourne sebagai kota terkaya di alam pada kala itu,[71] sekaligus kota terbesar kedua (setelah London) dalam Imperium Britania.[72]
Dalam perjalanannya, Cook juga mengunjungi Selandia Baru, yang ditemukan pertama kali pada tahun 1642 oleh penjelajah Belanda bernama Abel Tasman. Cook pengahabisan mengklaim pulau-pulau di Utara dan di Selatan atas nama Kerajaan Inggris pada tahun 1769 dan 1770. Awalnya, interaksi antara Suku Māori; warga asli Selandia Baru dengan orang Eropa terbatas hanya pada transaksi perdagangan. Namun, permukiman bagi orang Eropa makin diperluas selama dekade awal 100 tahun ke-19 dan pos-pos perdagangan banyak didirikan, terutama di Pulau Utara. Pada tahun 1839, perusahaan Inggris bernama New Zealand Company menerangkan rencananya untuk membeli area yang luas dan mendirikan koloni di Selandia Baru. Pada tanggal 6 Februari 1840, William Hobson dan sekitar 40 orang tokoh kebiasaan Māori menandatangani Akad Waitangi.[73] Akad ini diasumsikan sebagai dokumen awal pendirian negara Selandia Baru,[74] namun penafsiran terhadap teks akad versi Inggris dan versi Māori amat berbeda, sehingga tidak telah tersedia kesepakatan pada masalah yang telah disetujui dan terus menerus dijadikan sumber sengketa hingga kala ini.[75][76]
Peperangan dengan Napoleon
Inggris sekali lagi ditantang oleh Perancis di bawah pemerintahan Napoleon Bonaparte. Namun tidak seperti perang-perang sebelumnya, peperangan kali ini bertambah merupakan suatu kontes adicita antar kedua negara.[77] Peperangan ini tidak hanya mengancam jabatan Inggris sebagai pemimpin di kancah imperialisme alam, namun Napoleon mengancam hendak menyerang Inggris sendiri, seperti yang telah diterapkan oleh pasukannya terhadap negara-negara lainnya di Benua Eropa.[78]
Peperangan Napoleon yaitu peperangan pertama yang membuat Inggris benar-benar harus menginvestasikan modal dan sumber daya dalam banyak mulia supaya mampu memenangkan peperangan. Pelabuhan Perancis berhasil diblokade oleh Tingkatan Laut Inggris, yang pengahabisan dijadikan penentu kemenangan Inggris atas armada Perancis-Spanyol dalam Pertempuran Trafalgar pada tahun 1805. Koloni seberang lautan Inggris diserang dan diduduki, termasuk pemberian Belanda, yang dianeksasi oleh Napoleon pada tahun 1810. Perancis kesudahannya berhasil dikalahkan oleh koalisi tentara Eropa pada tahun 1814.[79] Setelah kekalahan Napoleon, Inggris lagi-lagi memperoleh keuntungan mulia dari hasil akad damai: Perancis menyerahkan Kepulauan Ionia, Malta (yang diduduki pada tahun 1797 dan 1798), Mauritius, St. Lucia, dan Tobago. Sedangkan Spanyol menyerahkan Trinidad, Guyana Belanda dan Koloni Cape. Sementara itu Inggris mengembalikan Guadeloupe, Martinique, Guyana Perancis dan Réunion kepada Perancis serta Jawa dan Suriname kepada Belanda.[80]
Pendudukan Hindia-Belanda
Pada tahun 1811, tentara Inggris melancarkan serangan terhadap daerah-daerah yang diduduki oleh Belanda, termasuk Hindia Timur atau yang bertambah dikenal dengan Hindia-Belanda (sekarang Indonesia). Pasukan Inggris tidak mengalami kesulitan menghadapi pasukan Belanda. Selain itu, pasukan Belanda juga mendapat serangan dari pasukan raja-raja di Jawa. Serangan itu menyebabkan Belanda kesudahannya menyerah kepada Inggris.[81] Oleh karena itu, sejak tahun 1811 Hindia Timur dijadikan yang dijajah Inggris dengan kongsi dagang EIC nya yang diketuai oleh Gubernur-Jenderal Lord Minto. Lord Minto pengahabisan mengangkat Thomas Stamford Raffles sebagai pemegang kekuasaan atas Pulau Jawa dengan pangkat Letnan Gubernur Jenderal.[82]
Peristiwa yang terjadi di Eropa pengahabisan turut mempengaruhi kekuasaan Inggris di Hindia Timur. Napoleon berhasil dikalahkan dalam Pertempuran Leipzig. Sebagai dampak dari kekalahan Napoleon itu, pada tahun 1814 Inggris harus mengembalikan semua daerah kekuasaan Belanda yang pernah dikuasainya melalui Akad London. Raffles tidak setuju atas keputusan-keputusan itu.[83] Ia meletakkan jabatannya dan pengahabisan diubahkan oleh Letnan Gubernur Jenderal John Fendall. Pada tahun 1816, Fendall menyerahkan Hindia Timur kembali kepada Belanda.[84]
Pembubaran sistem perbudakan
Di bawah tekanan yang meningkat dari sikap yang dibuat abolisionisme, Pemerintah Inggris mengesahkan Undang-Undang Perdagangan Budak pada tahun 1807 yang menghapuskan perdagangan budak di Imperium Britania. Pada tahun 1808, Sierra Leone ditetapkan sebagai koloni Inggris pertama yang dengan agenda resmi membebaskan semua budak.[85] Undang-Undang Pembubaran Perbudakan disahkan pada tahun 1833 dan tanggal 1 Agustus 1834, sistem perbudakan dengan agenda resmi dihapuskan di segenap koloni Inggris di seluruh alam (kecuali St. Helena, Ceylon dan koloni yang dikelola oleh EIC, meskipun pada kesudahannya pengecualian ini dicabut). Menurut Undang-Undang Pembubaran Perbudakan, para budak diberi kebebasan dan emansipasi penuh setelah "magang" selama 4 sampai 6 tahun.[86]
Era keemasan Imperium Britania (1815–1914)
![](https://kategori-antropologi.pts-ptn.net/_sepakbola/_baca_image.php?td=7&kodegb=320px-British_Empire_1897.jpg)
Imperium Britania pada tahun 1897 ditandai dengan warna merah muda, warna tradisional kekuasaan Imperium Britania pada peta.
Periode antara tahun 1815 sampai 1914 dinamakan oleh beberapa sejarawan sebagai "era keemasan Imperium Britania",[87][88] ketika bertambah dari 10.000.000 mil² (26,000,000 km²) luas wilayah dan sekitar 400 juta warga dijadikan bagian dari Imperium Britania.[89] Kekalahan Napoleon pada tahun 1815 membuat Inggris tidak memiliki saingan yang berarti, kecuali Rusia di Asia Tengah.[90] Dijadikan yang tak terkalahkan di lautan, Inggris pengahabisan menobatkan dirinya sebagai polisi alam, yang pengahabisan dikenal sebagai Pax Britannica.[91] Bersamaan dengan hak kontrol tidak resmi yang dimilikinya, jabatan Inggris yang dominan dalam perdagangan alam berarti bahwa dengan agenda efektif Inggris mampu mengendalikan perekonomian dari banyak negara, seperti Cina, Argentina dan Siam (Thailand). Kondisi ini oleh para sejarawan dinamakan sebagai "imperium informal".[92][93]
Era keemasan Imperium Britania didukung oleh berbagai penemuan teknologi selama masa Revolusi Industri seperti kapal uap dan telegraf. Berbagai teknologi baru yang diciptakan pada paruh kedua 100 tahun ke-19 memungkinkan Inggris untuk mengontrol dan mempertahankan kejayaan Imperiumnya. Pada tahun 1902, koloni-koloni di Imperium Britania mampu bergantian terhubung berkat telah tersedianya penemuan jaringan kabel telegraf yang bernama "All Red Line".[94]
East India Company di Asia
East India Company (EIC) atau Perusahaan Hindia Timur dengan agenda tidak langsung telah ikut mempunyai peran serta dalam mendukung kejayaan Imperium Britania di Asia. Tentara EIC pertama kali bergabung dengan Tingkatan Laut Inggris kala terjadinya Peperangan Tujuh Tahun, dan pengahabisan terus bekerjasama dalam berbagai pertempuran di luar India, di antaranya: pengusiran Napoleon dari Mesir (1799), pengambilalihan Jawa dari Belanda (1811), akuisisi Singapura (1819) dan Malaka (1824) serta pendudukan Birma (1826).[90]
Berawal dari basis di India, sejak tahun 1730 EIC lambat laun mulai melebarkan jalur perdagangannya dengan merambah perdagangan opium (candu) dengan Cina. Perdagangan ini sangat menguntungkan namun ilegal karena dilarang oleh Dinasti Qing sejak tahun 1729. Perdagangan opium ini membantu mengembalikan ketidakseimbangan perdagangan Inggris akibat impor teh yang tidak berproduksi keuntungan di Cina.[95] Pada tahun 1839, sekitar 20.000 peti candu Inggris disita oleh Pemerintah Cina, yang memicu meletusnya Peperangan Candu Pertama. Cina kalah dalam peperangan ini, pengahabisan berdasarkan hasil Akad Nanjing, Hong Kong diserahkan kepada Inggris.[96]
Pada tahun 1857, di India terjadi Pemberontakan Sepoy yang diterapkan oleh prajurit-prajurit India (sepoy) yang telah tersedia di bawah kekuasaan EIC. Pemberontakan ini berkembang dan meluas dijadikan pemberontakan warga di dataran Gangga hulu dan India Tengah dan dihabisi dengan penghentian EIC serta kekuasaan di India dijalankan dengan agenda langsung oleh Pemerintah Kerajaan Inggris.[97] Pemberontakan ini memakan waktu enam bulan sebelum berhasil ditumpas dan memakan banyak korban jiwa dari kedua belah pihak. Setelah pemberontakan berakibat, Monarki Inggris memegang kendali langsung atas India, membawa India memasuki periode dijadikan Negara Kepangeranan (Princely States) Inggris atau yang dikenal sebagai Kemaharajaan Britania (British Raj) dengan seorang gubernur jenderal dituding oleh Pemerintah Inggris untuk membawahi India dan Ratu Victoria dinobatkan sebagai Maharani India. EIC ditiadakan pada tahun berikutnya.[98]
India mengalami serangkaian kegagalan panen serius pada kesudahan 100 tahun ke-19, menyebabkan bencana kelaparan yang meluas ke seantero negeri dan diperkirakan bertambah dari 15 juta orang meninggal akibat kelaparan. EIC telah gagal mengimplementasikan kebijakan dan kontrol yang terkoordinasi untuk menangani kelaparan selama periode kekuasaannya. Hal ini berupaya diganti selama masa Kemaharajaan Britania, sebuah komisi khusus dibentuk untuk mengatasi dan melakukan kebijakan baru dalam pengentasan kelaparan, yang memakan waktu hingga awal 1900-an supaya mampu berproduksi efek.[99]
Persaingan dengan Rusia
Sepanjang 100 tahun ke-19, Inggris dan Rusia bergantian berkompetisi untuk mengisi kekosongan kekuasaan yang dibiarkan lepas olah Utsmaniyah, Persia dan Dinasti Qing. Persaingan di Eurasia ini oleh Arthur Connolly dinamakan sebagai Permainan Mulia (The Great Game).[100] Kekalahan yang diderita oleh Rusia di Persia dan Turki menyembulkan kekhawatiran Inggris hendak ambisi imperialis Rusia untuk menguasai Asia Tengah dan ketakutan hendak telah tersedianya invasi darat Rusia ke India.[101] Pada tahun 1839, Inggris mendahului Rusia dengan menginvasi Afghanistan, yang memicu meletusnya Peperangan Inggris-Afghanistan, namun peperangan ini yaitu bencana bagi Inggris.[80] Kala Rusia menginvasi Balkan pada tahun 1853, kekhawatiran hendak telah tersedianya dominasi Rusia di Mediterania dan Timur Tengah memicu Inggris dan Perancis untuk menyerang Semenanjung Krimea dan melumpuhkan Tingkatan Laut Rusia.[80] Peristiwa ini memicu berkobarnya Peperangan Krimea yang meletus pada tahun 1854-1856 antara Kekaisaran Rusia melawan sekutu yang terdiri dari Inggris, Perancis, Kerajaan Sardinia dan Kesultanan Utsmaniyah. Peperangan ini diasumsikan sebagai peperangan modern pertama dalam sejarah alam, baik dari segi teknik maupun penggunaan senjata,[102] dan merupakan satu-satunya peperangan global yang terjadi antara Inggris dengan imperium lainnya selama masa Pax Britannica. Peperangan ini berhasil dimenangkan dengan gemilang oleh Inggris dan sekutunya.[80] Setelah peperangan berakibat, situasi di Asia Tengah tetap tidak terselesaikan selama dua dekade bertambah. Inggris mencaplok Baluchistan pada tahun 1876 dan Rusia menguasai Kirghizia, Kazakhstan dan Turkmenistan. Untuk sementara waktu, peperangan lain antar kedua negara tersebut memang mampu dijauhi, namun di sisi lain terjadi perebutan supremasi antar kedua belah pihak di Asia Tengah, terutama dalam penyebaran pengaruh dan adicita politiknya masing-masing. Kesepakatan antara Inggris dan Rusia baru benar-benar mampu tercapai setelah ditetapkannya batas-batas kekuasaan kedua negara dalam Akad Inggris-Rusia pada tahun 1907.[103] Lumpuhnya Tingkatan Laut Rusia dalam Pertempuran Port Arthur kala terjadinya Peperangan Rusia-Jepang juga bertambah memperbesar peluang Inggris dalam menguasai Asia.[104]
Dari Cape ke Kairo
Belanda sebenarnya telah mendirikan Koloni Cape di ujung selatan Afrika pada tahun 1652 sebagai pos persinggahan bagi kapal-kapalnya yang sedang dalam perjalanan ke Hindia Timur. Namun Inggris dengan agenda resmi mengakuisisi Koloni Cape pada tahun 1806 - termasuk Bangsa Boer yang berdiam di sana - setelah menguasainya pada tahun 1795 untuk mencegah koloni tersebut jatuh ke tangan Perancis yang pada kala itu berhasil mengalahkan Belanda.[105] Para imigran Inggris mulai berdatangan sejak tahun 1820. Hal ini memicu menyingkirnya ribuan Bangsa Boer yang tidak setuju dengan hukum Inggris ke arah utara dan mendirikan negara republik lepas sendiri (kebanyakan tidak bertahan lama) pada periode 1830-an sampai awal 1840-an.[106] Dalam prosesnya, Bangsa Boer berulang kali bentrok dengan tentara Inggris, yang memiliki agenda sendiri sehubungan dengan ekspansi kolonial di Afrika Selatan dan menguasai permukiman bangsa-bangsa asli Afrika, termasuk Bangsa Sotho dan Bangsa Zulu. Pada kesudahannya, Bangsa Boer berhasil mendirikan dua negara republik baru yang memiliki umur bertambah lama: Republik Afrika Selatan atau Republik Transvaal (1852-1877; 1881-1902) dan Negara Lepas Oranye (1854-1902).[107] Pada tahun 1902 Inggris berhasil menguasai kedua republik tersebut, yang memicu meletusnya Peperangan Boer.[108]
Pada tahun 1869 Terusan Suez yang menghubungkan Laut Tengah dengan Samudra Hindia diretas oleh Napoleon III. Pembukaan terusan ini pada awalnya ditentang oleh Inggris, namun begitu mengetahui nilai strategis dari terusan ini, Inggris langsung berhasrat untuk menguasainya.[109] Pada tahun 1875, Pemerintah Konservatif Benjamin Disraeli membeli 44 persen - sekitar £4 juta (£280 juta pada tahun 2013) - saham penguasa Mesir; Ismail Pasha dalam kepemilikan Terusan Suez. Meskipun proses membeli ini tidak memberikan kontrol langsung atas Terusan Suez, Inggris dengan agenda tidak langsung telah menanamkan pengaruhnya di Mesir. Dengan telah tersedianya kontrol dari Perancis dan Inggris terhadap keuangan Mesir, Mesir pun kesudahannya diduduki penuh oleh Inggris pada tahun 1882.[110] Perancis yang merupakan pemegang saham mayoritas atas Terusan Suez berupaya untuk melemahkan jabatan Inggris,[111] namun kedua negara tersebut pada kesudahannya berhasil sampai suatu persetujuan dengan disahkannya Konvensi Konstantinopel pada tahun 1888 yang memutuskan bahwa Terusan Suez yaitu wilayah netral.[112]
Ketika kegiatan yang dipekerjakan Perancis, Belgia dan Portugis di bagian hulu Sungai Kongo sudah mengancam jabatan Inggris di Afrika, Konferensi Berlin diadakan pada tahun 1884 dan 1885 dengan tujuan untuk mengatur persaingan antar bangsa-bangsa Eropa di Afrika, yang pengahabisan dikenal sebagai “Perebutan Afrika” (dalam artian pendudukan efektif supaya mendapat pengakuan internasional atas klaim teritorial).[113] Perebutan ini berlaku hingga tahun 1890-an, yang menyebabkan Inggris mempertimbangkan kembali keputusannya untuk menarik diri dari Sudan pada tahun 1885. Sekompi pasukan gabungan tentara Inggris dan Mesir berhasil mengalahkan tentara Mahdi pada tahun 1886 dan mencegah usaha Perancis untuk menguasai Fashoda pada tahun 1898. Setelah itu, Sudan diklaim sebagai Kondominium Inggris-Mesir, meskipun pada kenyataannya Sudan merupakan koloni Inggris.[114]
Kemenangan Inggris di Afrika Timur dan Selatan mendorong Cecil Rhodes - pelopor ekspansi Inggris ke Afrika - untuk mendirikan sebuah jalur kereta api dari Cape ke Kairo guna menghubungkan Terusan Suez dengan Afrika bagian selatan yang kaya dengan mineral.[115] Pada tahun 1888, Rhodes beserta perusahaannya yang bernama British South Africa Company mencaplok dan menguasai sebuah wilayah yang pengahabisan dinamakan berdasarkan namanya; Rhodesia.[116]
Perubahan status koloni kulit putih
Sejak 100 tahun ke-18, telah terjadi perbedaan yang nyata antara status koloni Inggris yang dihuni oleh warga berkulit putih dengan koloni yang dihuni oleh warga non-kulit putih. Kala pemikiran "absolutisme tercerahkan" berkembang di Eropa, Inggris didesak untuk mengubah status koloni-koloni kulit putih supaya mengijinkan mereka membentuk pemerintahan sendiri.[117]
![](https://kategori-antropologi.pts-ptn.net/_sepakbola/_baca_image.php?td=7&kodegb=210px-Birth_of_the_Irish_Republic.jpg)
Kelahiran Republik Irlandia oleh Walter Paget.
Langkah koloni kulit putih untuk memperoleh kemerdekaan dari Imperium Britania dimulai dengan telah tersedianya Laporan Durham pada tahun 1839: dua provinsi di Kanada (Kanada Atas dan Kanada Bawah) diusulkan untuk di-unifikasi sebagai solusi atas kerusuhan politik yang kerap terjadi di sana.[118] Unifikasi ini disahkan dalam Undang-Undang Penyatuan pada tahun 1840, yang pengahabisan membentuk Provinsi Kanada. Pemerintahan mandiri pertama kali diantarkan pada Nova Scotia pada tahun 1848, pengahabisan menyusul koloni-koloni Inggris lainnya di Amerika utara. Selanjutnya, dengan diberlakukannya Undang-Undang Konstitusi oleh Parlemen Britania Raya pada tahun 1867, Kanada Atas, Kanada Bawah, New Brunswick dan Nova Scotia disatukan dijadikan Domini Kanada, dengan status sebagai Pemerintahan Konfederasi yang menikmati hak penuh kecuali dalam hal hubungan internasional.[119] Australia dan Selandia Baru juga memperoleh status yang sama setelah tahun 1900. Koloni-koloni di Australia di unifikasi pada tahun 1901 dijadikan Federasi Australia, sedangkan Selandia Baru menyusul setelahnya dengan status sebagai Pemerintahan Domini. Sebutan Pemerintahan Domini sendiri dengan agenda resmi baru dikenalkan dalam Konferensi Kolonial pada tahun 1907 di London untuk menegaskan status Kanada, Australia dan Selandia Baru.[120]
Pada dekade terakhir 100 tahun 19, Inggris dihadapkan pada kampanye politik penghuni Irlandia yang ingin memisahkan diri dari Britania Raya. Irlandia sendiri telah bergabung dengan Inggris (dan bersama Skotlandia pengahabisan membentuk Britania Raya) sejak tahun 1800, setelah meletusnya Pemberontakan Irlandia pada tahun 1798, yang diturutkan dengan bencana kelaparan parah pada periode 1845 sampai 1852. Kemerdekaan Irlandia ini didukung oleh Perdana Menteri Inggris, William Ewart Gladstone, yang menanti bahwa Irlandia mungkin mampu mengikuti jejak Kanada sebagai sebuah Pemerintahan Domini dalam Imperium Britania. Namun Rancangan Undang-Undang (RUU) pembebasan Irlandia ditolak oleh Parlemen Inggris,[121] meskipun RUU ini menawarkan otonomi yang bertambah sedikit bagi Irlandia ketimbang Kanada.[121] Kebanyakan bagian parlemen takut kemerdekaan Irlandia mungkin hendak menimbulkan ancaman keamanan bagi Inggris atau menandai awal pecahnya Imperium Britania.[122] RUU kemerdekaan kedua juga ditolak dengan alasan yang sama.[122] RUU ketiga berhasil disahkan oleh parlemen, namun tidak diproses bertambah lanjut karena pecahnya Peperangan Alam I.[123] Sementara itu di Afrika, pada tahun 1910, Koloni Cape, Natal, Republik Transvaal dan Negara Lepas Oranye bergabung dijadikan Uni Afrika Selatan yang juga diberi status domini.[124]
Peperangan Alam (1914–1945)
Pada pergantian 100 tahun ke-20, kekhawatiran Inggris bahwa mereka tidak lagi mampu mempertahankan kejayaan imperiumnya mulai tumbuh. Jerman meningkat pesat sebagai daya militer dan industri baru di alam dan tampaknya hendak dijadikan lawan yang paling mungkin bagi Inggris dalam peperangan masa depan.[125] Sadar bahwa ia kewalahan di Pasifik dan terancam oleh Tingkatan Laut Jerman,[126] Inggris membentuk aliansi dengan Jepang pada tahun 1902, dan musuh lamanya: Perancis dan Rusia pada tahun 1904 dan 1907.[127]
Peperangan Alam I
Kekhawatiran Inggris terhadap peperangan dengan Jerman terbukti dengan pecahnya Peperangan Alam I. Keputusan Inggris untuk melancarkan peperangan terhadap Jerman dan sekutunya juga melibatkan wilayah-wilayah koloni dan domininya, yang menyediakan tenaga militer, dukungan finansial dan material yang tidak ternilai. Bertambah dari 2,5 juta tentara Inggris diambil dari wilayah-wilayah domininya, serta ribuan sukarelawan yang berasal dari koloni-koloninya.[128] Sebagian mulia koloni seberang lautan Jerman dengan cepat berhasil direbut dan diduduki. Sementara di Pasifik, Australia dan Selandia Baru berhasil mengambil alih Nugini Jerman dan Samoa. Kontribusi Australia, Newfoundland dan Selandia Baru selama Kampanye Gallipoli melawan Kesultanan Utsmaniyah pada tahun 1915 memiliki dampak mulia terhadap semangat kebangsaan dan kecintaan mereka terhadap tanah cairan serta mempunyai peran penting dalam proses transisi Australia dan Selandia Baru dari negara koloni dijadikan negara yang lepas. Negara-negara tersebut terus memperingati peristiwa tewasnya ribuan tentara mereka dalam peperangan ini setiap tahunnya. Kanada juga mengalami hal yang sama kala ikut serta dalam Pertempuran Vimy Ridge pada tahun 1917.[129] Kontribusi penting dari para domini Inggris diakui oleh Perdana Menteri Inggris, David Lloyd George. Pada tahun 1917, ia mengundang semua Perdana Menteri dari wilayah domini Inggris dan pengahabisan membentuk Kabinet Peperangan Imperialis untuk mengkoordinasikan kebijakan militer di Imperium Britania.[130]
Menurut ketentuan Akad Versailles pada tahun 1919, Inggris mendapat jatah terbesar dalam pembagian wilayah sengketa peperangan. Sekitar 1.800.000 mil² (4,700,000 km²) dan 13 juta warga baru ditambahkan ke kekuasaan Imperium Britania.[131] Koloni-koloni Jerman dan Kesultanan Utsmaniyah dibagi-bagikan ke Sekutu sebagaimana keputusan dari Liga Bangsa-Bangsa. Inggris mendapatkan mandat atas Palestina, Transyordania, Irak, sebagian Kamerun dan Togo, serta Tanganyika. Wilayah domini Inggris juga mendapat bagian tersendiri: Afrika Barat Daya (sekarang Namibia) diserahkan kepada Afrika Selatan, Australia memperoleh Nugini Jerman, sedangkan Selandia Baru memperoleh Samoa Barat. Nauru ditetapkan sebagai milik gabungan antara Inggris dan dua domini Pasifik-nya.[132]
Periode antar-perang
Berbagai perubahan yang terjadi pasca Peperangan Alam I, khususnya pertumbuhan Amerika Serikat dan Jepang sebagai daya baru tingkatan laut alam dan munculnya gerakan-gerakan kemerdekaan di India dan Irlandia menyebabkan kebijakan imperial Inggris dikaji ulang.[133] Inggris harus memilih apakah mau bersekutu dengan Jepang atau Amerika Serikat. Pengahabisan Inggris memilih untuk tidak memperpanjang aliansi dengan Jepang dan dengan disahkannya Akad Laut Washington tahun 1922, Inggris dengan agenda resmi menyetujui persekutuan dengan Tingkatan Laut Amerika Serikat.[134] Keputusan ini dijadikan sumber perdebatan di Inggris sepanjang tahun 1930,[135] pemerintahan militer sudah diberlakukan di Jepang dan Jerman dan didukung oleh sedang berlakunya era Depresi Mulia, di khawatirkan Inggris tidak hendak bertahan menghadapi serangan dari kedua negara tersebut.[136] Meskipun isu keamanan imperiumnya dijadikan perhatian serius bagi Inggris, pada kala yang sama imperium juga sangat penting bagi perekonomian Inggris, terutama dalam menghadapi peperangan.[137]
Peperangan Kemerdekaan Irlandia
Peperangan Alam I menyebabkan pelaksanaan Undang-Undang Kemerdekaan Irlandia tertunda dan hasilnya, Irlandia memproklamasikan kemerdekaannya sendiri pada tahun 1919. Sinn Féin, partai pro-kemerdekaan Irlandia, berhasil memenangkan mayoritas suara dalam Pemilihan Umum tahun 1918 dan pengahabisan memproklamasikan kemerdekaan Irlandia. Inggris tidak mengakuinya dan hal ini memicu meletusnya Peperangan Kemerdekaan Irlandia. Para tentara Republik Irlandia dengan agenda bersamaan memulai peperangan gerilya melawan Pemerintahan Inggris.[138] Peperangan ini dihabisi pada tahun 1921 dengan jalan buntu dan berproduksi Akad Inggris-Irlandia. Dua puluh enam county di Irlandia selatan pengahabisan mendirikan Negara Lepas Irlandia, yang pengahabisan ditetapkan sebagai wilayah domini dalam Imperium Britania, yang berdiri sebagai negara lepas namun dengan agenda konstitusional dan kelembagaan masih merupakan bagian dari Kerajaan Britania Raya.[139] Sedangkan enam county di Irlandia Utara memilih untuk tetap dijadikan bagian dari Pemerintahan Britania Raya.[140]
![](https://kategori-antropologi.pts-ptn.net/_sepakbola/_baca_image.php?td=7&kodegb=430px-ImperialConference.jpg)
Raja George V (depan tengah) bersama Perdana Menteri Inggris dan para domininya dalam Konferensi Imperial 1926. Berdiri dari kiri ke kanan : Walter Stanley Monroe (Newfoundland), Gordon Coates (Selandia Baru), Stanley Bruce (Australia), J. B. M. Hertzog (Uni Afrika Selatan), W.T. Cosgrave (Negara Lepas Irlandia). Duduk: Stanley Baldwin (Inggris), Raja George V, William Lyon Mackenzie King (Kanada).
Status koloni di Asia
Perjuangan kemerdekaan yang sama juga berlaku di India kala Undang-Undang Pemerintahan India 1919 gagal dalam memenuhi tuntutan kemerdekaan penghuni India.[141] Kekhawatiran terhadap penyebaran komunis dan campur tangan asing dalam Konspirasi Ghadar menyebabkan disahkannya Undang-Undang Rowlatt.[142] Hal ini menyebabkan ketegangan, terutama di daerah Punjab, tempat ketegangan berubah dijadikan tragedi berdarah pada tahun 1919 yang dikenal dengan peristiwa Pembantaian Amritsar. Di Inggris, peristiwa ini ditonton sebagai tindakan untuk menyelamatkan India dari tindakan anarki, namun banyak juga - termasuk Churchill - yang menganggapnya sebagai tindakan yang tidak berperikemanusiaan.[142] Kondisi terus bergejolak hingga bulan Maret 1922 diturutkan oleh insiden Chauri Chaura dan terus berlaku hingga 25 tahun kedepannya.[143] Pada tahun 1922, Mesir, yang telah dijelaskan sebagai wilayah protektorat Inggris setelah Peperangan Alam I diantarkan kemerdekaan resmi, namun tetap dijadikan negara satelit Inggris sampai tahun 1954. Tentara Inggris tetap ditempatkan di Mesir sampai ditandatanganinya Akad Inggris-Mesir pada tahun 1936[144] yang menyepakati bahwa Inggris hendak menarik tentaranya dari Mesir namun Inggris tetap berhak menguasai dan memiliki Terusan Suez. Sebagai imbalannya, Mesir ditolong untuk bergabung dengan Liga Bangsa-Bangsa.[145] Sementara itu, Irak, wilayah mandat Inggris sejak tahun 1920 yang kaya dengan minyak juga ditolong dijadikan bagian Liga Bangsa-Bangsa setelah diberi kemerdekaan pada tahun 1932.[146]
Kemerdekaan domini
Keinginan para domini untuk meninggalkan diri dari Inggris dilayani dengan diadakannya Konferensi Imperial 1923.[147] Permintaan Inggris atas bantuan militer dalam menghadapi Krisis Chanak pada tahun sebelumnya ditolak oleh Kanada dan Afrika Selatan. Kanada juga menyorongkan pokok Akad Lausanne tahun 1923.[148][149] Setelah telah tersedianya tekanan dari Selandia Baru dan Afrika Selatan, Inggris menyelenggarakan Konferensi Imperial 1926 dan mengeluarkan Deklarasi Balfour, yang menerangkan bahwa "semua domini merupakan komunitas swatantra dalam Britania Raya, sama dalam jabatan, dengan tiadanya yang bertambah rendah antara satu dengan lainnya dalam tiap aspek urusan dalam maupun luar negerinya, meski dipersatukan oleh kesetiaan umum pada Raja, dan dengan agenda lepas terhubung sebagai bagian negara-negara Persemakmuran Britania".[150] Deklarasi ini disahkan dengan agenda hukum dalam Undang-Undang Westminster 1931.[120] Kanada, Australia, Selandia Baru, Uni Afrika Selatan, Negara Lepas Irlandia dan Newfoundland kesudahannya dijadikan negara yang lepas dan memiliki parlemen yang lepas dari kontrol legislatif Inggris. Mereka tidak lagi terikat kepada undang-undang Inggris dan Inggris tidak boleh mengesahkan undang-undang yang berkaitan dengan negara-negara tersebut tanpa mendapat persetujuan mereka.[151] Newfoundland kembali dijadikan koloni Inggris pada tahun 1933 akibat kesulitan keuangan selama masa Depresi Mulia.[152] Sedangkan Irlandia menjauhkan diri dari Inggris dengan mengesahkan konstitusi baru pada tahun 1937 dan berdiri sebagai negara republik serta berupaya meninggalkan diri dari semua pengaruh Inggris.[153]
Peperangan Alam II
Keputusan Inggris dalam menerangkan peperangan terhadap Jerman Nazi pada bulan September 1939 juga mengikutsertakan seluruh koloninya, namun tidak dengan agenda otomatis menyertakan domininya. Australia, Kanada, Selandia Baru dan Afrika Selatan memilih untuk menerangkan peperangan terhadap Jerman, namun Negara Lepas Irlandia memilih untuk tetap netral dengan agenda legal selama peperangan berlaku.[154] Setelah pendudukan Jerman atas Perancis pada tahun 1940, Inggris dan imperiumnya lepas dalam melawan Jerman, sampai masuknya Uni Soviet ke dalam kancah peperangan pada tahun 1941. Perdana Menteri Inggris, Winston Churchill berhasil melobi Presiden Amerika Serikat, Franklin D. Roosevelt supaya mengirimkan bantuan militer bagi Inggris, namun Roosevelt belum siap melibatkan Amerika Serikat dalam peperangan.[155] Pada bulan Agustus 1941, Churchill dan Roosevelt mengadakan perundingan dan menandatangani Piagam Atlantik, yang menerangkan bahwa "hak bagi semua bangsa untuk memilih susunan pemerintahan tempat mereka tinggal harus dihormati" (hak untuk menentukan nasib sendiri). Namun kata-kata ini bermakna ambigu, entah yang dimaksudkan itu tentang penindasan Jerman atas Eropa atau penindasan negara-negara Eropa atas negara-negara lainnya. Pada kesudahannya, kata-kata ini diinterpretasikan dengan agenda berbeda oleh Inggris, Amerika Serikat, dan sikap yang dibuat nasionalisme negara-negara terjajah.[156][157]
Pada bulan Desember 1941, Jepang dengan cita-cita Asia Timur Raya-nya dengan agenda berurutan melancarkan serangan terhadap koloni Inggris di Malaya, Hong Kong dan pangkalan laut Amerika Serikat di Pearl Harbor. Amerika Serikat pun pengahabisan ikut serta dalam peperangan. Reaksi Churchill atas masuknya Amerika Serikat dalam kancah peperangan yaitu bahwa sekarang Inggris yakin hendak kemenangan dan keberlangsungan imperiumnya di masa depan,[158] namun agenda Inggris yang cepat menyerah memberi kesan buruk bagi jabatan dan statusnya sebagai penguasa imperial.[159][160] Jatuhnya Singapura ke tangan Jepang pada tahun 1942 yaitu kekalahan yang paling memalukan bagi Inggris karena Singapura diasumsikan sebagai benteng pertahanan Inggris yang tak tertembus dan setara dengan Gibraltar di Mediterania.[161] Sadar hendak jabatan Inggris yang tidak mampu lagi mempertahankan imperiumnya, Australia dan Selandia Baru yang bertambah terancam oleh Jepang pengahabisan menjalin hubungan yang bertambah ketat dengan Amerika Serikat. Hubungan ini pengahabisan diwujudkan dengan dibawa keluarnya Pakta ANZUS pada tahun 1951 antara Australia, Selandia Baru dan Amerika Serikat tanpa melibatkan Inggris.[156]
Dekolonisasi dan keruntuhan (1945–1997)
Walaupun Inggris dan imperiumnya berhasil memenangkan Peperangan Alam II, efek dari konflik yang terjadi mempengaruhi Inggris baik di dalam maupun luar negeri. Hampir keseluruhan kejayaan negara-negara Eropa - benua yang mendominasi alam selama beratus-ratus tahun lamanya - telah tersedia di ambang keruntuhan, diubahkan oleh Amerika Serikat dan Uni Soviet yang tumbuh sebagai daya global baru. Inggris sendiri terpuruk dan mengalami kebangkrutan, dan baru mampu diselamatkan setelah mendapat pinjaman sebesar $3,5 miliar dari Amerika Serikat; negara adidaya baru yang dahulu pernah dijadikan koloninya.[162] Pinjaman itu sendiri baru berhasil dilunasi oleh Inggris pada tahun 2006.[163]
Pada kala yang sama, sikap yang dibuat anti-kolonial berkembang di negara-negara koloni Eropa. Situasi ini makin diperumit seiring berlakunya Peperangan Dingin antara Amerika Serikat dan Uni Soviet. Pada prinsipnya, kedua negara tersebut sama-sama menentang kolonialisme Eropa, namun pada kenyataannya sentimen anti-komunis bertambah diutamakan ketimbang anti-imperialis sehingga Amerika Serikat tetap mendukung keberlangsungan Imperium Britania.[164]
Sebutan "angin perubahan yang berhembus di negara-negara koloni Inggris" berarti bahwa kejayaan Imperium Britania sudah telah tersedia di ambang keruntuhan. Inggris mulai mempergunakan agenda aman untuk menghadapi keruntuhannya, yaitu dengan memberikan kemerdekaan pada satu-persatu negara koloninya jika mereka sudah stabil serta tidak condong pada paham komunis. Agenda ini berbeda dengan negara-negara Eropa lain seperti Perancis, Belanda dan Portugal, yang mengobarkan peperangan berbiaya mahal untuk tetap mempertahankan koloninya namun pada kesudahannya gagal menjaga keutuhan imperium mereka. Antara periode 1945 sampai 1965, banyak warga yang telah tersedia di bawah kekuasaan Inggris (di luar Britania Raya) merosot dari angka 700 juta ke angka 5 juta, dan 3 juta di antaranya telah tersedia di Hong Kong.[165]
Awal kemunduran
Kemerdekaan India
Partai Buruh yang pro-dekolonisasi berhasil memenangkan Pemilihan Umum Inggris 1945. Clement Attlee, pemimpin Partai Buruh yang terpilih sebagai Perdana Menteri Inggris segera beraksi cepat untuk membereskan isu penting negara yaitu kemerdekaan India.[166] Dua organisasi sikap yang dibuat kemerdekaan India; Kongres Nasional India dan Liga Muslim India telah mengampanyekan kemerdekaan India berdekade-dekade lamanya, namun tidak menemui kesepakatan soal bagaimana pelaksanaannya. Kongres menginginkan India yang bersatu namun Liga menginginkan negara yang terpisah bagi warga Muslim karena takut hendak telah tersedianya dominasi oleh mayoritas Hindu. Meningkatnya kerusuhan sipil dan pemberontakan dari Tingkatan Laut India pada tahun 1946 membuat Attlee menjanjikan kemerdekaan bagi India paling lambat tahun 1948. Namun situasi yang makin mendesak dan ancaman hendak telah tersedianya peperangan sipil membuat Louis Mountbatten; Maharaja India yang baru dilantik (sekaligus yang terakhir) memproklamirkan kemerdekaan India bertambah awal pada tanggal 15 Agustus 1947.[167] Perbatasan yang dibuat oleh Inggris untuk membagi India ke dalam kawasan untuk warga Hindu dan Islam tidak menghiraukan nasib berpuluh-puluh juta minoritas di India dan Pakistan.[168] Akibatnya, jutaan Muslim pengahabisan menyeberang dari India ke Pakistan dan Hindu ke arah sebaliknya, dan bentrokan yang terjadi antar dua komunitas tersebut menyebabkan bertambah dari dua ratus ribu nyawa melayang. Srilanka dan Myanmar, yang merupakan bagian dari Kemaharajaan Britania, memperoleh kemerdekaan pada tahun 1948. India, Pakistan dan Srilanka pengahabisan bergabung dijadikan bagian Negara-Negara Persemakmuran, namun Myanmar memilih untuk tidak bergabung.[169]
Status Palestina
Mandat Inggris atas Palestina, tempat mayoritas Arab tinggal berdampingan bersama minoritas Yahudi juga menimbulkan masalah yang sama dengan India.[170] Hal tersebut makin dipersulit dengan sejumlah mulia pengungsi Yahudi yang menginginkan tempat tinggal di Palestina setelah peristiwa Holocaust, sementara komunitas Arab menentang pembentukan negara Yahudi. Frustrasi atas kerumitan masalah tersebut dan diserang oleh organisasi paramiliter Yahudi serta meningkatnya biaya untuk mempertahankan militernya di Palestina, Inggris mengumumkan pada tahun 1947 untuk menarik diri atas kasus Palestina dan menyerahkan perkara tersebut pada Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk diselesaikan.[171] Majelis Umum PBB pengahabisan menyikapinya dengan Rencana Pembagian Palestina dijadikan dua bagian, yaitu negara Arab dan negara Yahudi.[172]
Kemerdekaan Malaya
Setelah kekalahan Jepang dalam Peperangan Alam II, kedatangan sikap yang dibuat perlawanan anti-Jepang di Malaya (Melayu) mengalihkan perhatian warga Malaya dari Inggris, yang dengan cepat menguasai kembali kendali atas koloni Malaya, terutama karena menilai wilayah itu sebagai sumber karet dan timah.[173] Fakta bahwa sikap yang dibuat gerilya yang terjadi di Malaya sebagian mulia didukung oleh komunis Melayu-Tionghoa menandakan bahwa upaya Inggris untuk memadamkan pemberontakan itu didukung oleh mayoritas Melayu-Muslim, dengan pemahaman bahwa setelah pemberontakan itu berhasil dipadamkan, kemerdekaan Malaya hendak dikabulkan.[173] Kedaruratan Malaya diberlakukan dari tahun 1948 sampai tahun 1960. Namun pada tahun 1957, Inggris sudah merasa cukup percaya diri untuk memberikan kemerdekaan pada Federasi Malaya. Pada tahun 1963, 11 negara bagian Federasi Malaya bersama-sama dengan Singapura, Sarawak dan Borneo Utara bergabung untuk membentuk Malaysia. Namun pada tahun 1965, Singapura yang didominasi oleh komunitas Tionghoa keluar dari federasi menyusul ketegangan antara komunitas Melayu dan Tionghoa. Brunei, yang dijadikan protektorat Inggris sejak tahun 1888 menyorongkan untuk bergabung dengan federasi dan mempertahankan statusnya sampai memperoleh kemerdekaan pada tahun 1984.[173]
Krisis Suez dan dampaknya
![](https://kategori-antropologi.pts-ptn.net/_sepakbola/_baca_image.php?td=7&kodegb=170px-Eden_Anthony.jpg)
Anthony Eden.
Pada tahun 1951, Partai Konservatif kembali berkuasa di Inggris di bawah kepemimpinan Winston Churchill. Churchill dan Konservatif percaya bahwa jabatan Inggris sebagai daya alam bergantung pada keberlangsungan imperiumnya, dan hal ini dipilihkan oleh Terusan Suez yang memungkinkan Inggris untuk mempertahankan jabatan unggulnya di Timur Tengah meskipun sudah kehilangan India. Namun Churchill tidak mampu meremehkan Pemerintahan Revolusioner baru bentukan Gamal Abdul Nasser di Mesir yang meraih kekuasaan pada tahun 1952 dan berupaya mengusir Inggris dari Mesir. Pada tahun berikutnya, disepakati bahwa pasukan Inggris hendak menarik diri dari Terusan Suez dan nasib Sudan hendak dipilihkan pada tahun 1955.[174] Sudan pengahabisan diberi kemerdekaan pada tanggal 1 Januari 1956.
Bulan Juli 1956, Nasser dengan agenda sepihak menasionalisasi Terusan Suez. Perdana Menteri Inggris yang baru, Anthony Eden, menanggapinya dengan membuat kesepakatan bersama Perancis untuk mengatur serangan dari Israel ke Mesir yang pengahabisan hendak memberi alasan bagi Inggris dan Perancis untuk campur tangan dan menguasai kembali Terusan Suez.[175] Tindakan Eden yang tidak berharap petuah dari sekutunya, Amerika Serikat, menyebabkan Presiden AS, Dwight D. Eisenhower marah dan menyorongkan mendukung invasi tersebut.[176] Eisenhower juga mencemaskan kemungkinan peperangan dengan Uni Soviet setelah Nikita Khrushchev menerangkan dukungannya pada Mesir. Eisenhower melakukan opsi keuangan dengan mengancam hendak menjual cadangan AS dalam poundsterling dan dengan demikian hendak memicu kejatuhan mata uang Inggris. Walaupun invasi militer tersebut berhasil menguasai kembali Terusan Suez,[177] telah tersedianya campur tangan PBB dan tekanan dari Amerika Serikat memaksa Inggris untuk menarik pasukannya dengan memalukan dari Terusan Suez dan diturutkan dengan pengunduran diri Eden pada tahun 1957.[178][179]
Krisis Suez ini sangat terpublikasi dan dengan sendirinya memperlihatkan kelemahan Inggris kepada alam dan menandakan kemerosotan kekuasaannya di pentas alam. Krisis Suez juga menunjukkan kalau Inggris tidak boleh beraksi tanpa persetujuan atau dukungan dari Amerika Serikat.[180][181][182] Peristiwa Suez ini membuat Inggris "terluka" dengan agenda nasional. Seorang bagian Parlemen Inggris menggambarkannya sebagai peristiwa "Waterloo Britania",[183] dan menerangkan kalau Inggris sudah dijadikan "satelit Amerika Serikat".[184] Margaret Thatcher pengahabisan mendeskripsikan pola pikir yang menimpa pendirian politik Inggris sebagai "sindrom Suez", sejak Inggris yang terpuruk sampai berhasil menguasai kembali Kepulauan Falkland dari Argentina pada tahun 1982.[185]
Krisis Suez memang menyebabkan daya Inggris di Timur Tengah melemah, namun imperiumnya tidak runtuh.[186] Inggris mengatur kembali pengiriman pasukannya ke Timur Tengah dengan intervensi di Oman (1957), Yordania (1958) dan Kuwait (1961), dan pastinya dengan persetujuan dari Amerika Serikat,[187] yang dijadikan kebijakan luar negeri Perdana Menteri Inggris yang baru, Harold Macmillan, untuk tetap kuat bersekutu dengan Amerika Serikat.[183] Inggris mempertahankan kehadirannya di Timur Tengah selama satu dekade berikutnya dan baru menarik diri dari Aden pada tahun 1967 dan dari Bahrain tahun 1971.[188]
Angin perubahan
Perdana Menteri Inggris yang baru, Harold Macmillan, berpidato di Cape Town, Afrika Selatan pada bulan Februari 1960, ketika dia mengucapkan tentang "angin perubahan yang bertiup di benua ini."[189] Macmillan ingin menghindari peperangan kolonial seperti yang dihadapi oleh Perancis di Aljazair, dan menjanjikan bahwa di bawah pemerintahannya, proses dekolonisasi hendak berjalan dengan cepat.[190] Banyak koloni Inggris yang diberinya kemerdekaan pada tahun 1950-an dan 1960-an termasuk Sudan, Pantai Emas (sekarang Ghana) dan Malaysia.[191]
Koloni Inggris yang tersisa di Afrika, kecuali Rhodesia Selatan, semuanya diantarkan kemerdekaan pada tahun 1968. Penarikan pasukan Inggris dari bagian selatan dan timur Afrika bukanlah proses yang damai. Kemerdekaan Kenya didahului oleh pemberontakan delapan tahun Mau Mau. Di Rhodesia, deklarasi kemerdekaan sepihak tahun 1965 oleh minoritas kulit putih menyebabkan peperangan saudara antara warga kulit hitam dan kulit putih yang berlaku hingga disahkannya Akad Lancaster tahun 1979 yang meletakkan Rhodesia di bawah kuasa Inggris. Pemilihan umum yang diadakan pada tahun berikutnya dimenangi oleh Robert Mugabe yang pengahabisan dijadikan Perdana Menteri bagi negara lepas yang kini bernama Zimbabwe.[192]
Di Mediterania, peperangan gerilya oleh warga Siprus-Yunani dihabisi pada tahun 1960 dengan pembentukan negara lepas Siprus, namun Inggris tetap mempertahankan pangkalan-pangkalan militernya di Akrotiri dan Dhekelia. Sedangkan Malta dan Gozo diantarkan kemerdekaan pada tahun 1964.[193]
Sebagian mulia koloni Inggris di Hindia Barat memperoleh kemerdekaan setelah keluarnya Jamaika dan Trinidad dari Federasi Hindia Barat pada tahun 1961 dan 1962. Pada awalnya Federasi Hindia Barat didirikan pada tahun 1958 dalam upaya untuk menyatukan koloni-koloni Inggris di Karibia di bawah satu pemerintahan, namun federasi ini ditiadakan setelah kehilangan dua bagian terbesarnya.[194] Barbados memperoleh kemerdekaan pada tahun 1966 dan pulau-pulau lain di Karibia menyusul pada tahun 1970-an dan 1980-an.[194] Namun Anguilla dan Kepulauan Turks & Caicos memilih untuk kembali ke Pemerintahan Inggris dalam perjalanan menuju kemerdekaannya.[195] Kepulauan Virgin Inggris,[196] Kepulauan Cayman dan Montserrat juga memilih untuk tetap bersama Inggris.[197] Guyana sampai kemerdekaan pada tahun 1966. Koloni terakhir Inggris di daratan Amerika, Inggris-Honduras, dijadikan koloni berpemerintahan sendiri pada tahun 1964 dan dinamai Belize pada tahun 1973, sebelum sampai kemerdekaan penuh pada tahun 1981. Perselisihan antara Belize dengan Guatemala tentang klaim atas Belize yang tersisa masih belum terselesaikan hingga kala ini.[198]
Teritori Inggris di Pasifik memperoleh kemerdekaan pada tahun 1970 (Fiji) dan 1980 (Vanuatu). Proses pemberian kemerdekaan setelah itu mengalami penundaan karena telah tersedianya konflik politik antara warga yang berbahasa Inggris dengan warga yang berbahasa Perancis.[199] Fiji, Tuvalu, Kepulauan Solomon dan Papua Nugini memilih untuk dijadikan bagian Negara-Negara Persemakmuran setelah lepas.
Kesudahan Imperium Britania
Pemberian kemerdekaan kepada Rhodesia (sebagai Zimbabwe), Hebrides Baru (sebagai Vanuatu) pada tahun 1980, dan Belize pada tahun 1981 menandakan bahwa selain pulau-pulau kecil yang bertaburan, proses dekolonisasi koloni-koloni Inggris yang dimulai setelah Peperangan Alam II sudah mandek. Namun pada tahun 1982, tekad Inggris untuk mempertahankan wilayah seberang lautannya yang tersisa diuji ketika Argentina menyerang Kepulauan Falkland, yang dinamakannya sebagai klaim atas "warisan" dari Imperium Spanyol yang gagal pada tahun 1810.[200] Inggris merespon dengan mengerahkan pasukan militernya untuk menguasai kembali pulau-pulau tersebut dan pengahabisan memicu meletusnya Peperangan Falkland. Inggris berhasil mempertahankan Kepulauan Falkland dari Argentina. Kemenangan ini dipandang oleh banyak pihak telah memberikan kontribusi dalam mengembalikan status Inggris sebagai daya alam.[201] Sementara itu pada tahun yang sama, Kanada memutuskan untuk tidak lagi melibatkan Inggris dalam urusan konstitusionalnya.[202] Tindakan serupa juga diterapkan oleh Australia dan Selandia Baru pada tahun 1986.[203]
Pada bulan September 1982, Perdana Menteri Margaret Thatcher berkunjung ke Beijing untuk berunding dengan Pemerintah RRC tentang masa depan Hong Kong yang pada kala itu merupakan koloni seberang laut terakhir Inggris yang paling utama dan paling padat warganya.[204] Menurut ketentuan Akad Nanking 1842, Pulau Hong Kong diantarkan "selama-lamanya" kepada Inggris namun mayoritas koloni itu dibentuk oleh Teritori Baru yang diperoleh dalam sewa selama 99 tahun sejak tahun 1898 dan hendak dihabisi pada tahun 1997.[205][206] Thatcher awalnya hati-hati untuk mempertahankan Hong Kong di bawah Pemerintahan Inggris tetapi telah tersedia di bawah kedaulatan Cina, namun hal ini ditolak oleh Pemerintah Cina.[207] Sebuah kesepakatan kesudahannya berhasil dicapai pada tahun 1984 dengan ditandatanganinya Deklarasi Bersama Cina-Britania; Hong Kong ditetapkan sebagai Daerah Administratif Khusus Republik Penghuni Cina yang diizinkan untuk mempertahankan gaya hidupnya sekurang-kurangnya 50 tahun.[208] Upacara Penyerahan Hong Kong pada tahun 1997 ditandai oleh banyak orang, termasuk Pangeran Charles,[209] sebagai "akhir dari Imperium Britania".[202][210]
Peninggalan
Inggris mempertahankan kedaulatannya atas 14 teritori di luar Kepulauan Britania, yang pengahabisan berubah nama dijadikan Wilayah Seberang Laut Britania pada tahun 2002.[211] Beberapa dari teritori tersebut tidak berpenghuni kecuali untuk tujuan militer atau penelitian ilmiah sementara, sedangkan sisanya berupa pemerintahan sendiri yang bergantung pada Inggris dalam hal hubungan luar negeri dan pertahanan. Pemerintah Inggris telah menerangkan kesediaannya untuk membantu setiap Wilayah Seberang Lautnya yang ingin memperoleh kemerdekaan.[212] Beberapa Wilayah Seberang Laut Inggris tidak diakui oleh tetangga geografis mereka: Gibraltar diklaim oleh Spanyol, Kepulauan Falkland dan Georgia Selatan dan Kepulauan Sandwich Selatan diklaim oleh Argentina, sedangkan Wilayah Samudera Hindia Inggris diklaim oleh Mauritius dan Seychelles.[213] Teritori Antartika Inggris dengan agenda bersamaan diklaim oleh Argentina dan Chili, sementara sebagian mulia negara tidak mengakui klaim teritorial Inggris atas Antartika.[214]
![](https://kategori-antropologi.pts-ptn.net/_sepakbola/_baca_image.php?td=7&kodegb=220px-Anglospeak.jpg)
Persebaran negara-negara penutur
bahasa Inggris:
██ Bahasa Inggris merupakan bahasa resmi dan bahasa nasional ██ Bahasa Inggris merupakan bahasa resmi tetapi bukan bahasa utamaSebagian mulia negara-negara bekas koloni Inggris yaitu bagian Negara-Negara Persemakmuran, yaitu suatu organisasi non-politik yang sifatnya sukarela. Lima belas bagian yang tergabung dalam Wilayah Persemakmuran berbagi kepala negara dengan Inggris.[215]
Selama beratus-ratus tahun, Pemerintah Inggris dan imigrannya telah pergi dari jejaknya pada negara-negara lepas yang muncul dari Imperium Britania. Pengaruh yang paling mulia terlihat dalam penyebaran bahasa Inggris di berbagai wilayah di seantero alam. Kala ini bahasa Inggris merupakan bahasa utama bagi bertambah dari 400 juta warga di alam dan dituturkan oleh sekitar satu setengah miliar orang sebagai bahasa pertama, kedua atau bahasa internasional.[216] Penyebaran bahasa Inggris sejak paruh kedua 100 tahun ke-20 juga turut ditolong oleh pengaruh budaya Amerika Serikat, yang awalnya juga terbentuk dari koloni Inggris. Dalam sistem pemerintahan, dengan pengecualian di hampir semua bekas koloni Inggris di Afrika yang sekarang telah mengadopsi sistem presidensial, sistem parlementer Inggris telah dijadikan model umum bagi negara-negara bekas koloni Inggris, demikian juga sistem hukum Inggris.[217] Komisi Yudisial Dewan Privi juga masih berfungsi sebagai pengadilan tertinggi di beberapa bekas koloni Inggris di Karibia dan Pasifik. Tentara dan Pegawai Negeri Sipil Inggris selama masa kolonisasi juga turut menyebarkan dan membentuk Komuni Anglikan di seluruh benua. Arsitektur kolonial Inggris seperti gereja, stasiun kereta api dan yang dibangun pemerintah masih berdiri kokoh di banyak kota yang pernah dijadikan bagian dari Imperium Britania.[218] Cabang-cabang olahraga yang berasal dari Inggris, khususnya sepak bola, kriket, tenis dan golf, turut serta dilakukan ekspor.[219] Penggunaan sistem pengukuran dan sistem imperial Inggris terus digunakan di beberapa negara yang diadopsi dalam berbagai agenda. Konvensi mengemudi di sisi kiri jalan juga masih dipertahankan oleh sebagian mulia negara-negara bekas Imperium Britania.[220]
Batas-batas politik yang diciptakan oleh Inggris tidak selalu mencerminkan kehomogenan etnis atau agama, justru seringkali memberikan kontribusi bagi konflik di daerah-daerah yang pernah dijadikan koloni Inggris. Imperium Britania juga bertanggung jawab atas migrasi jutaan warga dari Kepulauan Britania (terutama Inggris dan Irlandia) ke Amerika Serikat, Kanada, Australia dan Selandia Baru. Para imigran ini dengan agenda perlahan-lahan menanggalkan identitas ke-Inggris-an mereka setelah terbentuknya negara baru. Imigrasi besar-besaran selama masa kejayaan Imperium Britania seringkali menyebabkan ketegangan antar etnis dan bertambah tersingkirnya minoritas asli di wilayah koloni seperti Aborigin di Australia, Indian di Amerika Utara dan sebagainya. Jutaan jiwa bermigrasi dari dan ke wilayah-wilayah koloni Inggris. Sejumlah mulia orang India beremigrasi ke bagian lain dari imperium, seperti Malaysia dan Fiji. Emigrasi warga Tionghoa, terutama dari Cina Selatan menyebabkan terbentuknya mayoritas Tionghoa di Singapura dan minoritas Tionghoa di Karibia. Sementara itu, komposisi warga Inggris sendiri berubah setelah terjadinya Peperangan Alam II, yaitu terjadi gelombang migrasi besar-besaran dari negara-negara koloni ke Kepulauan Britania.[221]
Di Indonesia, meski masa kekuasaannya singkat, Imperium Britania juga turut mewariskan beberapa pengaruh dan peninggalannya. Kala Raffles berkuasa, ia membagi Pulau Jawa dijadikan 16 karesidenan, dengan tujuan untuk mempermudah pemerintah melakukan pengawasan terhadap daerah-daerah yang dikuasainya. Sistem karesidenan ini tetap dipakai sampai tahun 1964. Raffles juga membentuk susunan baru dalam pengadilan yang didasarkan pada pengadilan Inggris. Selain itu, Raffles juga tertarik kepada sejarah, kebudayaan dan kesenian Jawa. Ketertarikannya ini diwujudkan dalam sebuah buku karangannya tentang sejarah Jawa yang berjudul History of Java. Warisan Raffles lainnya yaitu sebuah kebun di Paleis Buitenzorg (Istana Bogor), yang merupakan tempat kediaman Raffles di Indonesia (saat itu bernama Hindia-Belanda). Berawal dari dari kebun istana ini, Raffles menanti untuk mengumpulkan bermacam- jenis tanaman yang telah tersedia di Indonesia hingga kesudahannya kelak membuat Kebun Raya Bogor.[222]
Lihat pula
Referensi
Catatan kaki
- ^ Ferguson, Niall (2004). Empire, The rise and demise of the British world order and the lessons for global power. Basic Books. ISBN 0-465-02328-2.
- ^ Maddison 2001, hal. 98, 242.
- ^ Ferguson 2004, hal. 15.
- ^ Elkins2005, hal. 5.
- ^ Ferguson 2004, hal. 2.
- ^ a b Ferguson 2004, hal. 3.
- ^ Andrews 1985, hal. 45.
- ^ Ferguson 2004, hal. 4.
- ^ Canny, hal. 35.
- ^ Thomas, hal. 155–158
- ^ Ferguson 2004, hal. 7.
- ^ Canny, hal. 62.
- ^ Lloyd, hal. 4–8.
- ^ Canny, hal. 7.
- ^ Kenny, hal. 5.
- ^ Taylor, hal. 119,123.
- ^ Andrews, hal. 187.
- ^ Andrews, hal. 188.
- ^ Canny, hal. 63.
- ^ Canny, hal. 63–64.
- ^ Canny, hal. 70.
- ^ Canny, hal. 34.
- ^ James, hal. 17.
- ^ Canny, hal. 71.
- ^ Canny, hal. 221.
- ^ Lloyd, hal. 22–23.
- ^ Lloyd, hal. 32.
- ^ Lloyd, hal. 33, 43.
- ^ Lloyd, hal. 15–20.
- ^ Andrews, hal. 316, 324–326.
- ^ Andrews, hal. 20–22.
- ^ James, hal. 8.
- ^ Lloyd, hal. 40.
- ^ Ferguson 2004, hal. 72–73.
- ^ a b Buckner, hal. 25.
- ^ Lloyd, hal. 37.
- ^ Ferguson 2004, hal. 62.
- ^ Canny, hal. 228.
- ^ Marshall, hal. 440–64.
- ^ Magnusson, hal. 531.
- ^ Macaulay, hal. 509.
- ^ Lloyd, hal. 13.
- ^ a b Ferguson 2004, hal. 19.
- ^ Canny, hal. 441.
- ^ Pagden, hal. 90.
- ^ a b Shennan, hal. 11–17.
- ^ James, hal. 58.
- ^ Bandyopādhyāẏa, hal. 49–52
- ^ a b Pagden, hal. 91.
- ^ Canny, hal. 93.
- ^ Smith, hal. 17.
- ^ Smith, hal. 18–19.
- ^ Brown, hal. 5.
- ^ Ferguson 2004, hal. 84.
- ^ Ferguson 2004, hal. 90.
- ^ Canny, hal. 92.
- ^ James, hal. 120.
- ^ James, hal. 119.
- ^ Marshall, hal. 585.
- ^ Latimer, hal. 8, 30–34, 389–92.
- ^ Zolberg, hal. 496.
- ^ Games, hal. 46–48.
- ^ Kelley & Trebilcock, hal. 43.
- ^ Smith, hal. 28.
- ^ Smith, hal. 20.
- ^ Smith, hal. 20–21.
- ^ Peters, hal. 5–23.
- ^ James, hal. 142.
- ^ Brittain and the Dominions, hal. 159.
- ^ Fieldhouse, hal. 145–149
- ^ Cervero, Robert B. (1998). The Transit Metropolis: A Global Inquiry. Chicago: Island Press. hlm. 320. ISBN 1-55963-591-6.
- ^ Statesmen's Year Book 1889
- ^ Smith, hal. 45.
- ^ "Waitangi Day". History Group, New Zealand Ministry for Culture and Heritage. Diakses 13 December 2008.
- ^ Mein Smith, hal. 49.
- ^ Porter, hal. 579.
- ^ James, hal. 152.
- ^ James, hal. 161.
- ^ Lloyd, hal. 115–118.
- ^ a b c d James, hal. 165.
- ^ Sutrisno, Sulastin (2001). Dari lima penindasan menuju abad kemerdekaan. Indira.
- ^ Notosusanto, Nugroho (1994). Sejarah nasional Indonesia I. Depdikbud.
- ^ Sutrisno, hal. 46.
- ^ Notosusanto, hal. 34.
- ^ Porter, hal. 14.
- ^ Hinks, hal. 129.
- ^ Hyam, hal. 1.
- ^ Smith, hal. 71.
- ^ Parsons, hal. 3.
- ^ a b Porter, hal. 401.
- ^ Porter, hal. 332.
- ^ Porter, hal. 8.
- ^ Marshall, hal. 156–57.
- ^ Dalziel, hal. 88–91.
- ^ Martin, hal. 146–148.
- ^ Janin, hal. 28.
- ^ Parsons, hal. 44–46.
- ^ Smith, hal. 50–57.
- ^ Marshall, hal. 133–34.
- ^ Hopkirk, hal. 1–12.
- ^ James, hal. 181.
- ^ Royle, preface.
- ^ Williams, Beryl J. (1966). "The Strategic Background to the Anglo-Russian Entente of August 1907". The Historical Journal 9 (03): 360–373. doi:10.1017/S0018246X00026698. JSTOR 2637986.
- ^ Hodge, hal. 47.
- ^ Smith, hal. 85.
- ^ Smith, hal. 85–86.
- ^ Lloyd, hal. 168, 186, 243.
- ^ Lloyd, hal. 255.
- ^ Tilby, hal. 256.
- ^ Ferguson 2004, hal. 230–33.
- ^ James, hal. 274.
- ^ "Treaties". Egypt Ministry of Foreign Affairs. Diarsipkan dari aslinya tanggal 15 September 2010. Diakses 20 October 2010.
- ^ Herbst, hal. 71–72.
- ^ Vandervort, hal. 169–183.
- ^ James, hal. 298.
- ^ Lloyd, hal. 215.
- ^ Brown, hal. 7.
- ^ Smith, hal. 28–29.
- ^ Porter, hal. 187
- ^ a b Rhodes, Wanna & Weller, hal. 5–15.
- ^ a b Lloyd, hal. 213
- ^ a b James, hal. 315.
- ^ Smith, hal. 92.
- ^ Porter, hal. 221
- ^ O'Brien, hal. 1.
- ^ Brown, hal. 667.
- ^ Lloyd, hal. 275.
- ^ Marshall, hal. 78–79.
- ^ Lloyd, hal. 277.
- ^ Lloyd, hal. 278.
- ^ Ferguson 2004, hal. 315.
- ^ Fox, hal. 23–29, 35, 60.
- ^ Goldstein, hal. 4.
- ^ Louis, hal. 302.
- ^ Louis, hal. 294.
- ^ Louis, hal. 303.
- ^ Lee 1996, hal. 305.
- ^ Brown, hal. 143.
- ^ Smith, hal. 95.
- ^ Magee, hal. 108.
- ^ Ferguson 2004, hal. 330.
- ^ a b James, hal. 416.
- ^ Low, D.A. (February 1966). "The Government of India and the First Non-Cooperation Movement-—1920–1922". The Journal of Asian Studies 25 (2): 241–259. doi:10.2307/2051326.
- ^ Smith, hal. 104.
- ^ Brown, hal. 292.
- ^ Smith, hal. 101.
- ^ McIntyre, hal. 187.
- ^ Brown, hal. 68.
- ^ McIntyre, hal. 186.
- ^ Brown, hal. 69.
- ^ Turpin & Tomkins, hal. 48.
- ^ Lloyd, hal. 300.
- ^ Kenny, hal. 21.
- ^ Lloyd, hal. 313–14.
- ^ Gilbert, hal. 234.
- ^ a b Lloyd, hal. 316.
- ^ James, hal. 513.
- ^ Gilbert, hal. 244.
- ^ Louis, hal. 337.
- ^ Brown, hal. 319.
- ^ James, hal. 460.
- ^ Brown, hal. 331.
- ^ "What's a little debt between friends?". BBC News. 10 May 2006. Diakses 20 November 2008.
- ^ Levine, hal. 193.
- ^ Brown, hal. 330.
- ^ Lloyd, hal. 322.
- ^ Smith, hal. 67.
- ^ Lloyd, hal. 325.
- ^ McIntyre, hal. 355–356.
- ^ Lloyd, hal. 327.
- ^ Lloyd, hal. 328.
- ^ Lloyd, hal. 332.
- ^ a b c Lloyd, hal. 335.
- ^ Brown, hal. 339–40.
- ^ James, hal. 581.
- ^ Ferguson 2004, hal. 355.
- ^ James, hal. 583.
- ^ Combs, hal. 161–163.
- ^ "Suez Crisis: Key players". BBC News. 21 July 2006. Diakses 19 October 2010.
- ^ Brown, hal. 342.
- ^ Smith, hal. 105.
- ^ Burk, hal. 602.
- ^ a b Brown, hal. 343.
- ^ James, hal. 585.
- ^ Thatcher.
- ^ Smith, hal. 106.
- ^ James, hal. 586.
- ^ Lloyd, hal. 370–371.
- ^ James, hal. 616.
- ^ Louis, hal. 46.
- ^ Lloyd, hal. 427–433.
- ^ James, hal. 618–621.
- ^ Springhall, hal. 100–102.
- ^ a b Knight & Palmer, hal. 14–15.
- ^ Clegg, hal. 128.
- ^ Lloyd, hal. 428.
- ^ James, hal. 622.
- ^ Lloyd, hal. 401, 427–429.
- ^ Macdonald, hal. 171–191.
- ^ James, hal. 624–625.
- ^ James, hal. 629.
- ^ a b Brown, hal. 594.
- ^ Brown, hal. 689.
- ^ Brendon, hal. 654.
- ^ Joseph, hal. 355.
- ^ Rothermund, hal. 100.
- ^ Brendon, hal. 654–55.
- ^ Brendon, hal. 656.
- ^ "Charles' diary lays thoughts bare". BBC News. 22 February 2006. Diakses 13 December 2008.
- ^ "BBC - History - Britain, the Commonwealth and the End of Empire". BBC News. Diakses 13 December 2008.
- ^ House of Commons Foreign Affairs Committee Overseas Territories Report, hal. 145–147
- ^ House of Commons Foreign Affairs Committee Overseas Territories Report, hal. 146,153
- ^ "British Indian Ocean Territory". The World Factbook. CIA. Diakses 13 December 2008.
- ^ House of Commons Foreign Affairs Committee Overseas Territories Report, hal. 136
- ^ "Head of the Commonwealth". Commonwealth Secretariat. Diakses 9 October 2010.
- ^ Hogg, hal. 424 chapter 9 English Worldwide by David Crystal: "approximately one in four of the worlds population are capable of communicating to a useful level in English."
- ^ Ferguson 2004, hal. 307.
- ^ Marshall, hal. 238–40.
- ^ Torkildsen, hal. 347.
- ^ Parsons, hal. 1.
- ^ Dalziel, hal. 135.
- ^ Sutrisno, hal. 48.
Bibliografi
- Abernethy, David (2000). The Dynamics of Global Dominance, European Overseas Empires 1415–1980. Yale University Press. ISBN 0-300-09314-4. Diakses 22 July 2009.
- Andrews, Kenneth (1984). Trade, Plunder and Settlement: Maritime Enterprise and the Genesis of the British Empire, 1480–1630. Cambridge University Press. ISBN 0-521-27698-5. Diakses 22 July 2009.
- Bandyopādhyāẏa, Śekhara (2004). From Plassey to partition: a history of modern India. Orient Longman. ISBN 81-250-2596-0.
- Brendon, Piers (2007). The Decline and Fall of the British Empire, 1781–1997. Random House. ISBN 0-224-06222-0. Diakses 6 October 2010.
- Brittain and the Dominions. Cambridge University Press. n.d.
- Brown, Judith (1998). The Twentieth Century, The Oxford History of the British Empire Volume IV. Oxford University Press. ISBN 0-19-924679-3. Diakses 22 July 2009.
- Buckner, Phillip (2008). Canada and the British Empire. Oxford University Press. ISBN 978-0-19-927164-1. Diakses 22 July 2009.
- Burk, Kathleen (2008). Old World, New World: Great Britain and America from the Beginning. Atlantic Monthly Press. ISBN 0-87113-971-5. Diakses 22 January 2012.
- Canny, Nicholas (1998). The Origins of Empire, The Oxford History of the British Empire Volume I. Oxford University Press. ISBN 0-19-924676-9. Diakses 22 July 2009.
- Clegg, Peter (2005). "The UK Caribbean Overseas Territories". In de Jong, Lammert; Kruijt, Dirk. Extended Statehood in the Caribbean. Rozenberg Publishers. ISBN 90-5170-686-3.
- Combs, Jerald A. (2008). The History of American Foreign Policy: From 1895. M.E. Sharpe. ISBN 978-0-7656-2056-9.
- Dalziel, Nigel (2006). The Penguin Historical Atlas of the British Empire. Penguin. ISBN 0-14-101844-5. Diakses 22 July 2009.
- David, Saul (2003). The Indian Mutiny. Penguin. ISBN 0-670-91137-2. Diakses 22 July 2009.
- Elkins, Caroline (2005). Imperial Reckoning: The Untold Story of Britain's Gulag in Kenya. Owl Books. ISBN 0-8050-8001-5.
- Ferguson, Niall (2004). Colossus: The Price of America's Empire. Penguin. ISBN 1-59420-013-0. Diakses 22 July 2009.
- Ferguson, Niall (2004). Empire. Basic Books. ISBN 0-465-02329-0. Diakses 22 July 2009.
- Fieldhouse, David Kenneth (1999). The West and the Third World: trade, colonialism, dependence, and development. Blackwell Publishing. ISBN 0-631-19439-8.
- Fox, Gregory H. (2008). Humanitarian Occupation. Cambridge University Press. ISBN 978-0-521-85600-3.
- Games, Alison (2002). In Armitage, David; Braddick, Michael J. The British Atlantic world, 1500–1800. Palgrave Macmillan. ISBN 0-333-96341-5.
- Sutrisno, Sulastin (2001). Dari Lima Penindasan Menuju Abad Kemerdekaan. Indira.
- Torkildsen, George (2005). Leisure and recreation management. Routledge. ISBN 978-0-415-30995-0.
- Turpin, Colin; Tomkins, Adam (2007). British government and the constitution (6th ed.). Cambridge University Press. ISBN 978-0-521-69029-4.
| - Gapes, Mike (2008). HC Paper 147-II House of Commons Foreign Affairs Committee: Overseas Territories, Volume II. The Stationery Office. ISBN 0-215-52150-1. Diakses 22 July 2009.
- Gilbert, Sir Martin (2005). Churchill and America. Simon and Schuster. ISBN 0-7432-9122-0. Diakses 22 July 2009.
- Goldstein, Erik (1994). The Washington Conference, 1921–22: Naval Rivalry, East Asian Stability and the Road to Pearl Harbor. Routledge. ISBN 0-7146-4559-1. Diakses 22 July 2009.
- Goodlad, Graham David (2000). British foreign and imperial policy, 1865–1919. Psychology Press. ISBN 0-415-20338-4. Diakses 18 September 2010.
- Herbst, Jeffrey Ira (2000). States and power in Africa: comparative lessons in authority and control. Princeton University Press. ISBN 0-691-01028-5.
- Hinks, Peter (2007). Encyclopedia of antislavery and abolition. Greenwood Publishing Group. ISBN 978-0-313-33143-5. Diakses 1 August 2010.
- Hodge, Carl Cavanagh (2007). Encyclopedia of the Age of Imperialism, 1800–1914. Greenwood Publishing Group. ISBN 0-313-33404-8. Diakses 22 July 2009.
- Hogg, Richard (2008). A History of the English Language. Cambridge University Press. ISBN 978-0-521-66227-7. Diakses 13 April 2010.
- Hopkirk, Peter (2002). The Great Game: The Struggle for Empire in Central Asia. Kodansha International. ISBN 4-7700-1703-0.
- Hollowell, Jonathan (1992). Britain Since 1945. Blackwell Publishing. ISBN 0-631-20968-9.
- Hyam, Ronald (2002). Britain's Imperial Century, 1815–1914: A Study of Empire and Expansion. Palgrave Macmillan. ISBN 978-0-7134-3089-9. Diakses 22 July 2009.
- James, Lawrence (2001). The Rise and Fall of the British Empire. Abacus. ISBN 978-0-312-16985-5. Diakses 22 July 2009.
- Janin, Hunt (1999). The India–China opium trade in the nineteenth century. McFarland. ISBN 0-7864-0715-8.
- Joseph, William A. (2010). Politics in China. Oxford University Press. ISBN 978-0-19-533530-9.
- Kelley, Ninette; Trebilcock, Michael (2010). The Making of the Mosaic (2nd ed.). University of Toronto Press. ISBN 978-0-8020-9536-7.
- Kenny, Kevin (2006). Ireland and the British Empire. Oxford University Press. ISBN 0-19-925184-3. Diakses 22 July 2009.
- Knight, Franklin W.; Palmer, Colin A. (1989). The Modern Caribbean. University of North Carolina Press. ISBN 0-8078-1825-9.
- Latimer, Jon (2007). War with America. Harvard University Press. ISBN 0-674-02584-9. Diakses 22 July 2009.
- Taylor, Alan (2001). American Colonies, The Settling of North America. Penguin. ISBN 0-14-200210-0. Diakses 22 July 2009.
- Notosusanto, Nugroho (1994). Sejarah Nasional Indonesia I. Depdikbud. ISBN 929-781-365-7 .
- Thomas, Hugh (1997). The Slave Trade: The History of The Atlantic Slave Trade. Picador, Phoenix/Orion. ISBN 0-7538-2056-0. Diakses 22 July 2009.
- Tilby, A. Wyatt (2009). British India 1600–1828. BiblioLife. ISBN 978-1-113-14290-0.
|
Pranala luar
|
---|
| Kekaisaran kuno | |
---|
| Kekaisaran 100 tahun menengah | |
---|
| Kekaisaran modern | |
---|
|
Sumber :
wiki.edunitas.com, id.wikipedia.org, ilmu-pendidikan.com, kategori-antropologi.kelas-karyawan.co.id, dsb-nya.