Zoroastrianism
Change to impressions  M1, 2 Laptop Mobile
DR of Congo   ⛤ Education   ⛤ Geography   ⛤ Greek Mythology   ⛤ Law   ⛤ Melilla   ⛤ Military   ⛤ Mythology   ⛤ Paser   ⛤ Pati   ⛤ Physics   ⛤ Science   ⛤ Table of Content
Title : A E F G K L M N 
Search in Collection of World Encyclopedia   
zoospores  (Beforehand article)(Next articleZurich Insurance Indonesia

Zoroastrianisme

Faravahar (atau Ferohar), salah satu simbol dalam Zoroastrianisme sebagai roh penjaga

Zoroastrianisme adalah sebuah agama dan segala sesuatu yang diajarkan filosofi yang didasari oleh segala sesuatu yang diajarkan Zarathustra yang dalam bahasa Yunani disebut Zoroaster.[1] Zoroastrianisme dahulu kala adalah sebuah agama yang berasal dari daerah Persia Kuno atau kini dikenal dengan Iran.[1] Di Iran, Zoroastrianisme dikenal dengan sebutan Mazdayasna yaitu kepercayaan yang menyembah kepada Ahura Mazda atau "Tuhan yang bijaksana".[2]

Daftar inti

Latar Belakangan Munculnya Zoroastrianisme

Zarathustra menurut lukisan Mazhab Athena.

Zarathustra atau Zoroaster adalah pelopor berdirinya Zoroastrianisme di Iran (Persia).[3] Beliau hidup sekitar ratus tahun ke-6 SM.[3] Zarathustra berasal dari keturunan suku Media.[3] Beliau adalah seorang imam yang dididik dalam tradisi Indo-Iran.[2] Sebelumnya, agama yang berada di Iran (Persia) bersumber pada macam-macam segala sesuatu yang diajarkan seperti politeisme, paganisme, dan animisme.[3] Zarathustra yang merasa tanpa puas dengan ajaran-ajaran yang berkembang di Iran pada waktu itu berusaha membawa pembaruan.[3] Oleh sebab itu, oleh para pandai beliau akhir dianggap sebagai salah satu tokoh pembaru agama tradisional.[3] Zarathustra dikenal sebagai nabi yang mempunyai karunia untuk menyembuhkan dan sanggup memainkan berbagai mujizat.[4] Selama bertahun-tahun beliau berusaha menemukan penyingkapan-penyingkapan dari kebenaran spiritual.[2]

Zarathustra ingin memperbaiki sistem kepercayaan dan cara penyembahan kepada dewa-dewa yang berkembang di Persia saat itu.[3] Pada usia tiga 10 tahunan, Zarathustra menerima sebuah penglihatan.[2] Menurut legenda, beliau melihat cahaya besar yang akhir membawanya turut dalam hadirat Ahura Mazda.[2] Sejak perjumpaannya dengan Ahura Mazda, Zarathustra dijadikan lebih aktif menyebarkan segala sesuatu yang diajarkan bahwa segala sesuatu yang baik berasal dari Ahura Mazda.[2] Segala sesuatu yang diajarkannya yang sangat berbeda dengan kepercayaan yang berada pada waktu itu menyebabkan Zarathustra mendapat tekanan.[3]

Beliau pun kesudahannya memutuskan untuk melarikan diri dan pergi ke Chorasma atau (Qarazm).[3] Pada tahun 618 SM Raja Chorasma yaitu Vitaspa dan menterinya Yasasp yang menikahi Pauron Chista akhir dijadikan penganut Zoroastrianisme.[3] Barulah Zoroastrianisme merasakan perkembangan dan lebih lebih banyak yang dijadikan pengikutnya.[3] Zarathustra meninggal di usia 77 tahun.[2] Ketika Islam berkuasa di Persia tahun 636-637 Masehi, Zoroastrianisme sempat merasakan kemunduran.[3] Banyak masyarakat Persia yang lebih tertarik kepada agama Islam.[3] Sekelompok pemeluk Zoroastrianisme akhir pergi ke India dan menetap di Bombay[3] Di sana mereka dikenal dengan sebutan orang-orang Parsi.[3]

Ajaran-ajarannya

Konsep Ketuhanan

Di dalam segala sesuatu yang diajarkan Zoroastrianisme, hanya berada satu Tuhan yang universal dan Maha Kuasa, yaitu Ahura Mazda.[3] Beliau dianggap sebagai Sang Maha Pencipta, segala puja dan sembah ditujukan hanya kepadanya.[3] Pengakuan ini adalah bangun-bangun penegasan bahwa hanya Ahura Mazda yang harus disembah di tengah konteks kepercayaan tradisional masyarakat Iran yang kuat dengan pengaruh politeisme.[5]

Zoroastrianisme mempunyai prinsip dualisme yang mempercayai bahwa berada dua kekuatan yang bertentangan dan bergantian bertumbukan yakni kekuatan kebaikan dan kejahatan.[3] Dalam tradisi Zoroastrianisme, yang jahat diwakili oleh Angra Mainyu atau Ahriman, sedangkan yang baik diwakili oleh Spenta Mainyu.[3] Manusia harus selalu memilih hendak berpihak pada kebaikan atau kejahatan selama hidupnya.[5] Hendak tetapi, dengan paham dualisme ini tanpa berarti bahwa Zoroastrianisme tanpa mengakui monoteisme karena Ahura Mazdalah satu-satunya Tuhan yang disembah.[5] Ahura Mazda, pada saatnya hendak mengalahkan kekuatan yang jahat dan berkuasa penuh.[3] Ahriman dan para pengikutnya hendak dimusnahkan untuk selamanya.[3] Meskipun segala sesuatu yang diajarkan Zarathustra memberi latihan ke monoteisme dengan Ahura Mazda sebagai satu-satunya dewa yang harus disembah namun keberadaan dewa-dewa selisih pun tetap diakui.[3] Dewa-dewa yang turut diakui keberadaanya berada lima yaitu:[3]

  1. Asha Vahista, dewa bangunan tertib dan kebenaran yang berkuasa atas api
  2. Vohu Manah, dewa yang digambarkan sebagai sapi jantan ini dikenal sebagai dewa hati nurani yang baik
  3. Keshatra Vairya, yaitu dewa yang berkuasa atas segala logam
  4. Spenta Armaity, yaitu dewa yang berkuasa atas bumi dan tanah
  5. Haurvatat dan Amertat, yaitu dewa-dewa yang berkuasa atas cairan dan tumbuh-tumbuhan

Konsep mengenai Penciptaan

Lingkungan kehidupan semesta dalam segala sesuatu yang diajarkan Zoroastrianisme berusia 12000 tahun.[3] Setelah masa 12000 tahun kesudahannya barulah hendak terjadi kiamat.[3] Masa 12000 tahun ini terbagi dijadikan beberapa periode:

  1. Periode 3000 tahun pertama, yaitu masa ketika Ahura Mazda membuat lingkungan kehidupan semesta.[3] Ahriman akhir berusaha menyerang dan menghancurkan lingkungan kehidupan yang diciptakan Ahura Mazda.[6] Hal ini disebabkan karena kehendak Ahriman adalah menyakiti dan merusak lingkungan kehidupan ciptaan.[6]
  2. Periode 3000 tahun kedua, yaitu periode Ahura Mazda dan Angra Mainyu bertumbukan kekuatan, keduanya berusaha bergantian kalah mengalahkan.[3] Dalam peristiwa inilah terjadi terang dan gelap serta siang dan malam[3]
  3. Periode 3000 tahun ketiga, yaitu masa ketika nabi Zarathustra lahir dan menerima penglihatan dari Ahura Mazda.[6] Selanjutnya, penglihatan ini akhir dikampanyekannya kepada umat manusia.[3]
  4. Periode 3000 tahun penghabisan, yaitu masa munculnya seorang Saoshayant setiap seribu tahun, yang diyakini sebagai orang yang menyelamatkan yang hendak memerintah dan memelihara bumi.[3] Ketiga Saoshayant yang hendak turut itu adalah keturunan Zarathustra yang pada kesudahannya hendak memimpin manusia untuk memerangi dan menghancurkan Ahriman serta para pengikutnya.[3] Barulah setelah itu perdamaian dunia hendak terwujud.[3]

Konsep Eskatologi: Kehidupan Setelah Kematian

Dalam pemahaman Zoroastrianisme, setiap orang hendak merasakan penghakiman setelah meninggal.[1] Penganut Zoroaster meyakini bahwa ketika seseorang meninggal, beliau harus mampu membuktikan dirinya telah memainkan lebih banyak kebaikan daripada kejahatan.[1] Mereka percaya setiap roh manusia yang telah meninggal harus menyeberangi Jembatan Cinvat yaitu jembatan yang menuju ke sorga.[2] Jiwa manusia sesudah meninggal hendak tetap tinggal selama tiga hari di dalam tubuhnya dan baru pada hari ke empat dibawa menuju penghakiman di Jembatan Cinvat.[1]

Setelah berhasil menyeberangi jembatan ini maka seseorang hendak hidup bahagia dengan rahmat Ahura Mazda.[2] Lebih banyak kebaikan yang diproduksi seseorang maka hendak lebih lebarlah jembatan itu dan sebaliknya, lebih besar kejahatannya maka lebih sempitlah jembatan itu hingga rohnya tanpa mampu menyeberanginya dan jatuh dari Jembatan Cinvat.[2] Di bawah jembatan inilah terdapat neraka yang penuh api, sebuah tempat yang suram dan penuh kesedihan.[2] Menurut segala sesuatu yang diajarkan Zoroastrianisme, dunia hendak merasakan pembaruan menuju kesempuranaan dan jiwa-jiwa baik yang masih hidup dan sudah mati hendak diberi keleluasaan selamanya dari kuasa jahat.[2] Pembaruan dunia dan kebangkitan pulang seluruh ciptaan disebut Frashokeveti[2]

Konsep mengenai Etika Hidup

Dalam tinjauannya mengenai etika hidup yang ideal, berada tiga hal utama yang ditekankan dalam Zoroastrianisme yaitu pikiran yang baik, sapaan yang baik dan perbuatan yang baik.[7] Zoroastrianisme memberikan kebebasan bagi setiap penganutnya untuk memilih hidup yang baik atau jahat bagi dirinya sendiri.[7] Menurut mereka dunia yang hendak turut hendak merasakan pembaruan.[2] Pembaruan dunia ini tanpa mampu dapat dikerjakan oleh satu orang saja tetapi membutuhkan keterlibatan banyak orang.[2] Oleh karena itu, Zoroastrianisme sangat menekankan tanggung jawab moral dari masing-masing orang untuk memainkan kebaikan.[2] Dosa bagi penganut Zoroastrianisme adalah penolakan untuk bersekutu dengan aspek kebaikan dari Ahura Mazda.[7] Mereka meyakini bahwa tanpa berada yang ditakdirkan atau dikodratkan sebelumnya.[2] Apa yang diterapkan, dinyatakan dan dipikirkan selama hidup hendak menentukan apa yang hendak terjadi setelah meninggal. Mereka pun mengusir konsep pertapaan karena mereka memahami bahwa dunia itu baik.[7] Tanpa berada ruang untuk penyangkalan diri dan bertapa karena mengusir dunia berarti mengusir ciptaan dan mengusir ciptaan berarti mengusir Sang Pencipta.[7]

Ritus Kematian dalam Zoroastrianisme

Salah satu gambar Menara Ketenangan di Bombay.

Zoroastrianisme tanpa mengizinkan penguburan dan pembakaran tubuh orang yang telah meninggal karena dianggap hendak menodai cairan, udara, bumi dan api.[1] Mereka menyelenggarakan ritus kematian dengan mendudukkan mayat di atas Dakhma atau Menara Ketenangan (Tower of Silence).[1] Di sana terdapat pembagian tempat yang jelas bagi kaum laki-laki, perempuan dan anak-anak.[1] Adapun tahap-tahap yang diterapkan saat upacara kematian adalah sebagai berikut:[1]

  1. Mayat dibiarkan di dalam sebuah ruangan di rumah selama tiga hari sebelum dibawa ke Dakhma, tempat untuk melaksanakan upacara kematian.
  2. Sesudah itu, mayat lewat dibawa ke Dakhma atau Menara Ketenangan.
  3. Di sana mayat hendak ditelanjangi dan ditidurkan di atas menara yang terbuka dan dibiarkan agar dimakan oleh burung-burung.
  4. Sisa-sisa tulang akhir dibuang ke dalam sumur.

Ritus Naojote

Gambar seorang anak yang sedang mengikuti ritus Naojote

Ritus Naojote adalah sebuah ritus yang dijalani oleh anak-anak yang berusia sela tujuh hingga dasawarsa.[1] Sebutan Naojote berasal dari sebutan nao yang berarti baru dan jote atau zote yang berarti mempersembahkan doa-doa.[1] Dalam ritus ini, anak-anak laki-laki dan perempuan diberikan Sadre dan Kusti, pakaian kudus yang harus dipakai seumur hidup.[1] Setelah mengikuti ritus Naojote, anak-anak dianggap sudah milik kewajiban dan tanggung jawab untuk menjalankan ritus-ritus keagamaan dalam Zoroastrianisme.[1]

Tempat Ibadah

Salah satu kuil Zoroastrianisme di Yazd,Iran

Para penganut Zoroastrianisme beribadah di dalam kuil yang disebut dengan Kuil Api.[8] Disebut demikian karena di dalam kuil, api dibiarkan menyala bertubi-tubi sebagai lambang kehadiran dewa.[8] Api bukan saja menyimbolkan kehadiran Tuhan tetapi juga sebagai simbol kesucian.[7]

Upacara Keagamaan Sehari-Hari dan Berbagai Hari Raya

Untuk melangsungkan upacara keagamaan sehari-hari, penganut Zoroaster tanpa diharuskan pergi ke kuil.[1] Mereka mampu berdoa di mana saja seperti di gunung-gunung, sungai-sungai, ladang-ladang ataupun di rumah.[1] Mereka mampu menyampaikan nazar, penyesalan dosa,ungkapan terima kasih, dsb-nya.[1] Waktu yang dirasakan tepat untuk memainkan upacara agama sehari-hari adalah di pagi hari.[1] Zoroastrianisme mempunyai beberapa hari raya atau disebut Gahambars.[1] Perayaan Tahun Baru (Naw Ruz atau Noruz) adalah hari raya yang dirayakan paling meriah.[1] Selain itu, berada juga Festival Seribu Hari (Sada) yang dirayakan di dekat sungai, Pengenangan hendak orang-orang yang telah meninggal, dan perayaan Ulang Tahun Zoroaster.[1]

Kitab Suci

Kitab suci orang-orang penganut Zoroaster adalah kumpulan tulisan-tulisan sakral yang dikenal dengan Avesta yang terbagi dijadikan empat bagian.[1] Keempat bagian itu terdiri atas:

  1. Kitab Yasna yaitu kumpulan doa-doa dan aturan-aturan ibadah.[1] Kitab Yasna juga mencakup Ghata yakni kumpulan puji-pujian yang dipercayai sebagai hasil tulisan dari Zoroaster.[1] Ghata terdiri dari 17 puji-pujian yang diproduksi dalam bangun-bangun puisi yang sulit diartikan dan hanya bisa dimengerti oleh orang-orang tertentu.Puisi ini menceritakan tentang perjumpaan Zoroaster dengan Tuhan dalam suatu penglihatan.[8]
  2. Kitab Visparat berisi puji-pujian penuh hormat serta permohonan kepada Tuhan.[1]
  3. Kitab Vivevdat (Vendidad) yaitu tulisan-tulisan yang berkaitan dengan ritual pemurnian.[1]
  4. Kitab Khode Avesta, yaitu buku kumpulan doa sehari-hari yang di dalamnya juga mencakup Yashts, kumpulan puji-pujian dan puisi tentang kepahlawanan.[1]

Sekte-sekte dalam Zoroastrianisme

Terbaginya Zoroastrisme ke dalam beberapa kelompok bukan disebabkan karena perbedaan pemahaman teologi.[1] Pembagian sekte-sekte ini karena waktu perayaan Tahun Baru yang berlainan.[1] Terdapat tiga sekte dalam Zoroastrianisme[1]:

  1. Kelompok Shenshahi yang merayakan Tahun Baru pada musim gugur sekitar bulan Agustus atau September
  2. Kelompok Qadimi yang merayakan Tahun Baru pada musim panas, sekitar bulan Juli atau Agustus
  3. Kelompok Fasli yang merayakan Tahun Baru pada musim semi yaitu setiap tanggal 21 Maret

Perkembangan Zoroastrianisme Masa Kini

Zoroastrianisme tanpa menekankan pentingnya konversi.[2] Mereka berusaha mempertahankan agamanya sebagai agama yang khas dalam komunitas mereka.[2] Hendak tetapi, mereka tetap membuka peluang bagi siapa saja yang hendak dijadikan penganut Zoroastrianisme.[2] Sepanjang ratus tahun 20, banyak orang-orang penganut Zoroastrianisme yang menetap di Iran dan India memainkan migrasi ke negara-negara selisih.[2] Kini, komunitas Zoroastrianisme mampu ditemukan di kota-kota besar seperti London,New York,Chicago,Boston dan Los Angeles dan telah hidup berbaur dengan komunitas-komunitas taat kepada agama selisih.[2]

Referensi

  1. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z aa ab ac (Inggris)S.A Nigosian. 1990. World's Faiths. St.Martin's Press. hlm. 81, 87-91.
  2. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v (Inggris)Mary Pat Fisher. 1997. An Encyclopedia of The World's Faith Living Religions. Tauris Publisher. Hal. 208-214.
  3. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z aa ab ac ad ae af (Indonesia)H.M Arifin. 1986. Menguak Misteri Segala sesuatu yang diajarkan Agama-agama Besar. Golden Trayon. Hlm. 18, 20-24.
  4. ^ (Inggris)Elizabeth Dowling, George Scarlett. 2006. Encyclopedia of Religious aand Spiritual Development. California: Sage Publications. Hlm. 495.
  5. ^ a b c (Indonesia)M.Dhavamony. 1995. Fenomenologi Agama. Jogjakarta: Kanisius. Hlm. 124.
  6. ^ a b c (Inggris)Mary Boyce. 1996. A History of Zoroastrianism. Leiden:E.J Brill. Hlm. 286.
  7. ^ a b c d e f (Inggris)Diane Morgan. 2001. The Best Guide to Eastern Philosophy and Religion. Renaissance Books. Hlm. 301.
  8. ^ a b c (Indonesia)Michael Keene. 2006. Agama-Agama Dunia. Jogjakarta: Kanisius. Hlm. 175.

Pranala luar

  • Zoroastrianisme di Iran: Dikekang lewat Memudar


Sumber :
m.andrafarm.com, kategori-antropologi.kuliah-karyawan.com, wiki.edunitas.com, id.wikipedia.org, dll.



Toll-free service
0800 1234 000
 Download Brochures
 Scholarship Application
 Encyclopedists
 Job Fairs
 Informatics Engineering Reference
 Many Kinds Forums

 Morning College Program
 Businessman School
 Tuition Scholarships Program
 Online Tuition Programs in the Best 168 PTS
 Online Registration
eduNitas.com
Sites
Businessman School (Online Lectures / Blended)

Online Registration
Profile
New Student Admission
Selection System
Department
Career Prospects Alumnus
Our Services
Important Info
 ⛤ Agriculture
 ⛤ Antarctica
 ⛤ Disney
 ⛤ Europe
 ⛤ Formula1
 ⛤ Montenegro
 ⛤ Palestine
 ⛤ Poso
 Sholat Times
 Al Quran Online
 Psychological Test Practice
 Multifarious Publication



Mari dukung/dorong Pekerja melanjutkan Pendidikannya
Forum Motivasi & Cerita Inspiratif
Al-Quran dan
Islam yg Bahagia
Jobs in Indonesia

Collection of World Encyclopedia