Kerajaan Sambas

Kerajaan Sambas
Swapraja Sambas.svg
Peta wilayah kekuasaan Kerajaan Sambas
Berdiri1300-1675
Didahului olehKerajaan Tan Unggal
Ditukarkan olehKesultanan Sambas
Ibu kotaSambas
BahasaSambas
AgamaHindu,[1] Islam
Pemerintahan
-Raja pertama
-Raja terakhir
Monarki
Pangeran Saboa Tangan
Raden Mas Dungun
Sejarah
-Didirikan
-Zaman kejayaan
-Krisis suksesi

1300
1300-1675 (1 Oktober 1609 Protektorat VOC-Belanda)[2]
1675

Kerajaan Sambas kuno[3]yaitu negara Sambas kuno yang mula-mula berdiri sekitar ratus tahun ke 7 (lihat: Pupuh XII dan XIV[4]) hingga sampai masa Kerajaan Panembahan Sambas yang penghabisannya sekitar tahun 1675 di Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat, Indonesia.

Kerajaan Panembahan Sambas yaitu pendahulu kesultanan Sambas, sebagaimana halnya Kerajaan Kutai yaitu kerajaan pendahulu yang ditaklukan oleh Kesultanan Kutai. Tetapi Dinasti (garis keturunan) Raja-Raja Kerajaan Sambas berbedaan dengan Dinasti / Nasab Sultan-Sultan Kesultanan Sambas.

Penguasa Kerajaan Sambas bergelar Ratu atau Panembahan. Ratu yaitu gelar penguasa yang levelnya benar dibawah dari gelar Maharaja (disebut Sultan pada masa Islam). Panembahan yaitu gelar yang mulai populer sejak 1500 karena dipergunakan oleh Panembahan Jimbun (alias Raden Patah), raja pertama Kesultanan Demak.

Pada mulanya negara Sambas (Kerajaan Nek Riuh) dijadikan vazal Kerajaan Bakulapura (bawahan Singhasari). Pada masa itu Tanjung Dato dijadikan perbatasan wilayah mandala Bakulapura/Tanjungpura/Sukadana dengan wilayah mandala Borneo/Brunei/Barune[5][6]Akhir negara Sambas (Kerajaan Tan Unggal) dijadikan vazal Kerajaan Tanjungpura (penerus Bakulapura) yaitu provinsi Majapahit di Kalimantan.[7]

Sambas terletak di antara jalur pelayaran dari Tiongkok ke Champa menuju Tuban (pelabuhan Majapahit). Sambas menjalin hubungan dengan Tiongkok pada tahun 1407 sejak terbentuknya pemukiman Tionghoa Hui Muslim Hanafi didirikan di Sambas. Pemukiman Tionghoa ini dibawah koordinator Kapten Cina di Champa, namun sejak tahun 1436 langsung di bawah gubernur Nan King.[8]

Kerajaan Sambas dan kerajaan bedanya di Kalimantan di bawah pengaruh Kesultanan Demak (penerus Majapahit). Tomé Pires melaporkan bahwa Tanjompure (Tanjungpura/Sukadana) dan Loue (Lawai) masing-masing kerajaan tersebut dipandu seorang Patee (Patih). Patih-patih ini tunduk untuk Patee Unus, penguasa Demak. [9]. Kemungkinan akbar penguasa Sambas dan Banjarmasin juga telah ditaklukan pada masa pemerintahan Sultan Demak Pati Unus/Pangeran Sabrang Lor/Yat Sun (1518-1521) sebelum menyerbu kedudukan Portugis di Malaka pada tahun 1521 dimana Pati Unus gugur dalam peperangan tersebut.

Semenjak runtuhnya Demak, Banjarmasin memungut upeti untuk negara Sambas, Sukadana dan Batang Lawai dan menjadikannya vazal Kesultanan Banjar. Terakhir kalinya negara Sambas mengirim upeti ke Martapura pada masa pemerintahan Sultan Mustainbillah[10]Pada tanggal 1 Oktober 1609, Pangeran Raja muda Saboa Tangan dari Kerajaan Sambas melakukan pakta kerja sama dengan VOC Belanda.

Sebelum berdirinya Kerajaan Sambas di wilayah Sungai Sambas ini sebelumnya telah berdiri Kerajaan-kerajaan yang menguasai wilayah Sungai Sambas dan sekitarnya. Berlandaskan data-data yang benar, urutan kerajaan yang pernah berdiri di wilayah Sungai Sambas dan sekitarnya sampai dengan terbentuknya Negara Republik Indonesia adalah :

  1. Keraton I dinamakan Kerajaan Nek Riuh sekitar ratus tahun 13 M - 14 M.
  2. Keraton II dinamakan Kerajaan Tan Unggal sekitar ratus tahun 15 M.
  3. Keraton III dinamakan Kerajaan Sambas pada ratus tahun 16 M.
  4. Keraton IV dinamakan Kesultanan Sambas pada ratus tahun 17 M - 20 M.

Dengan cara otentik Kerajaan Sambas telah eksis sejak ratus tahun ke 13 M yaitu sebagaimana yang tercantum dalam Kitab Negara Kertagama karya Prapanca pada masa Majapahit (1365 M). Kemungkinan akbar bahwa Kerajaan Sambas kala itu Rajanya bernama Nek Riuh. Walaupun dengan cara otentik Kerajaan Sambas tercatat sejak ratus tahun ke-13 M, namun demikian berlandaskan benda-benda arkelogis (berupa gerabah, patung dari masa hindu)yang ditemukan selama ini di wilayah sekitar Sungai Sambas memperlihatkan bahwa pada sekitar ratus tahun ke-6 M atau 7 M di sekitar Sungai Sambas ini diyakini telah berdiri Kerajaan. Hal ini ditambah lagi dengan melihat kedudukan wilayah Sambas yang berhampiran dengan Selat Malaka yang yaitu lewat lintas dunia sehingga diyakini bahwa pada sekitar ratus tahun ke-5 hingga 7 M di wilayah Sungai Sambas ini telah berdiri Kerajaan Sambas yaitu semakin tidak cukup bersamaan dengan masa berdirinya Kerajaan Batu Laras di hulu Sungai Keriau yaitu sebelum berdirinya Kerajaan Tanjungpura.

Panembahan Ratu Sapudak

Panembahan Ratu Sapudak yaitu kerajaan hindu Jawa berfokus di hulu Sungai Sambas yaitu di tempat yang sekarang dinamakan dengan nama "Kota Lama". Kerajaan ini bisa dinamakan juga dengan nama "Panembahan Sambas". Ratu Sapudak yaitu Raja Panembahan ini yang ke-3, Raja Panembahan ini yang ke-2 yaitu Akangnya yang bernama Ratu Timbang Paseban, sedangkan Raja Panembahan ini yang pertama yaitu Ayah dari Ratu Sapudak dan Ratu Timbang Paseban yang tidak diketahui namanya. Ratu yaitu gelaran itu Raja laki-laki di Panembahan Sambas dan juga di suatu masa di Majapahit.Pada 1 Oktober 1609 kala masa Ratu Sepudak telah mengadakan perjanjian dagang dengan Samuel Bloemaert dari VOC yang ditanda tangani di kota Lama

Asal usul Panembahan Sambas ini dimulai ketika satu rombongan akbar Bangsawan Jawa hindu yang melarikan diri dari Pulau Jawa bagian timur karena diserang dan ditumpas oleh pasukan Kesultanan Demak dibawah pimpinan Sultan Trenggono (Sultan Demak ke-3) pada sekitar tahun 1525 M. Pada tahun 1364 pasukan majapahit telah mendarat di Pangkalan Jawi.kini daerah itu bernama Jawai Bangsawan Jawa hindu ini diduga kuat yaitu Bangsawan Majapahit karena berlandaskan telaahan sejarah Pulau Jawa pada masa itu yang melarikan diri pada kala penumpasan sisa-sisa hindu oleh pasukan Demak ini yang melarikan diri yaitu beberapa akbar Bangsawan Majapahit. Pada kala itu Bangsawan Majapahit lari dalam 3 kelompokan akbar yaitu ke Pulau Bali, ke daerah Gunung Kidul dan yang tidak cocok dengan kerajaan di Pulau Bali akhir memutuskan untuk menyeberang lautan ke arah utara, rombongan inilah yang akhir sampai di Sungai Sambas.

Pada kala rombongan akbar Bangsawan Jawa yang lari dengan cara boyongan ini (diyakini semakin dari 500 orang) ketika sampai di Sungai Sambas di wilayah ini di bagian pesisir telah dihuni oleh orang-orang Melayu yang telah berasimilasi dengan orang-orang Dayak pesisir., Raja Tan Unggal yaitu anak asuh dari Ratu Sapudak yang berhasil naik tahta dengan menyingkirkan putera dan puteri Ratu Sapudak yakni Bujang Nadi dan Dare Nandung yang dikuburkan hidup hidup dibukit Sebedang dengan tuduhan kedua bersaudara itu beragak-agak kawin sesama saudara (lihat: Legenda Bujang Nadi Dare Nandung) Pada kala itu di wilayah ini sedang dalam kondisi kekosongan pemerintahan setelah terjadi kudeta rakyat dengan terbunuhnya Raja Tan Unggal dengan cara tragis dengan diisikan kedalam peti dan petinya dibuang kedalam sungai Sambas (Lihat: dato’ Ronggo) dan sejak itu rakyat Melayu di wilayah ini tidak mengangkat Raja lagi. Pada masa inilah rombongan akbar Bangsawan Jawa ini sampai di wilayah Sungai Sambas ini sehingga tidak memunculkan benturan terhadap rombongan akbar Bangsawan Jawa yang tiba ini.

Setelah semakin dari dasawarsa menetap di hulu Sungai Sambas, rombongan Bangsawan Jawa ini melihat bahwa kondisi di wilayah Sungai Sambas ini terlindung dan kondusif sehingga akhir Bangsawan Jawa ini membangun lagi sebuah kerajaan yang dinamakan dengan Panembahan atau bisa dinamakan dengan nama "Panembahan Sambas" yang masih beraliran hindu. Yang dijadikan Raja Panembahan Sambas yang pertama tidak diketahui namanya setelah berpulang dunia, dia ditukarkan anaknya yang bergelar Ratu Timbang Paseban. Setelah Ratu Timbang Paseban berpulang dunia, dia ditukarkan oleh Adiknya yang bergelar Ratu Sapudak.

Pada masa pemerintahan Ratu Sapudak inilah masuk rombongan Sultan Tengah yang terdiri dari keluarga dan orang-orangnya masuk dari Kesultanan Sukadana dengan memakai 40 buah perahu yang sempurna dengan alat senjata. Rombongan Baginda Sultan Tengah ini akhir disambut dengan baik oleh Ratu Sapudak dan Sultan Tengah dan rombongannya dipersilahkan untuk menetap di sebuah tempat yang akhir dinamakan dengan nama "Kembayat Sri Negara". Sebentar setelah menetapnya Sultan Tengah dan rombongannya di Panembahan Sambas ini, Ratu Sapudak pun akhir berpulang dunia dengan cara mendadak. Akhir yang mengalihkan Almarhum Ratu Sapudak yaitu keponakannya bernama Raden Kencono yaitu anak dari Akang Ratu Sapudak yaitu Ratu Timbang Paseban. Setelah menaiki Tahta Panembahan Sambas, Raden Kencono ini akhir bergelar Ratu Anom Kesumayuda. Raden Kencono ini sekaligus juga menantu dari Ratu Sapudak karena pada kala Ratu Sapudak masih hidup, dia menikah dengan anak perempuan Ratu Sapudak yang bernama Mas Ayu Anom.

Beberapa lama setelah Ratu Anom Kesumayuda menaiki Tahta Kesultanan Sambas yaitu ketika Sultan Tengah telah menetap di wilayah Panembahan Sambas ini sekitar dasawarsa, anak Baginda Sultan Tengah yang sulung yaitu Sulaiman sudah berangkat dewasa hingga akhir Sulaiman di jodohkan dan akhir menikah dengan anak perempuan bungsu dari Almarhum Ratu Sapudak yang bernama Mas Ayu Bungsu. Karena pernikahan inilah akhir Sulaiman diangurahi gelaran Raden dijadikan Raden Sulaiman. Tak lama setelah itu Raden Sulaiman diangkat dijadikan salah satu Menteri Akbar dari Panembahan Sambas yang mengurusi urusan hubungan dengan negara luar dan pertahanan negeri dan akhir Mas Ayu Bungsu pun hamil hingga akhir Raden Sulaiman mendapat seorang anak laki-laki yang diberi nama Raden Bima.

Tidak berapa lama setelah Raden Bima lahir, dan setelah melihat situasi di sekitar Selat Malaka sudah mulai terlindung, ditambah lagi telah melihat anaknya yang sulung yaitu Raden Sulaiman sudah mapan yaitu sudah menikah dan telah dijadikan seorang Menteri Akbar Panembahan Sambas, karenanya Baginda Sultan Tengah akhir memutuskan sudah kalanya untuk balik pulang ke Kerajaannya yaitu Kesultanan Sarawak. Karenanya akhir Baginda Sultan Tengah beserta istrinya yaitu Putri Surya Kesuma dan keempat anaknya bedanya (Adik-adik dari Raden Sulaiman) yaitu Badaruddin, Abdul Wahab, Rasmi Putri dan Ratna Dewi berangkat membiarkan bebas Panembahan Sambas, negeri yang telah ditinggalinya selama belasan tahun, yaitu balik pulang menuju Kesultanan Sarawak.

Dalam kebangkitan balik menuju Kesultanan Sarawak ini, yaitu ketika hampir sampai yaitu di suatu tempat yang bernama Batu Buaya, Baginda Sultan Tengah dengan cara tidak diduga ditikam oleh pengawalnya sendiri namun pengawal yang menikamnya itu akhir ditikam balas oleh Baginda Sultan Tengah hingga tewas. Namun demikian luka yang dialami Baginda Sultan Tengah terlalu parah hingga akhir membawa untuk kewafatan Baginda Sultan Tengah bin Sultan Muhammad Hasan. Jenazah Baginda Sultan Tengah akhir dimakamkan di suatu tempat dilereng Gunung Santubong (dekat Kota Kuching) yang hingga sekarang masih bisa ditemui. Sepeninggal suaminya, Putri Surya Kesuma akhir memutuskan untuk balik ke Sukadana (tempat dimana dia berasal) bersama dengan keempat orang anaknya (Adik-adik dari Raden Sulaiman).

Sepeninggal Ayahnya yaitu Sultan Tengah, Raden Sulaiman yang dijadikan Menteri Akbar di Panembahan Sambas, mandapat tentangan yang keras dari Saudara kandung yang lebih muda Ratu Anom Kesumayuda bernama Raden Aryo Mangkurat yang juga dijadikan Menteri Akbar Panembahan Sambas bersama Raden Sulaiman. Raden Aryo Mangkurat menjalankan tugas untuk urusan dalam negeri. Raden Aryo Mangkurat yang sangat fanatik hindu ini memang sudah sejak lama membenci Raden Sulaiman yang akhir dilampiaskannya setelah Ayah Raden Sulaiman yaitu Baginda Sultan Tengah membiarkan bebas Panembahan Sambas. Kebencian Raden Aryo Mangkurat untuk Raden Sulaiman ini diakibatkan karena disamping dijadikan Menteri Akbar yang handal, Raden Sulaiman juga sangat giat menyebarkan Syiar Islam di Panembahan Sambas ini sehingga penganut Islam di Panembahan Sambas dijadikan semakin banyak. Disamping itu karena Raden Sulaiman yang cakap dan handal dalam menjalankan tugas mengurus masalah luar negeri dan pertahanan sehingga Ratu Anom Kesumayuda semakin bersimpati untuk Raden Sulaiman yang memunculkan kedengkian yang sangat dari Raden Ayo Mangkurat terhadap Raden Sulaiman.

Untuk menyingkirkan Raden Sulaiman ini Raden Aryo Mangkurat akhir melakukan taktik fitnah, namun tidak berhasil sehingga akhir memunculkan kemarahan Raden Aryo Mangkurat dengan membunuh orang kepercayaan Raden Sulaiman yang setia bernama Kyai Setia Bakti. Raden Sulaiman akhir mengadukan pembunuhan ini untuk Ratu Anom Kesumayuda namun tanggapan Ratu Anom Kesumayuda tidak melakukan tindakan yang berarti yang cenderung untuk mendiamkannya (karena Raden Aryo Mangkurat yaitu Adiknya). Hal ini membuat Raden Aryo Mangkurat semakin merajalela hingga akhir Raden Sulaiman semakin terdesak dan sampai untuk mengancam keselamatan jiwa Raden Sulaiman dan keluarganya. Melihat kondisi yang demikian karenanya Raden Sulaiman beserta keluarga dan orang-orangnya akhir memutuskan untuk hijrah dari Panembahan Sambas.

Karenanya akhir Raden Sulaiman beserta keluarga dan pengikutnya yang terdiri dari sisa orang-orang Brunei yang dibiarkan bebas oleh Ayahnya (Baginda Sultan Tengah) sebelum membiarkan bebas Panembahan Sambas dan beberapa akbar terdiri dari orang-orang Jawa Panembahan Sambas yang telah turut Islam.

Raja Sambas

Daftar Ratu (Pangeran Adipati) dan Panembahan yang memerintah Kerajaan Sambas:

  1. Saboa Tangan Pangeran Raja muda Sambas (1609)[11])
  2. Ratu Timbang Paseban bin Saboa Tangan
  3. Ratu Sapudak bin Saboa Tangan (1650-1652)[12]
  4. Ratu Anom Kesumayuda (Pangeran Prabu Kencana) bin Ratu Timbang Paseban[13]
  5. Panembahan di Kota Balai (Raden Bekut)[14]
  6. Raden Mas Dungun

Hubungan Kerajaan Panembahan Sambas dan Kesultanan Banjar sampai ratus tahun ke-17

Menurut Kakawin Nagarakretagama yang ditulis tahun 1365 menyebutkan Sambas sebagai salah satu negeri di provinsi Tanjungnagara (beribukota di Tanjungpura) yang telah ditaklukan Kerajaan Majapahit oleh Gajah Mada. Sedangkan menurut Hikayat Banjar, sejak masa kekuasaan Maharaja Suryanata/Raden Aria Gegombak Janggala Rajasa, pangeran dari Majapahit yang dijadikan raja Negara Dipa (Banjar Hindu), Sambas yaitu salah satu tanah yang di bawah angin (= negeri di sebelah barat) yang menyerahkan upeti. Dalam Hikayat Banjar, penguasa Sambas dinamakan Raja Sambas demikian juga penguasa Sukadana dinamakan Raja Sukadana sementara daerah Kota Waringin, Pasir dan Berau penguasanya dinamakan orang akbar. Bila benar di pusat keraton Banjar karenanya Raja Sambas dinamakan Dipati Sambas/Pangeran Raja muda Sambas dan Raja Sukadana dinamakan Dipati Sukadana/Pangeran Raja muda Sukadana yang diasumsikan sebagai raja bawahanan dari Sultan Banjar yang beraksi sebagai pemerintah pusat. Kala itu raja-raja di Kalimantan masih setaraf Panembahan atau Pangeran Raja muda dan belum benar yang bergelar Sultan, kecuali Sultan Brunei dan Sultan Banjar. Pada masa pemerintahan Sultan Banjar ke-4 Marhum Panembahan/Sultan Mustainbillah yang berkuasa tahun 1595-1642, setelah mengutus Kiai Martasura ke Makassar untuk bertemu Karaeng Patinggaloang, karenanya agak antara tahun 1638-1640, seorang raja Sambas (Saboa Tangan Pangeran Raja muda Sambas) telah masuk ke Kesultanan Banjar untuk mempersembahkan upeti berupa dua biji intan dan barang-barang bedanya. Intan yang satu benar seberapa bercak kotor ukurannya sebesar buah tanjung dinamakan Si Giwang, sedangkan yang sebuah lagi benar ukuran sebesar telur burung dara dinamakan Si Misim. Sejak kala itulah Sambas tidak lagi disuruh menyerahkan upeti tiap-tiap tahun, tetapi hanya bila saat-saat Sultan Banjar menyuruh mengirimkan barang yang dikehendakinya karenanya jangan tidak dicarikan barang tersebut. Akhir intan Si Misim dipersembahkan oleh Marhum Panembahan/Sultan Mustainbillah untuk raja Mataram Sultan Besar[10]. Tahun 1546 raja Demak Sultan Trenggono mangkat. Dia telah berfaedah menolong Sultan Suriansyah membangun Kesultanan Banjar. Sejak runtuhnya Demak, Sultan Banjarmasin meninggalkan diri dan tidak pernah lagi mengirim upeti untuk pemerintahan Jawa berikutnya. Pada masa Sultan Hidayatullah I (ayah Marhum Panembahan), Mataram menyerang Banjarmasin dan menawan putra mahkota Ratu Bagus di Tuban. Sejak itu hubungan Mataram dan Banjarmasin mengalami ketegangan. Namun sejak tahun 1637 hubungan Banjarmasin dan Mataram membaik dan Ratu Bagus dilepaskan dari tawanan. Karenanya tibalah di pelabuhan Jepara pada bulan Oktober tahun 1641 utusan Marhum Panembahan mengirim persembahan (hadiah/bukan upeti) berupa intan Si Misim (upeti dari raja Sambas dahulu) dan barang bedanya seperti lada, rotan, tudung dan lilin. Sebagai utusan anandanya sendiri yang dilahirkan dari selir seorang Jawa yaitu Pangeran Dipati Tapesana beserta mangkubumi Kiai Tumenggung Raksanagara dan seorang menteri Kiai Narangbaya disertai dua ratus pengiring.

Hikayat Banjar, menyebutkan[10] :


  • Hubungan Negara Dipa (Banjar Hindu) dengan Sambas pada masa Maharaja Suryanata menyebutkan :

Hatta berapa lamanya karenanya raja perempuan itu hamil pula. Sudah genap bulannya genap harinya karenanya beranak laki-laki pula. Karenanya tahta kerajaan, beranak itu seperti demikian jua, dinamai Raden Suryawangsa. Akhir daripada itu, Raden Suryaganggawangsa itu sudah taruna, Raden Suryawangsa itu baharu kepinggahan (= tanggal gigi) itu, karenanya seperti raja Sukadana, seperti raja Sambas, seperti orang besar-besar Batang Lawai, seperti orang akbar di Kota Waringin, seperti raja Pasir, seperti Kutai, seperti Karasikan, seperti orang akbar di Berau, sekaliannya itu sama takluk pada Maharaja Suryanata di Negara-Dipa itu. Majapahit pun, sungguh negeri akbar serta menaklukkan segala negeri jua itu, yaitu raja Majapahit itu takut pada Maharaja Suryanata itu. Karena bukannya raja seperti raja negeri lain-lain itu asalnya kedua laki-isteri itu karenanya raja Majapahit hebat itu; apalagi Lambu Mangkurat itu yang ditakutinya oleh raja Majapahit dan segala menteri Majapahit itu sama hebatnya pada Lambu Mangkurat itu. Karenanya banyak tiada tersebutkan.[10]


  • Hubungan Banjar dengan Sambas pada masa Sultan Suriansyah menyebutkan :
Sudah itu karenanya orang Sebangau, orang Mendawai, orang Sampit, orang Pembuang, orang Kota Waringin, orang Sukadana, orang Lawai, orang Sambas sekaliannya itu dipersalin sama disuruh balik. Tiap-tiap musim barat sekaliannya negeri itu masuk mahanjurkan upetinya, musim timur balik itu. Dan orang Takisung, orang Tambangan Laut, orang Kintap, orang Asam-Asam, orang Laut-Pulau, orang Pamukan, orang Paser, orang Kutai, orang Berau, orang Karasikan, sekaliannya itu dipersalin, sama disuruh balik. Tiap-tiap musim timur masuk sekaliannya negeri itu mahanjurkan upetinya, musim barat balik.[10]


  • Hubungan Banjar dengan Sambas pada masa Sultan Mustain Billah alias Marhum Panembahan menyebutkan :

Akhir daripada itu masuk raja Sambas maaturkan intan dua biji, serta benar barang lain-lain yang benar di Sambas itu diaturkannya tetapi yang tersebutkan intan dua biji. Yang satu rigat (= kotor) seberapa, akbarnya seperti buah tanjung, dinamai Si Giwang. Satu akbarnya seperti telur burung dara, itu dinamai Si Misim. Pangandika (= perkataan) Marhum Panambahan pada raja Sambas:”Dipati Sambas, nyawa (= kamu) sudah jangan lagi mahanjurkan upati seperti zaman dahulu kala. Hanya lamun benar diri sendiri menyuruh barang yang kukehendaki itu jangan tiada carikan. Karenanya lamun benar kehendak nyawa (=kamu) barang sesuatu menyuruh ke mari.” Sembah raja Sambas:” Nugraha sampian (= anda) itu kaula (= saya) junjung kaula suhun atas batu kepala kaula.” Demikianlah mulanya karenanya Sambas tiada lagi tiap-tiap tahun maaturkan upati ke Martapura itu. Banyak tiada tersuratkan.[10]


Semua data yang dijelaskan di atas yaitu untuk masa Kerajaan Sambas hindu sedangkan setelah masa Kerajaan Sambas hindu ini dilangsungkan dengan masa Panembahan Sambas hindu yang berbedaan keturunan (Dinasti / Nasab) dengan Kerajaan Sambas hindu itu, setelah masa Panembahan Sambas hindu itu dilangsungkan lagi masa pemerintahan Kesultanan Sambas dimana Kesultanan Sambas ini berbedaan keturunan (Dinasti / Nasab) dengan Kerajaan Sambas hindu maupun Panembahan Sambas hindu. Masa Pemerintahan Kesultanan Sambas inilah yang datanya jauh semakin jelas dan sempurna dibandingkan dengan masa-masa Kerajaan-Kerajaan Sambas sebelumnya. Keturunan dari Raja-Raja Kerajaan Sambas hindu dan Panembahan Sambas hindu telah hilang jejaknya, yang benar sekarang sebagai keturunan Kerajaan Sambas yaitu dari Raja-Raja Kesultanan Sambas yang berkembang luas hingga sekarang ini. Jadi Kerajaan Sambas yang dimaksudkan rakyat kala ini yaitu Kesultanan Sambas, bukan Kerajaan Sambas hindu atau Panembahan Sambas hindu dimana data-data yang diistilahkan di atas alinea ini yaitu untuk masa Kerajaan Sambas hindu dan Panembahan Sambas hindu, bukan untuk Kesultanan Sambas yang benar sekarang. Kesultanan Sambas itu berbedaan dengan Kerajaan Sambas yang dibahas pada halaman ini, Kerajaan Sambas itu yaitu Kerajaan yang benar di wilayah Sungai Sambas sebelum berdirinya Kesultanan Sambas. Luas wilayah kekuasaan Kerajaan Sambas itu tidak sebesar wilayah kekuasaan Kesultanan Sambas. Sedangkan yang dipandukan pada peta awal halaman ini yaitu bukan wilayah kekuasaan Kerajaan Sambas tetapi yaitu wilayah kekuasaan Kesultanan Sambas.


Sedangkan pada masa pemerintahannya, Kesultanan Sambas yang berdiri sejak tahun sekitar tahunn 1675 M, tidak pernah tunduk / bernaung untuk pihak-pihak kekuasaan manapun baik itu Kerajaan bedanya di Nusantara ini ataupun pihak Kolonoal Eropa hingga akhir pada masa Sultan Sambas ke-10 yaitu Sultan Umar Akamaddin III (tahun 1831 M), kekuasaan Kolonial Hindia Belanda mulai memengaruhi pemerintahan Kesultanan Sambas hingga masa kemerdekaan RI.

Bahkan Kesultanan Sambas sempat dijadikan Kerajaan terbesar di wilayah Kalimantan Barat selama sekitar Abad yaitu dari awal ratus tahun ke-18 (tahun 17-an) hingga awal ratus tahun ke-19 (tahun 18-an), baru akhir setelah Hindia Belanda mulai berkuasa di wilayah Kalimantan Barat, Kejayaan Kesultanan Sambas mulai meredup dan akhir kebesaran Kesultanan Sambas itu ditukarkan oleh Kesultanan Pontianak.

Peta wilayah yang dipandukan di awal halaman ini yaitu batas wilayah kekuasaan Kesultanan Sambas dari masa Sultan Sambas ke-4 yaitu Sultan Abubakar Kamaluddin (1730) hingga akhir-akhirnyanya masa pemerintahan Kesultanan Sambas dengan bergabung untuk Republik Indonesia Serikat (RIS) pada tahun 1950. Bekas wilayah kekuasaan Kesultanan Sambas tersebut diatas akhir pada tahun 1956 dijadikan sebagai wilayah Kabupaten Sambas yang berlanjut selama sekitar 44 tahun hingga akhir pada tahun 2000 wilayah Kabupaten Sambas itu dimekarkan dijadikan 2 Kabupaten dan 1 Kota yaitu Kabupaten Sambas, Kabupaten Bengkayang dan Kota Singkawang seperti yang benar sekarang (2012. Jadi bekas wilayah kekuasaan Kesultanan Sambas sekarang dijadikan wilayah dari 2 Kabupaten dan 1 Kota yaitu Kota Singkawang, Kabupaten Bengkayang dan Kabupaten Sambas yang sejak berpuluh tahun oleh rakyat di wilayah ini di kenal dengan sebutan populer yaitu "SINGBEBAS" singkatan dari Singkawang, Bengakayang dan Sambas wilayah-wilayah inilah yang dahulu yaitu wilayah kekuasaan KESULTANAN SAMBAS. (Sumber : 1. Arsip Nasional RI, Jakarta, 2. Silsilah Kesultanan Sambas, 3. Berita Daerah Provinsi Kalimantan Barat tahun 1956)

Catatan kaki

  1. ^ Silver Buddha on a bronze lotus base - Sculpture from the Sambas Treasure
  2. ^ (Indonesia) Arsip Nasional Republik Indonesia, Inventaris arsip Borneo Westerafdeeling, 1609-1890 dan Borneo Zuid en Oosterafdeeling, 1664-1890, Arsip Nasional Republik Indonesia, 1986
  3. ^ Raja Sambas yaitu sebutan untuk penguasa Tanah Sambas sebelum tahun 1675 seperti tertulis dalam Hikayat Banjar (1663)
  4. ^ (Belanda)Kern, Hendrik (1918). H. Kern: deel. De Nāgarakṛtāgama, slot. Spraakkunst van het Oudjavaansch. M. Nijhoff. 
  5. ^ (Inggris) Smedley, Edward (1845). Encyclopædia metropolitana; or, Universal dictionary of knowledge. hlm. 713. 
  6. ^ (Inggris)Malayan miscellanies (1820). Malayan miscellanies. hlm. 7. 
  7. ^ (Indonesia) Bambang Pramudito, Kitab Negara Kertagama: sejarah tata pemerintahan dan peradilan Kraton Majapahit, Penerbit Gelombang Pasang, 2006
  8. ^ (Indonesia) Muljana, Slamet (2005). Runtuhnya kerajaan Hindu-Jawa dan timbulnya negara-negara Islam di Nusantara. PT LKiS Pelangi Aksara. hlm. 61. ISBN 9798451163. ISBN 978-979-8451-16-4
  9. ^ Sejarah Nasional Indonesia; Pertumbuhan dan perkembangan kerajaan-kerajaaan
  10. ^ a b c d e f (Melayu)Johannes Jacobus Ras, Hikayat Banjar diartikan oleh Siti Hawa Salleh, Percetakan Dewan Bahasa dan Pustaka, Lot 1037, Mukim Perindustrian PKNS - Ampang/Hulu Kelang - Selangor Darul Ehsan, Malaysia 1990.
  11. ^ (Belanda) L. C. van Dijk, Ne©erland's vroegste betrekkingen met Borneo, den Solo-Archipel, Camobdja, Siam en Cochin-China, Scheltema, 1862
  12. ^ (Indonesia) Sejarah Singkat Sambas dalam situs www.sambas.go.id/profile-daerah/sejarah-singkat.html
  13. ^ (Indonesia) Bangun Desa dan Menyebarkan Islam: Menelusuri Keberadaan Istana Kerajaan di Kalbar dalam situs /www.kalbariana.net
  14. ^ (Indonesia) SEJARAH KERAJAAN SAMBAS dalam situs www.pontianakonline.com

Pranala luar

 
Kalimantan Barat
Nanga Bunut · Tanjungpura · Pontianak · Kubu · Sintang · Mempawah · Meliau · Sambas kuna · Sambas · Sanggau · Selimbau · Sekadau · Landak · Tayan · Piasak · Jongkong
 
Kalimantan Tengah
 
Kalimantan Selatan
 
Kalimantan Timur
 
Kalimantan Utara
 
Malaysia Timur dan Brunei


Sumber :
indonesia-info.net, kategori-antropologi.ptkpt.net, wiki.edunitas.com, id.wikipedia.org, dsb-nya.