JAVAN RHINO
COLLECTION OF WORLD ENCYCLOPEDIA
Change to impressions  M1, 2 Laptop Mobile
Search in Collection of World Encyclopedia   
Bacharuddin Jusuf Habibie  (Beforehand)(NextNational Accreditation Board f.....

Badak jawa

Badak jawa
Pemburu Eropa dengan badak Jawa yang terbunuh tahun 1895
Pemburu Eropa dengan badak Jawa yang terbunuh tahun 1895
Status konservasi
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan:Animalia
Filum:Chordata
Kelas:Mammalia
Ordo:Perissodactyla
Famili:Rhinocerotidae
Genus:Rhinoceros
Spesies:R. sondaicus
Nama binomial
Rhinoceros sondaicus
Desmarest, 1822[2]
Persebaran badak Jawa[3]
Persebaran badak Jawa[3]
Subspesies

Rhinoceros sondaicus annamiticus
Rhinoceros sondaicus inermis (punah)
Rhinoceros sondaicus sondaicus

Badak jawa atau Badak bercula-satu kecil (Rhinoceros sondaicus) merupakan anggota famili Rhinocerotidae dan satu dari lima badak yang masih tidak kekurangan. Badak ini datang ke genus yang sama dengan badak india dan memiliki kulit bermosaik yang menyerupai baju baja. Badak ini memiliki panjang 3,1–3,2 m dan tinggi 1,4–1,7 m. Badak ini bertambah kecil daripada badak india dan bertambah dekat dalam agung tubuh dengan badak hitam. Ukuran culanya biasanya bertambah sedikit daripada 20 cm, bertambah kecil daripada cula spesies badak lainnya.

Badak ini pernah dijadikan salah satu badak di Asia yang paling jumlah menyebar. Meski disebut "badak jawa", binatang ini tidak terbatas hidup di Pulau Jawa saja, tapi di seluruh Nusantara, sepanjang Asia Tenggara dan di India serta Tiongkok. Spesies ini sekarang statusnya sangat kritis, dengan hanya sedikit populasi yang ditemukan di alam lepas sama sekali, dan tidak tidak kekurangan di kebun binatang. Badak ini kemungkinan merupakan mamalia terlangka di bumi.[4] Populasi 40-50 badak hidup di Taman Nasional Ujung Kulon di pulau Jawa, Indonesia. Populasi badak Jawa di alam lepas sama sekali lainnya tidak kekurangan di Taman Nasional Cat Tien, Vietnam dengan persangkaan populasi tidak bertambah dari delapan pada tahun 2007. Berkurangnya populasi badak jawa diakibatkan oleh perburuan kepada diambil culanya, yang sangat bermanfaat pada pengobatan tradisional Tiongkok, dengan harga sebesar $30.000 per kilogram di pasar gelap.[4] Berkurangnya populasi badak ini juga diakibatkan oleh kehilangan habitat, yang terutama diakibatkan oleh peperangan, seperti peperangan Vietnam di Asia Tenggara juga menyebabkan berkurangnya populasi badak Jawa dan menghalangi pemulihan.[5] Tempat yang tersisa hanya tidak kekurangan di dua daerah yang dijaga, tetapi badak jawa masih tidak kekurangan pada risiko diburu, peka terhadap penyakit dan menciutnya keragaman genetik menyebabkannya terganggu dalam berkembangbiak. WWF Indonesia mengupayakan kepada mengembangkan kedua bagi badak jawa sebab bila terjadi serangan penyakit atau bencana alam seperti tsunami, letusan gunung berapi Krakatau dan gempa bumi, populasi badak jawa akan langsung punah.[6] Selain itu, sebab invasi langkap (arenga) dan kompetisi dengan banteng kepada ruang dan sumber, maka populasinya lebih terdesak.[6] Kawasan yang diidentifikasikan aman dan relatif dekat merupakan Taman Nasional Halimun di Gunung Salak, Jawa Barat yang pernah dijadikan habitat badak Jawa.[6]

Badak jawa dapat hidup selama 30-45 tahun di alam lepas sama sekali. Badak ini hidup di hutan hujan dataran rendah, padang rumput basah dan daerah daratan banjir agung. Badak jawa lebih jumlah bersifat tenang, kecuali kepada masa kenal-mengenal dan membesarkan anak, walaupun suatu gugusan kadang-kadang dapat berkumpul di dekat kubangan dan tempat memperoleh mineral. Badak matang tidak memiliki hewan pemangsa sebagai musuh. Badak jawa biasanya menghindari manusia, tetapi akan menyerang manusia bila merasa diganggu. Peneliti dan pelindung alam jarang meneliti binatang itu dengan cara langsung sebab kelangkaan mereka dan tidak kekurangannya bahaya mengganggu sebuah spesies terancam. Peneliti menggunakan kamera dan sampel kotoran kepada mengukur kesehatan dan tingkah laku mereka. Badak Jawa bertambah sedikit dipelajari daripada spesies badak lainnya.

Daftar isi

Taksonomi dan penamaan

Penelitian pertama badak jawa dilaksanakan oleh penyelidik alam dari luar daerah tersebut pada tahun 1787, ketika dua binatang ditembak di Jawa. Tulang badak Jawa dikirim pada penyelidik alam Belanda Petrus Camper, yang meninggal tahun 1789 sebelum sempat menerbitkan penemuannya bahwa badak Jawa merupakan spesies istimewa. Badak Jawa lainnya ditembak di Pulau Sumatra oleh Alfred Duvaucel yang mengirim spesimennya ke ayah tirinya, Georges Cuvier, ilmuwan Perancis yang terkenal. Cuvier menyadari binatang ini sebagai spesies istimewa tahun 1822, dan pada tahun yang sama diidentifikasi oleh Anselme Gaëtan Desmarest sebagai Rhinoceros sondaicus. Spesies ini merupakan spesies badak terbelakang yang diidentifikasi.[7] Desmarest pada permulaannya mengidentifikasi badak ini bermula dari Jawa, tetapi nantinya mengubahnya dan membicarakan spesimennya bermula dari pulau Jawa.[2]

Nama genusnya Rhinoceros, yang didalamnya juga terdapat badak India, bermula dari bahasa Yunani: rhino berarti hidung, dan ceros berarti tanduk; sondaicus bermula dari ucap Sunda, daerah yang mencakup pulau Sumatra, Jawa, Kalimantan dan kepulauan kecil disekitarnya. Badak Jawa juga disebut badak bercula-satu kecil (sebagai perbedaan dengan badak bercula-satu agung, nama lain badak India).

Terdapat tiga subspesies, yang hanya dua subspesies yang masih tidak kekurangan, sementara satu subspesies telah punah:

  • Rhinoceros sondaicus sondaicus, tipe subspesies yang diketahui sebagai badak Jawa Indonesia' yang pernah hidup di Pulau Jawa dan Sumatra. Sekarang populasinya hanya lebih kurang 40-50 di Taman Nasional Ujung Kulon yang terletak di ujung barat Pulau Jawa. Satu peneliti mengusulkan bahwa badak jawa di Sumatra memasuki subspesies yang berbeda, R.s. floweri, tetapi hal ini didorong dengan cara lebar.[8][9]
  • Rhinoceros sondaicus annamiticus, diketahui sebagai Badak Jawa Vietnam atau Badak vietnam, yang pernah hidup di sepanjang Vietnam, Kamboja, Laos, Thailand dan Malaysia. Annamiticus bermula dari deretan pegunungan Annam di Asia Tenggara, bagian dari tempat hidup spesies ini. Sekarang populasinya diperkirakan bertambah sedikit dari 12, hidup di hutan daratan rendah di Taman Nasional Cat Tien, Vietnam. Analisis genetika memberi kesan bahwa dua subspesies yang masih tidak kekurangan memiliki leluhur yang sama antara 300.000 dan 2 juta tahun yang lalu.[9][10]
  • Rhinoceros sondaicus inermis, diketahui sebagai Badak jawa india, pernah hidup di Benggala mencapai Burma (Myanmar), tetapi dianggap punah pada sepuluh tahun permulaan tahun 1900-an. Inermis berarti tidak cula, sebab karakteristik badak ini merupakan cula kecil pada badak jantan, dan tak tidak kekurangan cula pada betina. Spesimen spesies ini merupakan betina yang tidak memiliki cula. Situasi politik di Burma mencegah taksiran spesies ini di negara itu, tetapi keselamatannya dianggap tak dapat dipercaya.[11][12][13]

Evolusi

Badak India mengadakan komunikasi dekat dengan badak Jawa; mereka merupakan dua anggota tipe genus badak.

Leluhur badak pertama kali terbagi dari Perissodactyl lainnya pada masa Eosen permulaan. Perbandingan DNA mitokondria memberikan kesan bahwa leluhur badak modern terbagi dari leluhur Equidae lebih kurang 50 juta tahun yang lalu.[14] Famili yang masih tidak kekurangan, Rhinocerotidae, pertama kali muncul pada Eosen kesudahan di Eurasia, dan leluhur spesies badak modern terbagi dari Asia pada permulaan Miosen.[15]

Badak jawa dan badak india merupakan satu-satunya anggota genus Rhinoceros yang pertama kali muncul pada rekaman fosil di Asia lebih kurang 1,6 juta-3,3 juta tahun yang lalu. Persangkaan molekul memberikan kesan bahwa spesies telah terbagi bertambah permulaan, lebih kurang 11,7 juta tahun yang lalu.[16][14] Walaupun memasuki tipe genus, badak Jawa dan India dipercaya tidak mengadakan komunikasi dekat dengan spesies badak lainnya. Penelitian berbeda telah mengeluarkan hipotesis bahwa mereka mungkin mengadakan komunikasi dekat dengan Gaindetherium atau Punjabitherium yang telah punah. Analisis klad Rhinocerotidae menempatkan Rhinoceros dan Punjabitherium yang telah punah pada klad dengan Dicerorhinus, badak Sumatra. Penelitian lain mengusulkan bahwa badak Sumatra bertambah mengadakan komunikasi dekat dengan dua spesies badak di Afrika.[17] Badak Sumatra dapat terbagi dari badak Asia lainnya 15 juta tahun yang lalu.[15][4]

Deskripsi

Badak jawa bertambah kecil daripada sepupunya, badak india, dan memiliki agung tubuh yang dekat dengan badak hitam. Panjang tubuh badak Jawa (termasuk kepalanya) dapat bertambah dari 3,1–3,2 m dan mencapai tinggi 1,4–1,7 m. Badak matang dilaporkan memiliki berat antara 900 dan 2.300 kilogram. Penelitian kepada mengumpulkan pengukuran akurat badak Jawa tidak pernah dilaksanakan dan bukan prioritas.[4] Tidak terdapat perbedaan agung antara macam kelamin, tetapi badak Jawa betina ukuran tubuhnya dapat bertambah agung. Badak di Vietnam bertambah kecil daripada di Jawa sesuai penelitian bukti melalui foto dan pengukuran jejak kaki mereka... [18]

Seperti sepupunya di India, badak jawa memiliki satu cula (spesies lain memiliki dua cula). Culanya merupakan cula terkecil dari semua badak, biasanya bertambah sedikit dari 20 cm dengan yang terpanjang sepanjang 27 cm. Badak jawa jarang menggunakan culanya kepada bertarung, tetapi menggunakannya kepada menukarkan lumpur di kubangan, kepada menarik tanaman supaya dapat dimakan, dan membuka jalan melalui vegetasi tebal. Badak Jawa memiliki bibir panjang, atas dan tinggi yang menolongnya mengambil makanan. Gigi serinya panjang dan tajam; ketika badak jawa bertempur, mereka menggunakan gigi ini. Di belakang gigi seri, enam gigi geraham panjang dipakai kepada mengunyah tanaman kasar. Seperti semua badak, badak jawa memiliki penciuman dan pendengaran yang baik tetapi memiliki pandangan mata yang buruk. Mereka diperkirakan hidup selama 30 mencapai 45 tahun.[18]

Kulitnya yang sedikit berbulu, berwarna abu-abu atau abu-abu-coklat membungkus pundak, punggung dan pantat. Kulitnya memiliki pola mosaik alami yang menyebabkan badak memiliki perisai. Pembungkus leher badak Jawa bertambah kecil daripada badak india, tetapi tetap mewujudkan bentuk pelana pada pundak. Sebab risiko mengganggu spesies terancam, badak jawa dipelajari melalui sampel kotoran dan kamera. Mereka jarang ditemui, diamati atau diukur dengan cara langsung.[19]

Penyebaran dan habitat

Taman Nasional Ujung Kulon di Jawa merupakan habitat bagi sisa badak Jawa yang masih hidup.

Persangkaan yang paling optimistis memperkirakan bahwa bertambah sedikit dari 100 badak Jawa masih tidak kekurangan di alam lepas sama sekali. Mereka dianggap sebagai mamalia yang paling terancam; walaupun masih terdapat badak Sumatra yang tempat hidupnya tidak dijaga seperti badak Jawa, dan sebagian pelindung alam menganggap mereka memiliki risiko yang bertambah agung. Badak Jawa diketahui masih hidup di dua tempat, Taman Nasional Ujung Kulon di ujung barat pulau Jawa dan Taman Nasional Cat Tien yang terletak lebih kurang 150 km sebelah utara Kota Ho Chi Minh.[9][20]

Binatang ini pernah menyebar dari Assam dan Benggala (tempat tinggal mereka akan saling melengkapi antara badak Sumatra dan India di tempat tersebut[13]) ke arah timur mencapai Myanmar, Thailand, Kamboja, Laos, Vietnam, dan ke arah selatan di semenanjung Malaya, serta pulau Sumatra, Jawa dan Kalimantan.[21] Badak Jawa hidup di hutan hujan dataran rendah, rumput tinggi dan tempat tidur alang-alang yang jumlah dengan sungai, dataran banjir agung atau daerah basah dengan jumlah kubangan lumpur. Walaupun dalam sejarah badak jawa menyukai daerah rendah, subspesies di Vietnam terdorong menuju tanah yang bertambah tinggi (diatas 2.000 m), yang diakibatkan oleh gangguan dan perburuan oleh manusia.[11]

Tempat hidup badak jawa telah menyusut selama 3.000 tahun terbelakang, dimulai lebih kurang tahun 1000 SM, tempat hidup di utara badak ini meluas ke Tongkok, tetapi mulai bangkit ke selatan dengan cara kasar pada 0.5 km per tahun sebab penetap manusia meningkat di daerah itu.[22] Badak ini mulai punah di India pada dekade permulaan masa zaman ke-20.[13] Badak Jawa diburu mencapai kepunahan di semenanjung Malaysia tahun 1932.[23] Pada kesudahan peperangan Vietnam, badak Vietnam dipercaya punah sepanjang tanah utama Asia. Pemburu lokal dan penebang hutan di Kamboja mengklaim melihat badak jawa di Pegunungan Cardamom, tetapi survey pada daerah tersebut gagal menemukan bukti.[24] Populasi badak Jawa juga mungkin tidak kekurangan di pulau Kalimantan, walaupun spesimen tersebut mungkin merupakan badak Sumatra, populasi kecil yang masih hidup disana.[21]

Sifat

Badak jawa merupakan binatang tenang dengan pengecualian ketika mereka berkembang biak dan apabila seekor inang mengasuh anaknya. Kadang-kadang mereka akan berkerumun dalam gugusan kecil di tempat mencari mineral dan kubangan lumpur. Berkubang di lumpur merupakan sifat umum semua badak kepada menjaga suhu tubuh dan menolong mencegah penyakit dan parasit. Badak jawa tidak menggali kubangan lumpurnya sendiri dan bertambah suka menggunakan kubangan binatang lainnya atau lubang yang muncul dengan cara alami, yang akan menggunakan culanya kepada memperbesar. Tempat mencari mineral juga sangat penting sebab nutrisi kepada badak diterima dari garam. Wilayahi jantan bertambah agung dibandingkan betina dengan agung wilayah jantan 12–20 km² dan wilayah betina yang diperkirakan 3–14 km². Wilayah jantan bertambah agung daripada wilayah wanita. Tidak diketahui apakah terdapat pertempuran teritorial.[25]

Jantan menandai wilayah mereka dengan tumpukan kotoran dan percikan urin. Goresan yang dibuat oleh kaki di tanah dan gulungan pohon muda juga dipakai kepada komunikasi. Anggota spesies badak lainnya memiliki budaya khas membuang cairan agung pada tumpukan kotoran badak agung dan lalu menggoreskan kaki belakangnya pada kotoran. Badak Sumatra dan Jawa ketika buang cairan agung di tumpukan, tidak melakukan goresan. Adaptasi sifat ini diketahui dengan cara ekologi; di hutan hujan Jawa dan Sumatera, metode ini mungkin tidak bermanfaat kepada menyebar bau.[25]

Badak jawa memiliki bertambah sedikit suara daripada badak sumatra; sangat sedikit suara badak jawa yang diketahui. Badak Jawa matang tidak memiliki musuh alami selain manusia. Spesies ini, terutama sekali di Vietnam, merupakan spesies yang melarikan diri ke hutan ketika manusia mendekat sehingga sulit kepada meneliti badak.[5] Ketika manusia terlalu dekat dengan badak jawa, badak itu akan dijadikan sifat menyerang dan akan menyerang, menikam dengan gigi serinya di rahang bawah sementara menikam keatas dengan kepalanya.[25] Sifat anti-sosialnya mungkin merupakan adaptasi tekanan populasi; bukti sejarah mengusulkan bahwa spesies ini pernah bertambah bergolongan.[9]

Makanan

Badak jawa merupakan hewan herbivora dan makan bermacam-macam spesies tanaman, terutama tunas, ranting, daun-daunan muda dan buah yang jatuh. Lebih jumlah tumbuhan disukai oleh spesies ini tumbuh di daerah yang terkena sinar matahari: pada pembukaan hutan, semak-semak dan tipe vegetasi lainnya tidak pohon agung. Badak menjatuhkan pohon muda kepada mencapai makanannya dan mengambilnya dengan bibir atasnya yang dapat memegang. Badak Jawa merupakan pemakan yang paling dapat beradaptasi dari semua spesies badak. Badak diperkirakan makan 50 kg makanan per hari. Seperti badak Sumatra, spesies badak ini memerlukan garam kepada makanannya. Tempat mencari mineral umum tidak tidak kekurangan di Ujung Kulon, tetapi badak Jawa terlihat minum cairan laut kepada nutrisi sama yang diperlukan.[18]

Reproduksi

Sifat seksual badak Jawa sulit dipelajari sebab spesies ini jarang diamati dengan cara langsung dan tidak tidak kekurangan kebun binatang yang memiliki spesimennya. Betina mencapai kematangan seksual pada usia 3-4 tahun sementara kematangan seksual jantan pada umur 6. Kemungkinan kepada hamil diperkirakan muncul pada periode 16-19 bulan. Interval kelahiran spesies ini 4–5 tahun dan anaknya membuat berjeda pada waktu lebih kurang 2 tahun. Empat spesies badak lainnya memiliki sifat pasangan yang mirip.[25]

Konservasi

Lukisan tahun 1861 menggambarkan perburuan badak Jawa.

Faktor utama berkurangnya populasi badak Jawa merupakan perburuan kepada culanya, masalah yang juga menyerang semua spesies badak. Cula badak dijadikan komoditas perdagangan di Tiongkok selama 2.000 tahun yang dipakai sebagai obat kepada pengobatan tradisional Tiongkok. Dengan cara historis kulitnya dipakai kepada membuat baju baja tentara Tiongkok dan suku lokal di Vietnam percaya bahwa kulitnya dapat dipakai sebagai penangkal racun kepada dapat ular.[26] Sebab tempat hidup badak mencakupi jumlah daerah kemiskinan, sulit kepada warga tidak membunuh binatang ini yang dapat dijual dengan harga tinggi.[22] Ketika Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora pertama kali dilaksanakan tahun 1975, badak Jawa dimasukan kedalam perlindungan Appendix 1: semua perdagangan internasional produk badak Jawa dianggap ilegal.[27] Survey pasar gelap cula badak telah menentukan bahwa badak Asia memiliki harga sebesar $30.000 per kilogram, tiga kali harga cula badak Afrika.[4]

Hilangnya habitat dampak pertanian juga menyebabkan berkurangnya populasi badak Jawa, walaupun hal ini bukan lagi faktor signifikan sebab badak hanya hidup di dua taman nasional yang dijaga. Memburuknya habitat telah menghalangi pemulihan populasi badak yang merupakan korban perburuan kepada cula. Bahkan dengan semua usaha konservasi, prospek keselamatan badak Jawa suram. Sebab populasi mereka tertutup di dua tempat kecil, mereka sangat rentan penyakit dan masalah perkembangbiakan. Pandai genetika konservasi memperkirakan bahwa populasi 100 badak butuh perlindungan pembagian genetika spesies.[20]

Ujung Kulon

Semenanjung Ujung Kulon dihancurkan oleh letusan gunung Krakatau tahun 1883. Badak Jawa mengkolonisasi lagi semenanjung itu setelah letusan, tetapi manusia tidak pernah lagi pada jumlah yang agung, sehingga membuat sebuah tempat berlindung.[20] Pada tahun 1931, sebab badak Jawa tidak kekurangan di tepi kepunahan di Sumatra, pemerintah Hindia-Belanda membicarakan bahwa badak merupakan spesies yang dijaga, dan masih tetap dijaga mencapai sekarang.[11] Pada tahun 1967 ketika sensus badak dilaksanakan di Ujung Kulon, hanya 25 badak yang tidak kekurangan. Pada tahun 1980, populasi badak bertambah, dan tetap tidak kekurangan pada populasi 50 mencapai sekarang. Walaupun badak di Ujung Kulon tidak memiliki musuh alami, mereka harus berkompetisi kepada memperebutkan ruang dan sumber yang jarang dengan banteng liar dan tanaman Arenga[6] yang dapat menyebabkan jumlah badak tetap tidak kekurangan dibawah kapasitas semenanjung.[28] Ujung Kulon diurus oleh menteri Kehutanan Republik Indonesia.[11] Ditemukan paling sedikit empat bayi badak Jawa pada tahun 2006.[29][30]

Foto induk Badak Jawa beserta bayinya, diperkirakan berumur lebih kurang 4 – 6 bulan, berhasil diabadikan oleh tim WWF pada November 2007. Ketika difoto, bayi badak tersebut sedang menyusu ibunya. Keberadaan badak tersebut diketahui ketika ditemukan jejak badak berukuran 15/16 cm di lebih kurang daerah arus sungai Citadahan pada tanggal 30 Oktober 2007. Hal ini merupakan kabar gembira sebab membuktikan tidak kekurangannya kelahiran badak baru di Ujung Kulon.[30]

Pertumbuhan populasi badak Jawa di Ujung Kulon
TahunMinimumMaksimumRata-rata
1967212824.5
1968202924.5
1971334237.5
1982535956
1993355847
Sumber: Strategi Konservasi Badak Indonesia - Dirjen PHPA Dephut RI.[31]

Cat Tien

Sedikit anggota R.s. annamiticus yang tersisa hidup di Taman Nasional Cat Tien, Vietnam. Badak ini pernah menyebar di Asia Tenggara, setelah peperangan Vietnam, badak Jawa dianggap punah. Taktik dipakai pada pertempuran menyebabkan kerusakan ekosistem daerah: penggunaan Napalm, herbisida dan defolian dari Kaki tangan Oranye, pengeboman udara dan penggunaan ranjau darat. Peperangan juga membanjiri daerah dengan senjata. Setelah peperangan, jumlah warga kampung miskin, yang sebelumnya menggunakan metode seperti lubang perangkap, sekarang memiliki senjata mematikan yang menyebabkan mereka dijadikan pemburu badak yang efisien. Dugaan kepunahan subspesies memperoleh tantangan ketika pada tahun 1988, seorang pemburu menembak betina matang yang menunjukan bahwa spesies ini berhasil selamat dari peperangan. Pada tahun 1989, ilmuwan meneliti hutan Vietnam selatan kepada mencari bukti badak lain yang selamat. Jejak kaki badak segar yang merupakan milik paling sedikit 15 badak ditemukan di sepanjang sungai Dong Nai.[32] Sebab badak, daerah tempat mereka tinggal dijadikan bagian Taman Nasional Cat Tien tahun 1992.[26]Populasi mereka dikhawatirkan berkurang di Vietnam, dengan pelindung alam memperkirakan bahwa paling sedikit 308 badak yang mungkin tidak jantan selamat.[29][20][5][33]

Di penangkaran

Tidak terdapat satupun badak Jawa di kebun binatang. Pada tahun 1800-an, paling sedikit empat badak dipamerkan di Adelaide, Kolkata dan London. Paling sedikit 22 badak Jawa telah didokumentasikan telah disimpan di penangkaran, dan mungkin bahwa jumlahnya bertambah agung sebab spesies ini kadang-kadang salah ditafsirkan dengan badak India.[34] Badak Jawa tidak pernah ditangani dengan baik di penangkaran: badak tertua yang hidup hanya mencapai usia 20 tahun, lebih kurang separuh dari usia yang dapat dicapai badak di alam lepas sama sekali. Badak Jawa terbelakang yang tidak kekurangan di penangkaran mati di Kebun Binatang Adelaide, Australia tahun 1907, tempat spesies tersebut sedikit diketahui sebab telah ditunjukan sebagai badak India.[18] Dampak dari program panjang dan mahal tahun 1980-an dan 1990-an kepada mengembangbiakan badak Sumatra di kebun binatang gagal, usaha kepada menjaga badak Jawa di kebun binatang tak dapat dipercaya.[4]

Usaha persiapan habitat kedua

Badak Jawa yang hidup berkumpul di satu kawasan utama sangat rentan terhadap kepunahan yang dapat diakibatkan oleh serangan penyakit, bencana alam seperti tsunami, letusan gunung Krakatau, gempa bumi. Selain itu, badak ini juga tidak cukup ruang jelajah dan sumber dampak invasi langkap (arenga) dan kompetisi dengan banteng.

Penelitian permulaan WWF mengidentifikasi habitat yang cocok, aman dan relatif dekat merupakan Taman Nasional Halimun di Gunung Salak, Jawa Barat, yang dahulu juga merupakan habitat badak Jawa. Bila habitat kedua ditemukan, maka badak yang sehat, baik, dan memenuhi kriteria di Ujung Kulon akan dikirim ke wilayah yang baru. Habitat ini juga akan menjamin keamanan populasinya.[6]

Footnote

  1. ^ Asian Rhino Specialist Group (1996). Rhinoceros sondaicus. 2006 IUCN Red List of Threatened Species. IUCN 2006. Diakses 11 Mei 2006. Didaftarkan berstatus kritis (CR C2a v2.3)
  2. ^ a b Rookmaaker, L.C. (1982). "The type locality of the Javan Rhinoceros (Rhinoceros sondaicus Desmarest, 1822)". Zeitschrift fur Saugetierkunde 47 (6): 381–382. 
  3. ^ Peta bermula dari peta di Foose dan Van Strien (1997). Peta ini tidak memasukan populasi kemungkinan di Kalimantan yang dideskripsikan oleh Cranbook dan Piper (2007).
  4. ^ a b c d e f Dinerstein, Eric (2003). The Return of the Unicorns; The Natural History and Conservation of the Greater One-Horned Rhinoceros. New York: Columbia University Press. ISBN 0-231-08450-1. 
  5. ^ a b c Santiapillai, C. (1992). "Javan rhinoceros in Vietnam". Pachyderm 15: 25–27. 
  6. ^ a b c d e "Mempersiapkan rumah kedua badak jawa". WWF. 12 Juni 2007. Retrieved 2007-10-16. 
  7. ^ Rookmaaker, Kees (2005). "First sightings of Asian rhinos". In Fulconis, R. Save the rhinos: EAZA Rhino Campaign 2005/6. London: European Association of Zoos and Aquaria. p. 52. 
  8. ^ Asian Rhino Specialist Group (1996). "Rhinoceros sondaicus ssp. sondaicus". IUCN Red List of Threatened Species. Version 2007. International Union for Conservation of Nature. Retrieved 16 Oktober 2007.  Diakses pada 16 Oktober 2007.
  9. ^ a b c d Fernando, Prithiviraj; Gert Polet, Nazir Foead, Linda S. Ng, Jennifer Pastorini, and Don J. Melnick (Juni 2006). "Genetic diversity, phylogeny and conservation of the Javan hinoceros (Rhinoceros sondaicus)". Conservation Genetics 7 (3): 439–448. 
  10. ^ Asian Rhino Specialist Group (1996). "Rhinoceros sondaicus ssp. annamiticus". IUCN Red List of Threatened Species. Version 2007. International Union for Conservation of Nature. Retrieved 16 Oktober 2007.  Diakses pada 16 Oktober 2007.
  11. ^ a b c d Foose, Thomas J.; Nico van Strien (1997), Asian Rhinos – Status Survey and Conservation Action Plan., IUCN, Gland, Switzerland, and Cambridge, UK, ISBN 2-8317-0336-0
  12. ^ Rookmaaker, Kees (1997). "Records of the Sundarbans Rhinoceros (Rhinoceros sondaicus inermis) in India and Bangladesh". Pachyderm 24: 37–45. 
  13. ^ a b c Rookmaaker, L.C. (Juni 2002). "Historical records of the Javan rhinoceros in North-East India". Newsletter of the Rhino Foundation of Nature in North-East India (4): 11–12. 
  14. ^ a b Xu, Xiufeng; Axel Janke, and Ulfur Arnason. "The Complete Mitochondrial DNA Sequence of the Greater Indian Rhinoceros, Rhinoceros unicornis, and the Phylogenetic Relationship Among Carnivora, Perissodactyla, and Artiodactyla (+ Cetacea)". Molecular Biology and Evolution 13 (9): 1167–1173. Retrieved 2007-11-04. 
  15. ^ a b Lacombat, Frédéric (2005). "The evolution of the rhinoceros". In Fulconis, R. Save the rhinos: EAZA Rhino Campaign 2005/6. London: European Association of Zoos and Aquaria. pp. 46–49. 
  16. ^ Tougard, C.; T. Delefosse, C. Hoenni, and C. Montgelard (2001). "Phylogenetic relationships of the five extant rhinoceros species (Rhinocerotidae, Perissodactyla) based on mitochondrial cytochrome b and 12s rRNA genes". Molecular Phylogenetics and Evolution 19 (1): 34–44. 
  17. ^ Cerdeño, Esperanza (1995). "Cladistic Analysis of the Family Rhinocerotidae (Perissodactyla)". Novitates (American Museum of Natural History) (3143). ISSN 0003-0082. Retrieved 2007-11-04. 
  18. ^ a b c d van Strien, Nico (2005). "Javan Rhinoceros". In Fulconis, R. Save the rhinos: EAZA Rhino Campaign 2005/6. London: European Association of Zoos and Aquaria. pp. 75–79. 
  19. ^ Munro, Margaret (10 Mei 2002). "Their trail is warm: Scientists are studying elusive rhinos by analyzing their feces". National Post. 
  20. ^ a b c d Derr, Mark (July 11, 2006). "Racing to Know the Rarest of Rhinos, Before It’s Too Late". The New York Times. Retrieved 2007-10-14. 
  21. ^ a b Cranbook, Earl of; Philip J. Piper (2007). "The Javan Rhinoceros Rhinoceros Sondaicus in Borneo". The Raffles Bulletin of Zoology (University of Singapore) 55 (1): 217–220. Retrieved 2007-11-04. 
  22. ^ a b Corlett, Richard T. (2007). "The Impact of Hunting on the Mammalian Fauna of Tropical Asian Forests". Biotropica 39 (3): 202–303. 
  23. ^ Ismail, Faezah (9 Juni 1998). "On the horns of a dilemma". New Straits Times. 
  24. ^ Daltry, J.C.; F. Momberg (2000). Cardamom Mountains biodiversity survey. Cambridge: Fauna and Flora International. 
  25. ^ a b c d Hutchins, M.; M.D. Kreger (2006). "Rhinoceros behaviour: implications for captive management and conservation". International Zoo Yearbook (Zoological Society of London) 40: 150–173. 
  26. ^ a b Stanley, Bruce (1993-6-22). "Scientists Find Surviving Members of Rhino Species". Associated Press. 
  27. ^ Emslie, R.; M. Brooks (1999), African Rhino. Status Survey and Conservation Action Plan., IUCN/SSC African Rhino Specialist Group. IUCN, Gland, Switzerland and Cambridge, UK, ISBN 2831705029
  28. ^ Dursin, Richel (16 Januari 2001). "Environment-Indonesia: Javan Rhinoceros Remains At High Risk". Inter Press Service. 
  29. ^ a b Williamson, Lucy (1 September, 2006). "Baby boom for near-extinct rhino". BBC News. Retrieved 2007-10-16. 
  30. ^ a b "Kamera Intai WWF Berhasil Abadikan Foto Induk Badak Jawa dan Anaknya". WWF. 16 Januari 2008. Retrieved 2007-10-16. 
  31. ^ "Pertumbuhan Populasi Badak Jawa di Semenanjung Ujung Kulon dari Data Hasil Sensus (1967 - 1993)". Departemen Kehutanan Republik Indonesia. 
  32. ^ Raeburn, Paul (24 April, 1989). "World's Rarest Rhinos Found In War-Ravaged Region of Vietnam". Associated Press. 
  33. ^ "Javan Rhinoceros; Rare, mysterious, and highly threatened". World Wildlife Fund. 2007-3-28. Retrieved 2007-11-04. 
  34. ^ Rookmaaker, L.C. (2005). "A Javan rhinoceros, Rhinoceros sondaicus, in Bali in 1839". Zoologische Garten 75 (2): 129–131. 

Pranala luar

  • Gambar Badak Jawa di Rhino Resource Center
  • Badak Jawa di situs WWF
  • International Rhino Foundation dibangun kepada konservasi badak: Badak Jawa
  • ARKive - gambar dan film badak Jawa (Rhinoceros sondaicus)
  • Lembar spesies Badak Jawa di UNEP & WCMC
 



Sumber :
id.wikipedia.org, civitasbook.com (Ensiklopedia), kategori-antropologi.kpt.co.id, wiki.edunitas.com, dll-nya.



 S2 Degree
 Download Brochures / Catalogs
 Job Opportunities
 Various Adverts
Online Register
Scholarship Info
eduNitas.com
Being Successful is Easy
Sites
Master School Program
Profile PTS-PTS
Student Admission
Study Program each PTS
Study Program + Curriculum
Our Services
Improvement Income
Important Info
 ⛤ Africa
 ⛤ Astronomy
 ⛤ Chemistry
 ⛤ Mathematics
 ⛤ Movies
 ⛤ National Hero
 ⛤ Sao Tome & Principe
 ⛤ Sports
 ⛤ Switzerland
 ⛤ Tanjung Pandan
 ⛤ Tapanuli Selatan
Web Network Main
Web Network Morning Tuition
Web Network S2 Degree
Web Network Executive Class
Web Network Regular Night Lecture
 Online Registration
 Waivers Cost of Education Submission
 Online College Programs in the Best 168 PTS
 Tuition Scholarships
 Executive Class
 Morning Tuition
 Regular Night Lecture Program
 Try Out Sample Questions
 Sholat Times
 Al Qur'an Online
 Computer Reference
 Psychological Test Practice
 Literature
 Various Discussion




Javan Rhino   ⛤   Collection of World Encyclopedia