Wajrayana

Bagian dari serial
Agama Buddha

Lotus75.png

Sejarah
Garis waktu
Dewan-dewan Buddhis

Pemikiran paham agama Buddha
Empat Kesunyataan Mulia
Delapan Jalan Utama
Pancasila · Tuhan
Nirvana · Tri Ratna

Paham inti
Tiga Corak Umum
Samsara · Lahir kembali · Sunyata
Paticcasamuppada · Karma

Tokoh penting
Siddharta Gautama
Siswa utama · Keluarga

Tingkat-tingkat Pencerahan
Buddha · Bodhisattva
Empat Tingkat Pencerahan
Meditasi

Wilayah agama Buddha
Asia Tenggara · Asia Timur
Tibet · India dan Asia Tengah
Indonesia · Barat

Sekte-sekte agama Buddha
Theravada · Mahayana
Vajrayana · Sekte Awal

Kitab Suci
Sutta · Vinaya · Abdhidahamma

Dharma wheel 1.png

Wajrayana atau kadang-kadang ditulis Vajrayana, adalah suatu paham Buddha yang di Indonesia lebih sering dikenal dengan nama Tantra atau Tantrayana. Namun banyak juga istilah lain yang dipakai, seperti misalnya: mantrayana, paham mantra rahasia, paham Buddha eksoterik. Wajrayana adalah adalah paham yang berkembang dari paham Buddha Mahayana, dan berbedaan dalam hal praktik, bukan dalam hal filosofi. Dalam paham Wajrayana, latihan meditasi sering di barengi dengan visualisasi.

Etimologi

Istilah "Wajrayana" berasal dari istilah vajra yang dalam bahasa sanskerta bermakna 'halilintar' atau 'intan'. Wajra melambangkan intan sebagai unsur terkeras di Bumi, maka istilah Wajrayana mampu bermakna "Kendaraan yang tak mampu rusak".

Filosofi

Filosofi paham agama Buddha mampu dibagi dua: Hinayana/Pratimokshayana (salah satunya Theravada) dan Mahayana. Hinayana menekankan pada pencapaian sebagai Arahat, sedangkan Mahayana pada pencapaian sebagai Bodhisattva. Tantrayana yang adalah bagian dari Mahayana juga sering dikenal dengan nama jalan Boddhisattva. Hinayana mampu dibagi dijadikan Vaibhashika dan Sautrantika. Sedangkan Mahayana dibagi dijadikan Cittamatra dan Madhyamika. Madhyamaka ini terdiri dari Rangtong (yang mencakup Sautrantika dan Prasangika) dan Shentong (Yogacara). Keempat filosofi paham Buddha ini (Vaibhasika, Sautrantika, Cittamatra, dan Madhyamika) telah hadir sejak masa seratus tahun Buddha Gautama, timbul karena hadirnya perbedaan kepercayaan, perbedaan level pengertian, perbedaan pencapaian, dan realisasi dari para murid Buddha.

Paham Vaibhasika dan Sautrantika banyak terdapat di Thailand, Burma, Sri Lanka, dan Kamboja. Paham Cittamatra ini banyak ditemui di China, Taiwan, Jepang, Hongkong, Singapur, Malaysia, Indonesia, Tibet, dan sekitarnya. Paham Uma Shentongpa adalah bagian dari paham Madyamika, yang percaya bahwa self-nature (sifat alami kita) sebenarnya tidaklah sekadar kosong, karena self-nature (sifat alami kita) adalah Buddha-nature (inti benih ke-Buddhaan), yang mempunyai semua kualitas Buddha.

"śūnyatā sarvadriṣṭīṇām proktā niḥsaraṇam jinaiḥ yeṣām tu śūnyatādṛṣṭtis tan asādhyan babhāṣire"

"Para Penakluk memberitahukan bahwa (realisasi) Sunyata mengeliminasi semua pandangan. Semua yang mencengkeram pandangan Sunyata itu dituturkan tidak mampu diobati."

- Nagarjuna, Mūlamadhyamakakārikā 13.8

Mencengkeram pandangan Sunyata ialah pandangan salah yang belum memahami sunyata. Di antara semua pandangan salah, Nagarjuna menyatakan bahwa pandangan salah yang satu ini tidak mampu diobati lagi. Karena paham Sunyata ini sedemikian mendalam, maka tidak sepantasnya dipandang sebagai sekadar 'kosong'.

Paham Madyamika ini awal mulanya banyak terdapat di Pegunungan Himalaya, seperti di Tibet, Nepal, Bhutan, Sikkim, namun sekarang telah hadir di berbagai negara Asia dan di negara Barat. Paham Vajrayana secara umum di berbagai negara lebih dikenal sebagai paham agama Buddha Tibet, yang adalah bagian dari Mahayana dan diajarkan langsung oleh Buddha Sakyamuni yang amat cocok untuk dipraktikkan oleh umat perumah tangga, umat yang hidup sendiri (tidak menikah), ataupun umat yang memutuskan untuk hidup sebagai bhiksu di vihara Vajrayana.

Pandangan Salah

Di beberapa negara (terutama di Asia), amat sangat anggapan bahwa Wajrayana adalah paham mistik, penuh dengan kegaiban. Hal ini sebenarnya tidaklah jadi. Dalam Wajrayana, terdapat amat sangat metode dalam belajar. Memang amat sangat praktisi Wajrayana yang mempunyai kemampuan luar biasa, namun hal ini bukanlah sesuatu yang mistik. Hal ini sebenarnya adalah hasil samping dari latihan yang diterapkan, dan hal ini harus diabaikan. Seperti istilah sang Buddha, yang mampu menyelamatkan kita pada saat kematian adalah Dharma, bukanlah kesaktian yang kita miliki. Sering kemampuan yang diperoleh ini dijadikan penghalang dalam sampai tujuan utama kita, yaitu sampai pencerahan. Hasil samping berupa kemampuan (siddhi) ini sering hendak meningkatkan kesombongan (ke-aku-an) kita, yang sebenarnya justru harus kita hilangkan, dan bukan adalah sesuatu yang harus dibanggakan. Namun sayang sekali, banyak orang yang berpandangan salah, mereka mengagungkan kemampuan gaib yang dimiliki oleh seseorang, dan mengabaikan Dharma yang mulia. Hal ini mampu terjadi karena hadirnya kebodohan/ketidaktahuan (Moha) yang dimiliki.

Sang Buddha sering berpesan kepada murid-murid-Nya, bahwa mereka tidak boleh memperlihatkan kemampuan (siddhi) mereka, tanpa suatu tujuan yang mulia. Demikian pula, para praktisi tinggi Wajrayana tidak pernah menunjukkan kemampuan mereka hanya demi ego, demi ketenaran, demi kebanggaan, ataupun demi materi. Para praktisi tinggi ini biasanya menunjukkan kemampuan pada murid-murid akrab, ataupun pada orang tertentu yang mempunyai hubungan karma dengannya, demi Dharma yang mulia, misalnya untuk menghapus selubung kebodohan, ketidaktahuan, kekotoran batin, ataupun karena belum cukupnya devosi dalam diri murid tersebut.

Menurut catatan, amat sangat praktisi tinggi Wajrayana yang mempunyai kemampuan (siddhi) yang luar biasa, misalnya: menghidupkan kembali ikan yang telah dimakan (Tilopa), terbang di angkasa (Milarepa), membalikkan arus Sungai Gangga (Biwarpa), menahan matahari selama beberapa hari (Virupa), sampai tubuh pelangi (tubuh hilang tanpa bekas, hanya meninggalkan kuku dan rambut sebagai bukti), berlari melebihi kecepatan kuda, mengubah batu jadi emas atau cairan jadi anggur, memindahkan kesadaran seseorang ke alam suci Sukavati (yang dikenal dengan istilah phowa), mampu meramalkan secara tepat waktu serta tempat kematian & lahirnya kembali (H. H. Karmapa), lidah dan jantung yang tidak terbakar ketika dikremasi, terdapat banyaknya relik dari sisa kremasi, dll. Di dalam Wajrayana, semua hasil yang kita peroleh dari latihan kita, haruslah kita simpan serapi mungkin, bukan untuk diceritakan pada orang lain. Sebagai pengecualian, kita boleh mendiskusikan hal tersebut dengan Guru kita, bila memang hadir hal yang belum cukup kita memahami.

Pentingnya Guru yang Berkualitas

Dalam paham Wajrayana, hubungan antara seorang Guru dan seorang murid adalah amat penting. Seorang murid tidak hendak pernah memperoleh pencapaian tanpa bantuan seorang Guru yang berkualitas, karena Guru yang berkualitas adalah perwujudan dari Buddha, Dharma, dan Sangha. Di dalam Wajrayana, seorang guru bisa saja adalah seorang Yogi (pertapa), seorang His Holliness, seorang Rinpoche, ataupun seorang Lama. Seorang Guru berkualitas adalah guru yang telah diakui oleh pimpinan keempat aliran: Nyingmapa, Sakyapa, Kagyudpa, Gelugpa. Di dalam Vajrayana, seorang praktisi tidak dilarang untuk menikah, serta juga tidak diharuskan untuk hidup bervegetarian (Catatan: Pada saat bercocok tanam, banyak juga makhluk yang terbunuh. Hidup sebagai seorang vegetarian tidaklah menjadikan kita suci, tergantung motivasi kita. Perilaku kita dalam belajar sehari-harilah yang amat menentukan, termasuk di dalamnya: perbuatan/tubuh, ucapan, serta pikiran kita). Banyak dari Guru Vajrayana yang tidak menikah, namun tidak sedikit juga yang menikah. Pasangan dari seorang Guru Vajrayana bukanlah seorang wanita biasa, mereka biasanya adalah seorang dakini (makhluk suci yang telah memperoleh pencapaian) yang ditugaskan untuk menolong sang Guru dalam memperoleh pencapaian demi kebahagiaan semua makhluk.

Dalam paham Theravada dan Mahayana dikenal dengan istilah tiga akar, yaitu mengambil perlindungan pada Buddha, Dharma, dan Sangha. Di dalam paham Wajrayana, selain penyerahan total Tubuh, Ucapan, Pikiran dan berlindung pada Buddha, Dharma, dan Sangha, terdapat juga 3 akar tambahan, yaitu: penyerahan total Tubuh, Ucapan, Pikiran dan berlindung pada Guru, Yidam, dan Protektor. Ketika kita berbahasa tentang penyerahan total dan perlindungan, maka terlihat jelas betapa pentingnya kita mencari seorang Guru yang benar-benar berkualitas, yang hanya dengan bantuan dan berkah yang diberikan-Nya kita bisa sampai pencerahan.

Di dalam latihan, amat diperlukan seorang guru yang berkualitas, sehingga kita perlu berhati-hati dalam memilih seorang guru (words of my perfect teacher - Patrul Rinpoche). Seorang guru yang berkualitaslah yang mampu membimbing dan menolong kita dalam sampai pencerahan. Kualitas seorang guru mampu kita lihat dari riwayat silsilah dia (kebanyakan adalah seorang Tulku) serta hadirnya pengakuan dari pimpinan keempat aliran (Nyingmapa, Sakyapa, Kagyudpa, Gelugpa). Hal ini yang dijadikan salah satu unsur pokok dalam Wajrayana. Pada saat lahirnya seorang Tulku (guru berkualitas), biasanya ditandai dengan hadirnya tanda alam yang ikut bergembira, misalnya: hadirnya pelangi, udara dijawab dengan wangi dupa dan bunga, terdengar alunan musik di angkasa, dll. Pada saat dikremasi, sering lidah dan jantung seorang Tulku tidak terbakar, hadirnya tulisan mantra di batok kepala, juga sering ditemukan relik-relik yang indah. Tidak jarang juga seorang Tulku sampai tubuh pelangi saat mereka meninggal (tubuh hilang tanpa bekas, hanya meninggalkan kuku dan rambut sebagai bukti).

Dalam melaksanakan latihan, sering dianjurkan untuk belajar tiap hari secara disiplin. Banyak guru memberitahukan bahwa lebih baik belajar 10 menit tiap hari, daripada belajar 300 menit secara bersambung tanpa henti, lalu istirahat selama sebulan.

Istilah Paham (Mantra) Rahasia

Dalam tradisi tertentu, sering paham diturunkan secara rahasia dari seorang guru kepada seorang murid (seperti misalnya paham Bisikan Dakini yang diterima oleh Tilopa langsung dari Dakini, pelajaran kepada Naropa, kemudian diturunkan secara rahasia oleh Milarepa hanya kepada seorang murid saja (Gampopa), sang murid juga menurunkan hanya kepada seorang muridnya, begitu seterusnya, paham ini tidak diberikan kepada umum). Dengan hadirnya hal-hal seperti ini, sering juga paham Vajrayana dikenal dengan paham rahasia. Karena praktik Vajrayana tidak terlepas dari penjapaan mantra, maka sering juga dikenal dengan istilah paham mantra rahasia.

Paham Wajrayana sering juga dinamakan dengan Praktik Rahasia, atau Kendaraan Rahasia. Hal ini menggambarkan bahwa ketika seorang praktisi semakin merahasiakan latihannya, maka dia hendak semakin mendapatkan kemajuan pencapaian dan berkah dari latihan yang dia lakukan. Semakin dia menceritakan tentang latihannya, maka semakin sedikit berkah yang hendak dia peroleh.

Selain itu dalam Wajrayana terdapat juga latihan Protektor, latihan Channel, dan Cakra. Bila latihan ini dipublikasi, maka hendak mengakibatkan hadirnya salah tafsir dari arti latihan yang sebenarnya, yang banyak terjadi pada mereka yang belum cukup percaya ataupun yang tidak memahami. Sebagai contoh: Bila orang mendengar tentang Buddha, maka dalam cerminan mereka Buddha digambarkan sebagai sesuatu yang tenang, damai, dan indah. Namun beberapa gambar Protektor terlihat murka/garang, walaupun sebenarnya Protektor adalah adalah manifestasi dari Buddha juga. Bila orang awan melihat hal ini, maka mereka hendak mulai mengkritik dan menyalahartikan paham Vajrayana, dan hal ini hendak berakhiran terjadinya karma buruk, yang tentu amat merugikan diri mereka sendiri. Oleh karena itu, dalam latihan tingkat tinggi Wajrayana, latihan selalu harus diterapkan secara rahasia.

Bagian dari serialAgama Buddha

Gilt roof of the Jokhang.jpg

di Tibet

Sejarah
Kronologi Waktu · Topik lainnya
Mazhab
Nyingma · Kagyu · Sakya · Gelug · Bön
Paham Inti
Tiga Corak Umum · Skandha · Kosmologi · Saṃsāra · Lahir Kembali · Bodhisattva · Dhamma · Hukum Karena Musabab · Karma
Tokoh Buddhis
Gautama Buddha · Padmasambhava · Je Tsongkhapa · Dalai Lama · Panchen Lama · Lama · Karmapa Lama · Rinpoche · Geshe · Terton · Tulku

Paham dan Pencapaian

Buddhahood · Avalokiteśvara · Empat Tingkat Pencerahan · Yoga Tantra · Paramita · Meditasi · Laity

Vihara Utama

Changzhug · Drepung · Dzogchen · Ganden · Jokhang · Kumbum  · Labrang · Mindroling · Namgyal · Narthang · Nechung · Palcho · Ralung · Ramoche · Sakya · Sanga · Sera · Shalu · Tashilhunpo · Tsurphu · Yerpa

Perayaan Utama

Chotrul Duchen · Dajyur · Losar · Monlam · Sho Dun
Naskah
Kangyur · Tengyur · Kitab Suci Tibet · Sutra Mahayana

Kesenian

Mandala · Thangka · Ashtamangala · Pohon Fisiologi

Kebudayaan  · Daftar Topik  · Portal

Dharma Wheel.svg

Sejarah dan Silsilah Wajrayana

Buddhadharma atau Buddhisme mulai masuk ke Tibet sekitar 100 tahun ketujuh pada masa pemerintahan Raja Songtsen Gampo. Pada 100 tahun kedelapan, Buddhisme mulai berakar di Tibet, yaitu pada masa pemerintahan Raja Trisong Detsen. Acharya Padmasambhava dan Abbot Shantirakshita menolong Raja untuk membawa dharma ke Tibet dan mengalihbahasakan ajaran-ajaran Buddha ke dalam bahasa Tibet. Semua paham dan praktik Buddhisme Tibet berasal langsung dari Buddha Sakyamuni. Tidak mampu dimungkiri bahwa paham yang hadir di Tibet mempunyai hubungan ke suatu tradisi di India. Vajrayana mempunyai 4 tradisi atau silsilah, yakni: Silsilah Nyingmapa, Silsilah Sakyapa, Silsilah Kagyudpa, dan Silsilah Gelugpa.

Silsilah Nyingmapa

Silsilah Nyingma (sering dinamakan silsilah Terma) merujuk pada Buddha Samantabhadra, Vajrasattva, dan Garab Dorje dari Uddiyana. Sosok yang paling penting dalam Nyingma adalah mahaguru dari India Guru Padmasambhava, sebagai pendiri dari silsilah Nyingma, yang datang ke Tibet di 100 tahun kedelapan. Padmasambhava diundang oleh Raja Mindrolling Trichen Trisong Deutsan (742-797) untuk memusnahkan daya jahat dan mendirikan pusat pengajaran agama Buddha di Tibet. Dia dikenal dengan nama Guru Rinpoche (guru yang amat berharga). Selama bertahun-tahun Guru Rinpoche dan Abbot Shantarakshita memberi pelajaran ke sutra dan tantra secara menyeluruh di Tibet. Padmasambhava menyembunyikan secara gaib ratusan Terma (ajaran dan petunjuk) dalam bentuk: kitab suci, gambar, artikel/teks upacara agama, yang hanya mampu ditemukan oleh orang tertentu yang mempunyai pencapaian, pada masa depan. Beberapa dari Terma ini telah ditemukan, dan diajarkan secara rahasia dari guru ke murid. Maka muncullah istilah silsilah Terma (wahyu). Pimpinan Nyingma saat ini adalah Yang Mulia Mindrolling Trichen Rinpoche, yang mendirikan Biara Mindrolling di Clementown, Dehradun, India.

Silsilah Sakyapa

Silsilah Sakya dimulai dari seorang yogi mulia India, Virupa (abad ke-9), salah satu dari 84 Mahasiddhas yang amat terkenal dan mempunyai pencapaian serta mampu melaksanakan berbagai keajaiban. Melewati Gayadhara (994-1043) silsilah paham diturunkan kepada seorang murid Tibet bernama Drokmi Lotsawa Shakya Yeshe (992-1072 ). Drokmi Lotsawa kemudian menurunkan silsilah paham kepada murid utamanya, Khon Könchok Gyalpo (1034-1102), yang membangun biara mulia di wilayah Tsang, di pusat Tibet. Tradisi garis silsilah Sakya berhubungan akrab dengan keluarga Khon, yang menurut sejarahnya berasal dari makhluk sempurna yang mempunyai pencapaian tinggi. Silsilah ini berlanjut terus hingga sekarang sejak masa Könchok Gyalpo (1034-l102), sebagai pendiri tradisi sakya. Pimpinan silsilah paham Sakya saat ini adalah Yang Mulia Sakya Trizin (Ngakwang Kunga Thekchen Palbar Samphel Ganggi Gyalpo), yang lahir pada tahun 1945 di Tsedong, Tibet. Yang Mulia Sakya Trizin tinggal di Rajpur, India, dan melaksanakan pergerakan ke seluruh alam untuk menyebarkan paham silsilah Sakya demi kebahagiaan semua makhluk. Pada tahun 1974, Yang Mulia Sakya Trizin menikahi Dakmo Tashi Lhakyi dan mempunyai dua anak, Ratna Vajra Rinpoche (kelahiran tahun 1974) dan Jnana Vajra Rinpoche (kelahiran tahun 1979).

Silsilah Kagyudpa

Silsilah Kagyud dimulai dari Mahasiddha luhur Tilopa (988-1069), salah satu dari 84 mahasiddhas mulia India, yang pertama kali mengembangkan wawasan spontan. Pencapaian ini diperoleh melewati metode pelajaran oleh Buddha Sakyamuni hanya kepada murid terdekat dia. Tilopa sendiri sebenarnya bukanlah manusia biasa. Ketika Tilopa masih muda, hadir sosok Dakini bertampang seram yang menampakkan diri di hadapannya. Tilopa menanyakan status, asal-usul dan keluarganya, dan Dakini ini menjawab: “Negrimu adalah Udiyana, ayahmu adalah Chakrasamvara, ibumu adalah Vajrayogini”. Tilopa kemudian menurunkan garis silsilah Kagyu kepada Naropa (1016-1100) dan dilangsungkan kepada Marpa Lotsawa (1012-1097), berlanjut kepada Milarepa (1052-1135) seorang yogi yang amat terkenal di Tibet, yang sampai pencerahan dalam 1 kehidupan (Malarepa awal mulanya adalah seorang dukun aliran Bon yang berilmu amat tinggi, yang telah membunuh penduduk sebuah kampuang dengan jalan membuat batu mulia dan menjatuhkannya dari langit, serta membuat kalajengking dan kelabang sebesar sebuah rumah). Milarepa memperoleh pencerahan di bawah bimbingan yang amat keras dari gurunya, Marpa Lotsawa. Karena keuletan dan devosi yang mulia terhadap Dharma, Milarepa belajar dengan keras, tanpa mengenal lelah setiap detik, hingga tidak memikirkan makan serta hal duniawi lainnya. Dengan memperhatikan pikiran yang timbul, membuang semua malu batin, belakangnya Milarepa bisa sampai pencerahan hanya dalam 1 kehidupan dan mempunyai amat sangat kemampuan supranatural. Milarepa menurunkan silsilah pada Gampopa (1079-1153), yang kemudian diturunkan kepada Karmapa I – Dusum Kyenpa (1110-1193) dan berlanjut hingga sekarang pada Karmapa XVII - Ogyen Trinley Dorje (kelahiran tahun 1985). Silsilah Kagyud mampu dibagi dijadikan 4 aliran mulia dan 8 aliran kecil. Keempat aliarn mulia tersebut adalah: Phaktru ('phag gru) Kagyud, Kamtsang (kam tshang) atau dinamakan juga Karma (kar ma) Kagyud, Tsalpa (tshal pa) Kagyud, dan Barom ('ba' rom) Kagyud. Sedangkan 8 aliran kecil adalah subbagian dari Phaktru Kagyud, yaitu: Drikhung Kagyud, Drukpa Kagyud, Taklung Kagyud, Yasang Kagyud, Trophu Kagyud, Shuksep Kagyud, Yelpa Kagyud, serta Martsang Kagyud. Pimpinan dari Silsilah Kagyud saat ini adalah Yang Mulia Karmapa XVII - Ogyen Trinley Dorje, yang adalah reinkarnasi ke-17 Karmapa, dan sekarang hidup di pengasingan di India. Dia diyakini sebagai emanasi dari Bodhisattva Chenrezig, dan hendak dijadikan Buddha ke-6 yang membabarkan dharma pada masa kelak, dengan nama Buddha Simha (setelah Boddhisatva Maitreya sebagai Buddha ke-5 yang hendak lahir kembali terakhir kali sebagai Pangeran Ajita). Buddha Sakyamuni-yang terlahir sebagai pangeran Sidharta Gautama-merupakan Buddha ke-4, Buddha saat ini (akan hadir 1002 Buddha dalam Kalpa ini). Buddha Simha (H. H. Karmapa) ini telah diramalkan oleh Sang Buddha sendiri dan tertulis dalam Bhadrakalpa Sutra (ditulis dalam bahasa Sanskerta).

Silsilah Gelugpa

Silsilah Gelugpa berasal dari tradisi Kadampa, pelajaran oleh guru mulia dari India, Atisha (982-1054). Silsilah Gelugpa ini didirikan oleh seorang guru mulia Tibet, Je Tsongkhapa Lobsang Drakpa (1357-1419). Je Tsongkhapa mendirikan Biara Gaden (Drok Riwo Ganden) yang dijadikan pusat pengajaran silsilah Gelug. Pimpinan silsilah Gelug dinamakan dengan Gaden Tripa Rinpoche (pemegang takhta). Yang Mulia Gaden Tripa Rinpoche saat ini adalah Khensur Lungri Namgyel, yang adalah pemegang silsilah ke-101 dari Gaden Tripa (sejak 2003).

Tokoh yang terkenal dari aliran ini adalah Yang Mulia Dalai Lama XIV. Dia selain sebagai seorang spiritual, juga seorang tokoh politik Tibet yang disegani berbagai pihak, termasuk negara Barat. Dalai Lama XIV saat ini hidup di pengasingan, di Dharamsala (India).

Lihat juga

Pranala luar

BuddhismSymbol.png   Garis Mulia - Buddhisme   Flag of Buddhism.svg
 
Garis waktu · Portal · Kategori · Glossarium · Indeks
 
Landasan
 
Paham Inti
 
Tokoh Penting
Buddha Gautama  • Siswa Utama (Sariputta  • Mahamoggallana)  • Keluarga
 
Tingkat Pencerahan
 
Wilayah
 
Sekte
Theravada  • Mahayana (Zen)  • Vajrayana  • Bön  • Sekte Awal (Buddhisme)
 
Sutra
 
Sejarah
 
Daftar
Buddha  • Duapuluh delapan Buddha  • Bodhisattva  • Sutta  • Kuil


Sumber :
wiki.edunitas.com, id.wikipedia.org, m.andrafarm.com, kategori-antropologi.program-reguler.co.id, dsb.