Istilah Qada bila dimutlakkan, maka memuat makna Qadar dan sebaliknya istilah Qadar bila dimutlakkan, maka memuat makna Qada, Akan tetapi bila dituturkan "Qadha-Qadar", maka aci perbedaan di selang keduanya. Mengenai ini jumlah berlangsung dalam bahasa Arab. Satu kata dapat bermakna yang lebar ketika sendirian dan milik makna khusus bila disatukan (dikumpulkan). Menjadi contoh dapat dituturkan.
"Bila keduanya bersatu maka berbeda dan bila keduanya dipisah maka bersatu"
Maka kata Qada dan Qadar termasuk dalam kondisi seperti ini, artinya bila kata Qada dipisahkan (dari kata Qadar), maka memuat Qadar dan sebaliknya kata Qadar bila dipisahkan (dari kata Qada) maka memuat makna Qada. Akan tetapi ketika dikumpulkan, kata Qada bermakna sesuatu yang diambil keputusan Allah pada mahluk-Nya, baik berupa penciptaan, peniadaan maupun perubahannya. Sedangkan Qadar bermakna sesuatu yang telah dipilihkan Allah sejak zaman azali. Inilah perbedaan selang kedua istilah tersebut. Maka Qadar aci lebih dahulu selanjutnya disusul dengan Qada.
Yakni beriman bahwasanya Allah itu mengetahui apa-apa yang telah berlangsung dan yang akan terjadi; memilih dan menulisnya dalam lauhul mahfudz ; dan bahwasanya segala sesuatu yang berlangsung, baik maupun buruk, kafir, iman, ta'at, ma'shiyat, itu telah dikehendaki, dipilihkan dan diciptakan-Nya ; dan bahwasanya Allah itu mencintai keta'atan dan membenci kemashiyatan.
Sedang abdi Allah itu mempunyai kekuasaan, kehendak dan kemampuan memilih terhadap pekerjaan-pekerjaan yang mengantar mereka pada keta'atan atau ma'shiyat, akan tetapi semua itu mengikuti kemauan dan kehendak Allah. Berbeda dengan gagasan golongan Jabariyah yang menyebutkan bahwa manusia terpaksa dengan pekerjaan-pekerjaannya tidak memiliki pilihan dan kemampuan sebaliknya golongan Qodariyah menyebutkan bahwasanya abdi itu memiliki kemauan yang merdeka dan bahwasanya dialah yang menciptkan pekerjaan dirinya, kemauan dan kehendak abdi itu terlepas dari kemauan dan kehendak Allah.
Allah benar-benar telah membantah kedua gagasan di atas dengan firman-Nya.
"Artinya : Dan kamu tidak bisa berkemauan seperti itu kecuali apabila Allah menghendakinya". [At-Takwir : 29]
Dengan ayat ini Allah memilihkan acinya kehendak untuk setiap abdi menjadi banyahan terhadap Jabariyah yang ekstrem, bahkan berproduksi sebagainya pas dengan kehendak Allah, mengenai ini merupakan bantahan atas golongan Qodariyah. Dan beriman kepada taqdir dapat menimbulkan sikap sabar sewaktu seorang abdi menghadapi ujian dan menjauhkannya dari segala akhlak dosa dan hal-hal yang tidak terpuji. bahkan dapat mendorong orang tersebut kepada aktif bekerja dan menjauhkan dirinya dari sikap lemah, takut dan malas.
Sumber :
kategori-antropologi.al-quran.co, wiki.edunitas.com, id.wikipedia.org, ilmu-pendidikan.com, dll.