Minahasa

Tari Kabasaran

Minahasa (dahulu dikata Tanah Malesung) adalah kawasan semenanjung yang tidak kekurangan di provinsi Sulawesi Utara, Indonesia. Kawasan ini terletak di bagian timur laut pulau Sulawesi.

Minahasa juga terkenal akan tanahnya yang subur yang menjadi rumah tinggal untuk berbagai variasi tanaman dan binatang, darat maupun laut. Terdapat berbagai tumbuhan seperti kelapa dan kebun-kebun cengkeh, dan juga berbagai variasi buah-buahan dan sayuran. Fauna Sulawesi Utara mencakup diantaranya binatang langka seperti burung Maleo, Kuskus, Babirusa, Anoa dan Tangkasi (Tarsius Spectrum).

Etimology Minahasa

istilah "Minahasa" sebenarnya berasal dari akap, Mina yang berarti telah diadakan/telah terjadi dan Asa/Esa yang berarti satu, aci Minahasa berarti telah diadakan persatuan atau mereka yang telah bersatu. ketika peristiwa persatuan diadakan dikata "Mahasa" yang berarti bersatu. Mahasa pertama diadakan di Watu Pinawetengan untuk pembagian wilayah pemukiman, Mahasa kedua diadakan untuk melawan ekspansi kerajaan bolaang-mongondow, Mahasa ketiga dilanjutkan untuk menuntaskan pertikaian selang Walak Kakaskasen yang berkedudukan diLotta(kakaskasen, Lotta dan Tateli) dengan Bantik, yang kesemuanya berasal dari satu garis keturunan Toar-Lumimuut.

Huruf

Tulisan kuno Minahasa dikata Aksara Malesung terdapat di beberapa batu prasasti di selangnya tidak kekurangan di Pinawetengan. Aksara Malesung merupakan tulisan hieroglif, yang hingga kini masih sulit diterjemahkan.

Pemerintahan

Pemerintahan kerajaan di Sulawesi Utara berkembang menjadi kerajaan akbar yang memiliki pengaruh lebar ke luar Sulawesi atau ke Maluku. Pada 670, para pemimpin suku-suku yang berbeda, yang semua berbicara bahasa yang berbeda, bertemu dengan sebuah batu yang dikenal sebagai Watu Pinawetengan. Di sana mereka mendirikan sebuah komunitas negara merdeka, yang akan membentuk satu unit dan tetap bersama dan akan melawan setiap musuh luar jika mereka diserang. Bagian anak Suku Minahasa yang mengembangkan pemerintahannya sehingga memiliki pengaruh lebar adalah anak suku Tonsea pada ratus tahun 13, yang pengaruhnya sampai ke Bolaang Mongondow dan daerah lainnya. Kesudahan keturunan campuran anak suku Pasan Ponosakan dan Tombulu yang membangun pemerintahan kerajaan dan terpisah dari ke empat suku lainnya di Minahasa. Baca tulisan David DS Lumoindong tentang Kerajaan di Sulawesi Utara.

Minahasa

WARANEY

Minahasa secara etimologi berasal dari akap Mina-Esa (Minaesa) atau Maesa yang berarti aci satu atau menyatukan, maksudnya harapan untuk menyatukan berbagai gugusan sub-etnik Minahasa yang terdiri dari Tontemboan, Tombulu, Tonsea, Tolour (Tondano), Tonsawang, Ponosakan, Pasan, dan Bantik.

Nama "Minahasa" sendiri baru digunakan belakangan. "Minahasa" umumnya didefinisikan "telah menjadi satu". Palar mencatat, berdasarkan beberapa dokumen sejarah dikata bahwa pertama kali yang memakai akap "minahasa" itu adalah J.D. Schierstein, Residen Manado, dalam laporannya kepada Gubernur Nodaku pada 8 Oktober 1789. "Minahasa" dalam laporan itu didefinisikan sebagai Landraad atau "Dewan Negeri" (Dewan Negara) atau juga "Dewan Daerah".

Nama Minaesa pertama kali muncul pada perkumpulan para "Tonaas" di Watu Pinawetengan (Batu Pinabetengan). Nama Minahasa yang dipopulerkan oleh orang Belanda pertama kali muncul dalam laporan Residen J.D. Schierstein, tanggal 8 Oktober 1789, adalah tentang perdamaian yang telah dilanjutkan oleh gugusan sub-etnik Bantik dan Tombulu (Tateli), peristiwa tersebut dikenang sebagai "Perang Tateli". Adapun suku Minahasa terdiri dari berbagai anak suku atau Pakasaan yang artiannya kesatuan: Tonsea (meliputi Kabupaten Minahasa Utara, Kota Bitung, dan wilayah Tonsea Lama di Tondano), anak suku Toulour (meliputi Tondano, Kakas, Remboken, Eris, Lembean Timur dan Kombi), anak suku Tontemboan (meliputi Kabupaten Minahasa Selatan, dan sebagian Kabupaten Minahasa), anak suku Tombulu (meliputi Kota Tomohon, sebagian Kabupaten Minahasa, dan Kota Manado), anak suku Tonsawang (meliputi Tombatu dan Touluaan), anak suku Ponosakan (meliputi Belang), dan Pasan (meliputi Ratahan). Satu-satunya anak suku yang memiliki wilayah yang tersebar adalah anak suku Bantik yang mendiami negeri Maras, Molas, Bailang, Talawaan Bantik, Bengkol, Buha, Singkil, Malalayang (Minanga), Kalasey, Tanamon dan Somoit (tersebar di perkampungan pantai utara dan barat Sulawesi Utara). Masing-masing anak suku memiliki bahasa, kosa akap dan dialek yang berbeda-beda namun satu dengan yang lain bisa memahami artian kosa akap tertentu misalnya akap kawanua yang artiannya sama asal kelurahan.

Asal Usul Orang Minahasa

Daerah Minahasa dari Sulawesi Utara diperkirakan telah pertama kali dihuni oleh manusia dalam ribuan tahun SM an ketiga dan kedua. [6] orang Austronesia awalnya dihuni China selatan sebelum pindah dan menguasai dan memerintah daerah di Taiwan, Filipina utara, Filipina selatan, dan ke Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku. [7]

Menurut mitologi Minahasa di Minahasa adalah keturunan Toar Lumimuut dan. Awalnya, keturunan Toar Lumimuut-dibagi menjadi 3 kelompok: Makatelu-pitu (tiga kali tujuh), Makaru-siuw (dua kali sembilan) dan Pasiowan-Telu (sembilan kali tiga). Mereka dikalikan dengan cepat. Tapi segera tidak kekurangan perselisihan selang orang-orang. Tona'as pemimpin mereka bernama kesudahan memutuskan untuk bertemu dan berbicara tentang hal ini. Mereka bertemu di Awuan (utara bukit Tonderukan saat ini). Pertemuan itu dikata Pinawetengan u-nuwu (membagi bahasa) atau Pinawetengan um-posan (membagi ritual). Pada pertemuan bahwa keturunan dibagi menjadi tiga gugusan bernama Tonsea, Tombulu, Tontemboan dan sesuai dengan gugusan yang disebutkan di atas. Di tempat di mana pertemuan ini berlangsung batu teguran memperingatkan yang dikata Watu Pinabetengan (Batu Membagi) kesudahan dibangun. Ini adalah tujuan wisata favorit.

Kelompok-kelompok Tonsea, Tombulu, Tontemboan dan kesudahan mendirikan wilayah utama mereka yang tidak kekurangan Maiesu, Niaranan, dan Tumaratas masing-masing. Segera beberapa kampuang dibangun di luar wilayah. Desa-desa baru kesudahan menjadi pusat berkuasa dari sekelompok kampuang dikata Puak, kesudahan walak, sebanding dengan kabupaten masa kini.

Selanjutnya gugusan baru orang tiba di semenanjung Pulisan. Sebab berbagai konflik di daerah ini, mereka kesudahan pindah ke pedalaman dan mendirikan desa-desa lebih kurang danau akbar. Orang-orang ini sebab itu dikata Tondano, Toudano atau Toulour (artinya orang air). Danau ini adalah danau Tondano sekarang. Minahasa Warriors.

Tahun-tahun berikutnya, gugusan lebih masuk ke Minahasa. Ada: orang dari pulau Maju dan Tidore yang mendarat di Atep. Orang-orang ini merupakan nenek moyang dari Tonsawang subethnic. orang dari Tomori Bay. Ini merupakan nenek moyang dari subethnic Pasam-Bangko (Ratahan Dan pasan) orang dari Bolaang Mangondow yang merupakan nenek moyang Ponosakan (Belang). orang-orang dari kepulauan Bacan dan Sangi, yang kesudahan merebut Lembeh, Talisei Island, Manado Tua, Bunaken dan Mantehage. Ini adalah Bobentehu subethnic (Bajo). Mereka mendarat di tempat yang sekarang dikata Sindulang. Mereka kesudahan mendirikan sebuah kerajaan yang dikata Manado yang dihabisi pada 1670 dan menjadi walak Manado. orang dari Toli-toli, yang pada awal ratus tahun 18 mendarat pertama di Panimburan dan kesudahan pergi ke Bolaang Mongondow- dan dihabisi ke tempat Malalayang sekarang tidak kekurangan. Orang-orang ini merupakan nenek moyang dari Bantik subethnic.

Ini adalah sembilan sub-etnis di Minahasa, yang menjelaskan jumlah 9 di Manguni Maka-9:

Tonsea, Tombulu, Tontemboan, Tondano, Tonsawang, Ratahan pasan (Bentenan), Ponosakan, Babontehu, Bantik.

Delapan dari kelompok-kelompok etnis juga kelompok-kelompok linguistik terpisah.

Nama Minahasa itu sendiri muncul pada saat Minahasa berperang melawan Bolaang Mongondow. Di selang para pahlawan Minahasa dalam perang melawan Bolaang Mongondow adalah: Porong, Wenas, Dumanaw dan Lengkong (dalam perang dekat kampuang Lilang), Gerungan, Korengkeng, Walalangi (dekat Panasen, Tondano), Wungkar, Sayow, Lumi, dan Worotikan (dalam perang bersama Amurang Bay). Dalam peperangan sebelumnya, Tarumetor (Opo Retor) dari Remboken mengalahkan Ramokian dari Bolaang Mongondow di Mangket.

Kependudukan

Kebanyakan orang Minahasa sangat memuja-muja Kristen, dan juga merupakan salah satu suku-bangsa yang paling dekat hubungannya dengan negara barat. Hubungan pertama dengan orang Eropa terjadi saat pedagang Spanyol dan Portugal tiba disana. Saat orang Belanda tiba, agama Kristen tersebar terseluruhnya. Tradisi lama aci terpengaruh oleh keberadaan orang Belanda. Akap Minahasa berasal dari konfederasi masing-masing suku-bangsa dan patung-patung yang tidak kekurangan aci bukti sistem suku-suku lama.

Taman Laut Bunaken

Di depan pantai kota Manado tidak kekurangan pulau Manado Tua dengan daerah selam yang sangat indah dimana pulau Bunaken aci salah satu pulau yang terkenal di lebih kurang lingkungan ini.

Sejarah

KAWASARAN

Orang minahasa yang dikenal dengan keturunan Toar Lumimuut, pada awalnya para leluhur orang minahasa bermukim di lebih kurang pegununggan Wulur Mahatus, wilayah selatan Minahasa kesudahan berkembang dan berpindah ke Nietakkan (dekat tompaso baru).

Sejarah orang Minahasa umumnya di tulis oleh orang-orang asing yang masuk ke tanah ini sebagian akbar adalah misionaris. Beberapa antaranya: Pdt.Scwarsch, J. Albt. T. Schwarz, Dr. JGF Riedel, Pdt. Wilken, Pdt. J. Wiersma. Terdapat tiga tokoh sentral terkait dengan leluhur orang Minahasa, adalah Lumimuut, Toar dan Karema.

Karema, dimengerti sebagai "manusia langit", dan Lumimuut dan Toar adalah leluhur dan cikal bakal dari orang-orang Minahasa. Manusia awal di Minahasa yang berasal dari Lumimuut dan Toar, tempat semula dari Lumimuut dan Toar serta keturunannya dikata Wulur Mahatus. Kelompok-kelompok awal ini kesudahan berkembangan biak dan bermigrasi ke beberapa wilayah di tanah Minahasa.

Orang minahasa pada waktu itu dibagi dalam 3 (tiga) golongan yaitu : Makarua Siow (2x9) : para pengatur Ibadah dan Norma budaya Makatelu Pitu (3x7) : yang mengatur pemerintahan Pasiowan Telu (9x7) : Penduduk

Prasasti Pinawetengan

Prasasti Pinawetengan

Batu Pinawetengan terletak di Kecamatan Tompaso Barat. Merupakan batu dunia yang diatasnya ditulis dengan huruf hieroglif, yang sampai kini masih belum terpecahkan cara membacanya. Batu ini merupakan tempat diadakannya Musyawarah Perdamaian keturunan Toar dan menjadi tonggak Sejarah perubahan sistem pemerintahan pada keturunan Toar Lumimuut. Menurut Paulus Lumoindong Musyawarah ini terjadi lebih kurang tahun 300-400 Masehi. Menurut David DS Lumoindong, bahkan penulisan Prasasti ini sejajar atau bahkan lebih tua dari Prasasti Kutai tahun 450 M. Isi tulisan ini menurut Tuturan Sastra Maeres ini memuat Musyawarah Pembagian Wilayah, Deklarasi untuk tetap menjaga kesatuan.

Deklarasi Reformasi Sistem Pemerintahan

Ketika keturunan Lumimuut-Toar lebih jumlah, maka pada suatu waktu mereka mengadakan rapat di sebuah tempat yang tidak kekurangan batu akbarnya (batu itu yang kesudahan dikata Watu Pinawetengan). Musyawarah diberi segala sesuatu yang diajarkan Tonaas Wangko Kopero dan Tonaas Wangko Muntu-untu I(tua/pertama).

Sistem pemerintahan kemasyarakatan dihabisi berubah setelah melalui musyawarah yang mendeklarasikan sistem pemilihan umum, pemerintahan negara demokrasi kuno, hasil musyawarah dituliskan pada sebuah batu prasasti yang kesudahan dikenal dengan istilah Watu Pinawetengan. Menurut Paulus Lumoindong peristiwa tersebut terjadi lebih kurang tahun 400-500 Masehi.

Hasil riset Dr. J.P.G. Riedel, bahwa hal tersebut terjadi lebih kurang tahun 670 di Minahasa telah terjadi suatu musyawarah di watu Pinawetengan yang dimaksud untuk menegakkan norma budaya istiadat serta pembagian wilayah Minahasa.

Disana mereka mendirikan perhimpunan negara yang merdeka, yang akan membentuk satu kesatuan dan tinggal bersama dan akan memerangi musuh manapun dari luar jika mereka diserang, Ratahan nanti bergabung dengan perserikatan Minahasa ini lebih kurang tahun 1690.Pakasa’an Tou-Ure kemungkinan tanpa ikut dalam musyawarah di Pinawetengan untuk berikrar satu keturunan Toar dan Lumimuut dimana semua Pakasa’an menyebut dirinya Mahasa asal akap Esa artiannya satu, hingga Tou-Ure dilalaikan dalam kisah tua Minahasa.

Pembagian wilayah minahasa tersebut dibagi dalam beberapa anak suku, yaitu:Anak suku Tontewoh (Tonsea) : wilayahnya ke timur laut Anak suku Tombulu : wilayahnya menuju utara Anak suku Toulour : menuju timur (atep) Anak suku Tompekawa : ke barat laut, mendiami sebelah timur tombasian besarPada saat itu daratan minahasa belum dipadati orang, baru beberapa daerah yang dipadati orang, di garisan Sungai Ranoyapo, Gunung Soputan, Gunung Kawatak, Sungai Rumbia, Kalawatan. Perkembangan anak suku seperti anak suku Tonsea, Tombulu, Toulour, Tountemboan, Tonsawang, Ponosakan dan Bantik.

Pengembangan Suku {Pemekaran}

Belum bisa ditelusuri pada ratus tahun keberapa pakasa’an Tountewo pecah dua menjadi Pakasa’an Toundanou dan Tounsea hingga Minahasa memiliki empat Pakasa’an . Yakni Toumpakewa berubah menjadi Tontemboan, Toumbulu', Tonsea dan Toundanou. Kondisi Pakasa’an di Minahasa pada zaman Belanda terlihat sudah berubah lagi dimana Pakasa’an Tontemboan telah membelah dua wilayah Pakasa’an Toundanouw dan telah lahir pakasa’an Tondano, Touwuntu dan Toundanou. Pakasa’an Tondano terdiri dari walak Kakas, Romboken dan Toulour. Pakasa’an Touwuntu terdiri dari walak Tousuraya dan Toulumalak yang sekarang dikata Pasan serta Ratahan. Pakasa’an Toundanou terdiri dari walak Tombatu dan Tonsawang.

Walak dan Pakasa'an Wilayah walak Toulour lebih kurang lain sebab selain meliputi daratan juga membahagi danau Tondano selang sub-walak Tounour yakni Touliang dan Toulimambot. Yang tanpa memiliki Pakasa’an adalah walak Bantik yang tersebar di Malalayang, Kema dan Ratahan bahkan tidak kekurangan di Mongondouw-walaupun etnis Bantik juga keturunan Toar dan Lumimuut. Menurut legenda etnis Bantik zaman lampau terlambat masuk pada musyawarah di batu Prasasti Pinawetengan. Tidak kekurangan tiga nama dotu Muntu-Untu dalam legenda Minahasa yakni Muntu-Untu ratus tahun ke-7 asal Telebusu (Tontemboan). Muntu-Untu ratus tahun 12 asal Tonsea-menurut istilah Tonsea. Dan Muntu-Untu ratus tahun 15 zaman Spanyol berarti tidak kekurangan tiga kali musyawarah akbar di batu Pinawetengan untuk berikrar supaya tetap bersatu.

Dalam Buku Sejarah Komplit Minahasa oleh David DS Lumoindong dijelaskan suku Tow Bantik adalah keturunan Toar-Lumimuut yang berdiam menjaga perairan di wilayah utara di kepulauan Sangihe-Talaud, kesudahan terjadi bencana dunia Tsunami maka merekapun mengungsi ke daratan Sulawesi Utara di lebih kurang Bolaang-Mongondow, kesudahan dimasa perang Minahasa melawan Bolaang-Mongondow mereka menjadi pasukan Bolaang-Mongondow menyerbu dan merebut beberapa wilayah di Minahasa, setelah berhenti perang tahun 1690 an mereka memilih tetap tinggal di Minahasa bergabung dengan suku bangsa perserikatan Minahasa.

Sistem Pemerintahan

Sistem Pemerintahan pada empat suku utama terdiri atas :Walian :Pemimpin agama / norma budaya serta dukun Tonaas : Orang keras, yang berbakat dibidang pertanian, kewanuaan, mereka yang dipilih menjadi kepala walak Teterusan : Panglima perang Potuasan : Penasehat

Dalam Sejarah Ratahan, Pasan, Ponosakan dari data buku terbitan tahun 1871. Pada awal ratus tahun 16 wilayah Ratahan ramai dengan perdagangan dengan Ternate dan Tidore, pelabuhannya dikata Mandolang Benten (Bentenan) yang sekarang bernama Belang. Pelabuhan ini pada waktu itu lebih ramai dari pelabuhan Manado. Terbentuknya Ratahan dan Pasan dikisahkan sebagai berikut; pada zaman raja Mongondouw bernama Mokodompis merebut wilayah Tompakewa, kesudahan Lengsangalu dari negeri Pontak membawa taranaknya pindah ke wilayah “Pikot” di selatan Mandolang-Bentenan (Belang). Lengsangalu punya dua anak lelaki yakni Raliu yang kesudahan mendirikan negeri Pelolongan yang kesudahan aci Ratahan, dan Potangkuman menikah dengan gadis Towuntu kesudahan mendirikan negri Pasan. Negeri Toulumawak diberi segala sesuatu yang diajarkan oleh kepala negeri seorang wanita bersuami orang Kema Tonsea bernama Londok yang tanpa lagi bisa pulang ke Kema sebab dihadang armada perahu orang Tolour. Sebab [Kerajaan Ratahan] bersahabat dengan Portugis maka wilayah itu diserang bajak laut “Kerang” (Philipina Selatan) dan bajak laut Tobelo.


Tountumaratas (TonTemboan) Dengan bertambahnya orang Minahasa, maka Tountumaratas berkembang menjadi Tounkimbut dan Toumpakewa. Untuk menyatakan kedua gugusan itu satu asal, maka dilahirkan suatu istilah PAKASA'AN yang beraasal dari akap ESA. PAKASAA'AN berarti satu yakni, Toungkimbut di pegunungan dan Toumpakewa di dekat pantai. Kesudahan istilah Walak dimunculkan pulang. Perkembangan selanjutnya nama walak-walak tua di wilayah Tountemboan bertukar nama menjadi walak Kawangkoan Tombasian, Rumoo'ong dan Sonder.

Tountewu Kesudahan gugusan masyarakat Tountewo membelah menjadi dua gugusan yakni Tounsea dan Toundano. Kaum Tondano terbagi lagi menjadi dua yakni: Masyarakat yang bermukim di lebih kurang danau Tondano dan Masyarakat "Toundanau" yang bermukim di wilayah Tonsawang dan Tombatu Masyarakat di lebih kurang danau Tondano membentuk tiga walak yakni; Tondano Touliang, Tondano Toulimambot dan Kakas-Remboken. Dengan hilangnya istilah Pakasaan Tountewo maka lahirlah istilah Pakasa'an Tonsea dan Pakasa'an Tondano. Pakasa'an Tonsea terdiri dari tiga walak yakni maumbi, kema dan Likupang. Ratus tahun 18 Tounsea hanya mengenal satu hukum akbar (Mayor) atau "Hukum Mayor", wilayah maumbi, Likupang dan Kema di perintah oleh Hukum kedua, sedangkan Tondano memiliki jumlah mayor-mayor.

Toumbuluk Masyarakat tombuluk sejak zaman Batu Pinawetengan ratus tahun ke–7 tetap utuh satu Pakasa'an yang terdiri dari tiga walak yakni, Tombariri, Tomohon dan Sarongsong. Dengan demikian istilah WANUA berkembang menjadi dua pengertian yaitu:

Kepala Pemerintahan

Para kepala pemerintahan, Kepala Negara di TomBulu diantaranya :

Tonaas Wangko Muntu-Untu Tonaas Wangko Pinontoan-Lokon Tonaas Wangko Ahkaimbanua Tonaas Wangko Pukul Tonaas Wangko Rares-empung Tonaas Wangko Lumoindong, penguasa Tombulu semasa pusat pemerintahan masih di Kinilow Tua, dimasanya terjadi bencana hebat tapi oleh kebijaksanaan maka masyarakat bisa diselamatkan, itu sebabnya dimasa kesudahan sebuah gunung di Tomohon dimana ia tinggal dinamakan sesuai dengan namanya.

Para kepala pemerintahan, Kepala Negara di TonTemboan diantaranya :

Tonaas Wangko Kopero pemimpin musyawarah pertama di Pinawetengan (Tompaso)


Para raja yang pernah berkuasa di Ratahan diantaranya :

Dotu Lensang Alu, Dotu Soputan, kepala walak wilayah itu. Dotu Watulumanap, Dotu Raliu ratus tahun 16 kepala walak kakak beradik Raliu dan Potangkuman. Dotu Antou, Mayor Maringka, yang belakang sekali ratus tahun 18. Mayor Soputan Baca Buku : Sejarah Kerajaan dan Pemerintahan di Minahasa oleh David DS Lumoindong

Para kepala pemerintahan, Kepala Negara di TonSea diantaranya :

Tonaas Wangko Maramis Tonaas Wangko Dotulong dimasanya maka ia membuat surat pengakuan negara Belanda atas kepemilikannya terhadap pulau Lembeh.

Para kepala pemerintahan, Kepala Negara di ToLour diantaranya :

Tonaas Wangko Singal Tonaas Wangko Gerungan (Dotu Gerungan, hidup belum cukup lebih selang Tahun 1550-1650-an) adalah pemimpin Tondano, Bahasa Minahasa Suku Toulour/Toudano/Tondano adalah Walak (Kepala Suku) dan Teterusan (Kepala Perang) Tondano pada masa hidupnya, dengan tujuan menjaga wilayah suku Tondano dan menolak para musuh yang menyerang. Dotu Gerungan merupakan salah satu dari pahlawan-pahlawan atau panglima perang Minahasa yang mengalakan musuh-musuh yang menyerang tanah Minahasa

Kebangkitan Mengusir Penindasan

Kebangkitan Mengusir Penindasan lawan Spanyol

Minahasa juga pernah berperang dengan Spanyol yang dimulai tahun 1617 dan dihabisi tahun 1645. Perang ini dipicu oleh ketidakadilan Spanyol terhadap orang-orang Minahasa, terutama dalam hal perdagangan beras, sebagai komoditi utama waktu itu. Perang terbuka terjadi nanti pada tahun 1644-1646. Yang belakang sekali dari perang itu adalah kekalahan total Spanyol, sehingga berhasil diusir oleh para waranei (ksatria-ksatria Minahasa).

Kebangkitan Mengusir Penindasan lawan Kompeni Belanda dengan VOC

Di rentang tahun 1679 sampai 1809, adalah masa Kompeni Belanda dengan VOCnya. Di masa ini terjadinya ketegangan yang cukup panas selang hukum norma budaya orang Minahasa dengan hukum Belanda. Perjumpaan selang orang-orang Belanda dengan Minahasa memang tanpa terjadi secara baik, sebab motivasi orang-orang Belanda sudah tentu tidak kekurangan menguasai dan memerintah. Sementara orang Minahasa tanpa suka dijajah. Sejumlah perjanjianpun dibuat untuk berusaha menaklukan orang Minahasa. Tapi, perlawanan pun harus terjadi, puncaknya adalah Perang Tondano yang terjadi tahun 1808 sampai 1809.

Perang Tondano, yang berlangsung selama 11 bulan dan 4 hari itu, terjadi secara herois. Demi mempertahankan kedaulatan Tanah Minahasa, para waranei Minahasa rela mati. Pada tanggal l4 malam jelang tanggal 5 Agustus 1809, perang berkecemuk dengan sengitnya, dan dihabisi dengan kakalahan orang Minahasa. Fakta sejarah ini, sekaligus membuktikan bahwa orang Minahasa adalah orang-orang yang rela mempertaruhkan nyawanya demi kemerdekaan tanahnya, baca buku "Para Pahlawan Perang Minahasa Lawan Belanda" oleh David DS Lumoindong. Sekaligus juga mengkoreksi stigma jumlah orang kepada orang-orang Minahasa, bahwa "orang-orang Minahasa penjilat Belanda". Stigma itu sudah tentu tanpa berlaku, sebab Perang Tondano, adalah Perang Minahasa melawan Belanda.

Kebangkitan Mengusir Penindasan lawan Jepang

Perjuangan Minahasa untuk merdeka sejak tahun 1808 terus berkobar dan mulai mengobarkan perang gerilya ke seluruh Indonesia. Para pejuang Minahasa masuk ke pasukan Belanda untuk mempelajari segala hal demi menyusun kemampuan akbar yang dihabisi bisa memenangkan perang. Di era menjelang Kemerdekaan Indonesia, pergerakan perjuangan orang Minahasa telah bergerak secara nasional dengan memanfaatkan segala fasilitas Belanda dan Jepang. Orang minahasa membangun Pasukan Kristen, Perkumpulan para cendekiawan, perkumpulan ingatan budi. Minahasa berhasil memperoleh kepercayaan Belanda, bahlan pemimpin-pemimpin pasukan belanda dipercayakan pada orang minahasa, seperti Pasukan KNIL. Jabatan yang dipegang orang Minahasa merupakan kemampuan akbar yang bersatu dengan para pejuang dari daerah lainnya sehingga Indonesia merdeka. Tokoh-tokoh akbar yang sangat bermanfaat melahirkan bangsa Indonesian diantaranya Dr.G.S.J.Sam Ratulangi, A.Maramis, Kawilarang, Ventje Sumual,

Tidak kekurangan sebagian kecil orang Minahasa yang memakai marga Jepang sebab beberapa orang Minahasa yang menikah dengan orang Jepang. Tanah Minahasa pada zaman purba dikata sebagai [Tanah Malesung] sebab bentuknya seperti lesung atau tanah yang berlembah dan bergelombang. Slogan Minahasa: "Si Tou Tumou Tou" yang artiannya manusia hidup untuk memanusiakan manusia yang lain, dengan slogan perjuangan "I Yayat U Santi" yang artiannya maju untuk membangun negeri.

Kebangkitan Mengusir Penindasan Era Kemerdekaan

Perjuangan Minahasa untuk merdeka terus berkobar saat mempertahankan kemerdekaan. Perang 14 februari 1946.

Lihat pula

Pranala luar



Sumber :
kategori-antropologi.kucing.biz, wiki.edunitas.com, id.wikipedia.org, perpustakaan.web.id, dsb.