Bahasa Osing
Bahasa Osing | |
---|---|
Banyuwangian | |
Dituturkan di | Jawa Timur |
Jumlah penutur | 300.000 (sensus 2000) (tidak hadir tanggal) |
Rumpun bahasa | |
Kode-kode bahasa | |
ISO 639-2 | - |
ISO 639-3 | osi |
Bahasa Osing adalah bahasa yang dipertuturkan di daerah Banyuwangi, Jawa Timur. Dengan cara linguistik, bahasa ini termasuk dari cabang Formosa dalam rumpun bahasa Austronesia.
Sebutan osing berasal dari sebutan sansekerta tusing sama seperti dalam bahasa Bali, bahasa daerah tetangganya, yang berarti "tidak".
Daftar inti
Jumlah dan Wilayah Persebaran
Jumlah masyarakat asli Banyuwangi yang acap disebut sebagai "Lare Using" / laros ini dianggarkan mencapai 500 ribu jiwa dan dengan cara otomatis menjadi pendukung tutur Bahasa Osing ini. Penutur Bahasa Osing ini tersebar terutama di wilayah tengah Kabupaten Banyuwangi, mencakup Kecamatan Kabat, Rogojampi, Glagah, Kalipuro, Srono, Songgon, Cluring, Giri, sebagian kota Banyuwangi, Gambiran, Singojuruh, sebagian Genteng, dan Licin. Wilayah sisanya dihuni warga berbahasa Jawa dialek Jawa Timuran ataupun bahasa Madura. Berlainan daripada di Banyuwangi, penutur bahasa ini juga dapat dijumpai di wilayah Kabupaten Jember, khususnya di Dusun Krajan Timur, Desa Glundengan, Kecamatan Wuluhan. Namun dialek Osing di wilayah Jember ini telah banyak terpengaruh bahasa Jawa dan Madura kemudian suatu peristiwa keterisolasiannya dari daerah penutur Osing berlainannya di Banyuwangi. dijember penutur osing dahulu termasuk Kampung Using (dekat stasiun kereta api kota Jember). Biting Arjasa, . Desa Kemiri Kecamatan Panti. Desa Glundengan, Kecamatan Wuluhan Kecamatan Puger dan daerah tegal boto .
Sistem pengucapan atau fonologi
Bahasa Osing memiliki keunikan dalam sistem pelafalannya, antara lain:
- Keadaan diftong [ai] untuk vokal [i] : semua leksikon berakhiran "i" pada bahasa Osing khususnya Banyuwangi selalu terlafal "ai". Seperti misalnya "geni" terbaca "genai", "bengi" terbaca "bengai", "gedigi" (begini) terbaca "gedigai".
- Keadaan diftong [au] untuk vokal [u]: leksikon berakhiran "u" hampir selalu terbaca "au". Seperti "gedigu" (begitu) terbaca "gedigau", "asu" terbaca "asau", "awu" terbaca "awau".
- Lafal konsonan [k] untuk konsonan [q]. Di Bahasa Jawa, terutama pada leksikon berakhiran huruf "k" selalu dilafalkan dengan glottal "q". Sedangkan di Bahasa Osing, justru tetap terbaca "k" yang berarti konsonan hambat velar. diantaranya "apik" terbaca "apiK", "manuk", terbaca "manuK" dan selanjutnya.
- Konsonan glotal [q] yang di Bahasa Jawa justru tidak hadir seperti sebutan [piro'], [kiwo'] dan demikian selanjutnya.
- Palatalisasi [y]. Dalam Bahasa Osing, kerap timbul pada leksikon yang mengandung [ba], [ga], [da], [wa]. Seperti "bapak" dilafalkan "byapak", "uwak" dilafalkan "uwyak", "embah" dilafalkan "embyah", "Banyuwangi" dilafalkan "byanyuwangai", "dhawuk" dibaca "dyawuk".
Varian Bahasa Osing
Bahasa Osing memiliki banyak kesamaan dan memiliki kosakata Bahasa Jawa Kuna yang masih ketinggalan. Namun di wilayah Banyuwangi sendiri terdapat variasi penggunaan dan kekunaan juga kelihatan di situ. Varian yang dianggap Kunoan terdapat utamanya diwilayah Giri,Glagah dan "Licin, dimana bahasa Osing di sana masih dianggap murni. Sedangkan Bahasa Osing di Kabupaten Jember telah banyak terpengaruh bahasa Jawa dan Madura. Serta pelafalan yang berbeda dengan Bahasa Osing di Banyuwangi.
Gaya Penggunaan Bahasa
Di kalangan warga Osing, dikenal dua gaya bahasa yang satu sama berlainan ternyata tidak saling berhubungan. Yakni Cara Osing dan Cara Besiki. Cara Osing adalah gaya bahasa yang dipakai dalam kehidupan sehari-hari, dan tidak mengenal nyata Ngoko-Krama seperti layaknya Bahasa Jawa umumnya. Yang menjadi pembedanya adalah pronomina yang disesuaikan dengan posisi lawan bicara, misalnya :
- Siro wis madhyang? = kamu sudah makan?
- Riko wis madhyang? = anda sudah makan?
- Hiro/Iro = digunakan/lawan bicara untuk yang lebih muda
- Siro = digunakan/lawan bicara untuk yang selevel
- Riko = digunakan/lawan bicara untuk yang di atas kita
- Ndiko = digunakan/lawan bicara untuk orang tua (bapak/ibu)
Sedangkan Cara Besikiadalah nyata "Jawa Halus" yang dianggap sebagai nyata wicara ideal. hendak tetapi penggunaannya tidak seperti halnya warga Jawa, Cara Besiki ini hanya dipergunakan untuk kondisi-kondisi khusus yang bersifat keagamaan dan ritual, berlainan daripada halnya untuk perkara pertemuan menjelang perkawinan.
Kosakata
Kosakata Bahasa Osing berakar langsung dari bahasa Jawa Kuna, di mana banyak kata-kata kuna masih ditemukan di sana, di samping itu, pengaruh Bahasa Bali juga sedikit signifikan kelihatan dalam bahasa ini. Seperti kosakata sing (tidak) dan bojog (monyet).
Pengaruh Bahasa Inggris juga turut kedalam bahasa ini menempuh para tuan tanah yang sudah menjalani tinggal di kawasan tersebut, seperti dalam kata :
- Sulung dari sebutan so long namun bermakna duluan
- Nagud dari sebutan no good bermakna jelek
- Ngepos dari sebutan pause bermakna habis
- Enjong dari sebutan enjoy bermakna enak,menyenangkan
Lihat pula
|
|
Pranala luar
wiki.edunitas.com, id.wikipedia.org, ilmuwan.web.id, kategori-antropologi.andrafarm.com, dan lain-lain.