CUSTOMARY LAW IN INDONESIA
COLLECTION OF WORLD ENCYCLOPEDIA
Change to impressions  M1, 2 Laptop Mobile
Search in Collection of World Encyclopedia   
The host name  (Beforehand)(NextAmdahl's Law

Hukum norma budaya

Hukum norma budaya adalah sistem hukum yang dikenal dalam dunia sosial di Indonesia dan negara-negara Asia lainnya seperti Jepang, India, dan Tiongkok. Hukum norma budaya adalah hukum asli bangsa Indonesia. Sumbernya adalah peraturan-peraturan hukum tidak tertulis yang tumbuh dan berkembang dan dipertahankan dengan kesadaran hukum penghuninya. Sebab peraturan-peraturan ini tidak tertulis dan tumbuh kembang, maka hukum norma budaya memiliki kemampuan menyesuaikan diri dan elastis. Selain itu dikenal pula penghuni hukum norma budaya adalah sekelompok orang yang terikat oleh tatanan hukum norma budayanya sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum sebab kesamaan tempat tinggal ataupun atas dasar keturunan.

Daftar isi

Terminologi

Tidak kekurangan dua argumen mengenai asal kata norma budaya ini. Disatu pihak tidak kekurangan yang mengatakan bahwa norma budaya diambil dari bahasa Arab yang berarti budaya. Sedangkan menurut Prof. Amura, istilah ini berasal dari Bahasa Sanskerta sebab menurutnya istilah ini telah dipergunakan oleh orang Minangkabau belum cukup bertambah 2000 tahun yang lalu. Menurutnya norma budaya berasal dari dua kata, a dan dato. A berarti tidak dan dato berarti sesuatu yang bersifat kebendaan.

Perdebatan istilah Hukum Norma budaya

Hukum Norma budaya diceritakan pertama kali oleh Prof. Snouck Hurgrounje seorang Pandai Sastra Timur dari Belanda (1894). Sebelum istilah Hukum Norma budaya berkembang, dahulu dikenal istilah Norma budaya Recht. Prof. Snouck Hurgrounje dalam bukunya de atjehers (Aceh) pada tahun 1893-1894 mengatakan hukum penduduk Indonesia yang tidak dikodifikasi adalah de atjehers.

Kesudahan istilah ini dipergunakan pula oleh Prof. Mr. Cornelis van Vollenhoven, seorang Sarjana Sastra yang juga Sarjana Hukum yang pula menjabat sebagai Guru Besar pada Universitas Leiden di Belanda. Ia memuat istilah Norma budaya Recht dalam bukunya yang berjudul Norma budaya Recht van Nederlandsch Indie (Hukum Norma budaya Hindia Belanda) pada tahun 1901-1933.

Perundang-undangan di Hindia Belanda dengan cara resmi mempergunakan istilah ini pada tahun 1929 dalam Indische Staatsregeling (Peraturan Hukum Negeri Belanda), semacam Undang Undang Dasar Hindia Belanda, pada pasal 134 ayat (2) yang berlanjut pada tahun 1929.

Dalam penghuni Indonesia, istilah hukum norma budaya tidak dikenal tidak kekurangannya. Hilman Hadikusuma mengatakan bahwa istilah tersebut hanyalah istilah teknis saja. Diceritakan demikian sebab istilah tersebut hanya tumbuh dan dikembangkan oleh para pandai hukum dalam rangka mempelajari hukum yang berlanjut dalam penghuni Indonesia yang kesudahan dikembangkan ke dalam suatu sistem keilmuan.

Dalam bahasa Inggris dikenal juga istilah Norma budaya Law, namun perkembangan yang tidak kekurangan di Indonesia sendiri hanya dikenal istilah Norma budaya saja, untuk menyebutkan sebuah sistem hukum yang dalam dunia ilmiah diceritakan Hukum Adat.

Argumen ini diperkuat dengan argumen dari Muhammad Rasyid Maggis Dato Radjoe Penghoeloe sebagaimana dikutif oleh Prof. Amura : sebagai lanjutan kesempuranaan hidupm selama kemakmuran berlebih-lebihan sebab warga sedikit bertanya-tanya dengan kekayaan dunia yang berlimpah ruah, sampailah manusia kepada norma budaya.

Sedangkan argumen Prof. Nasroe mengatakan bahwa norma budaya Minangkabau telah dimiliki oleh mereka sebelum bangsa Hindu datang ke Indonesia dalam masa seratus tahun ke satu tahun masehi.

Prof. Dr. Mohammad Koesnoe, S.H. di dalam bukunya mengatakan bahwa istilah Hukum Norma budaya telah dipergunakan seorang Ulama Aceh[1] yang bernama Syekh Jalaluddin bin Syekh Muhammad Kamaluddin Tursani (Aceh Besar) pada tahun 1630.[2] Prof. A. Hasymi mengatakan bahwa buku tersebut (karangan Syekh Jalaluddin) merupakan buku yang memiliki suatu nilai tinggi dalam bidang hukum yang baik.

Perdebatan Rumusan Hukum Norma budaya

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, norma budaya adalah aturan (perbuatan dsb) yg lazim diteladani atau dimainkan sejak dahulu kala; cara (kelakuan dsb) yg sudah dijadikan kebiasaan; wujud gagasan kebudayaan yg terdiri atas nilai-nilai daya upaya budi, norma, hukum, dan aturan yg satu dng lainnya berkaitan dijadikan suatu sistem. Sebab istilah Norma budaya yang telah diresap kedalam Bahasa Indonesia dijadikan budaya maka istilah hukum norma budaya dapat disamakan dengan hukum budaya.[3]

Namun menurut Van Dijk, belum cukup tepat bila hukum norma budaya diberikan rumusan sebagai hukum budaya.[4] Menurutnya hukum budaya adalah kompleks peraturan hukum yang timbul sebab budaya berarti demikian lamanya orang bisa bertingkah laku menurut suatu cara tertentu sehingga kelahiran suatu peraturan yang diterima dan juga diinginkan oleh penghuni. Jadi, menurut Van Dijk, hukum norma budaya dan hukum budaya itu memiliki perbedaan.

Sedangkan menurut Soejono Soekanto, hukum norma budaya hakikatnya merupakan hukum budaya, namun budaya yang memiliki akhibat hukum (das sein das sollen).[5] Berbeda dengan budaya (dalam arti biasa), budaya yang merupakan penerapan dari hukum norma budaya adalah perbuatan-perbuatan yang dimainkan berulang-ulang dalam bentuk yang sama menuju kepada Rechtsvaardige Ordening Der Semenleving.

Menurut Ter Haar yang terkenal dengan teorinya Beslissingenleer (teori keputusan)[6] mengungkapkan bahwa hukum norma budaya mencakup seluruh peraturan-peraturan yang menjelma didalam keputusan-keputusan para pejabat hukum yang memiliki kewibawaan dan pengaruh, serta didalam pelaksanaannya berlanjut dengan cara serta merta dan dipatuhi dengan sepenuh hati oleh mereka yang diatur oleh keputusan tersebut. Keputusan tersebut dapat berupa sebuah persengketaan, akan tetapi juga diambil berdasarkan kerukunan dan musyawarah. Dalam tulisannya Ter Haar juga mengatakan bahwa hukum norma budaya dapat timbul dari keputusan warga penghuni.

Syekh Jalaluddin[7] menjelaskan bahwa hukum norma budaya pertama-tama merupakan persambungan tali antara dahulu dengan kesudahan, pada pihak tidak kekurangannya atau tiadanya yang dilihat dari hal yang dimainkan berulang-ulang. Hukum norma budaya tidak terletak pada peristiwa tersebut melainkan pada apa yang tidak tertulis dibelakang peristiwa tersebut, sedang yang tidak tertulis itu adalah ketentuan keharusan yang tidak kekurangan dibelakang fakta-fakta yang menuntuk bertautnya suatu peristiwa dengan peristiwa lain.

Rumusan Hukum Norma budaya

Prof. Mr. Cornelis van Vollenhoven

Menurut Prof. Mr. Cornelis van Vollenhoven, hukum norma budaya adalah keseluruhan aturan tingkah laku positif yang disatu pihak memiliki sanksi (hukum) dan dipihak lain dalam kondisi tidak dikodifikasi (adat). Tingkah laku positif memiliki makna hukum yang dinyatakan berlanjut disini dan sekarang. Sedangkan sanksi yang dimaksud adalah reaksi (konsekuensi) dari pihak lain atas suatu pelanggaran terhadap norma (hukum). Sedang kodifikasi dapat berarti sebagai berikut.

  • menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kodifikasi berarti himpunan berbagai peraturan dijadikan undang-undang; atau hal penataan kitab perundang-undangan; atau penggolongan hukum dan undang-undang berdasarkan asas-asas tertentu dl buku undang-undang yg baku.
  • menurut Prof. Djojodigoeno kodifikasi adalah pembukuan dengan cara sistematis suatu daerah / lapangan bidang hukum tertentu sebagai kesatuan dengan cara bulat (semua anggota diatur), lengkap (diatur segala unsurnya) dan tuntas (diatur semua soal yang mungkin terjadi).

Ter Haar

Ter Haar membuat dua pendefinisian yang menunjukkan perubahan argumennya tentang apa yang dinamakan hukum norma budaya.

Hukum norma budaya kelahiran dan dibuat hidup oleh keputusan-keputusan warga penghuni hukum norma budaya, terutama keputusan yang berwibawa dari kepala-kepala penduduk (kepala adat) yang membantu pelaksanaan-pelaksanaan perbuatan-perbuatan hukum, atau dalam hal pertentangan kepentingan keputusan para hakim yang menjalankan tugas mengadili sengketa, sepanjang keputusan-keputusan tersebut sebab kesewenangan atau belum cukup pengertian tidak bertentangan dengan keyakinan hukum penduduk, melainkan senafas dan seirama dengan kesadaran tersebut, diterima, diakui atau setidaknya tidak-tidaknya ditoleransi.[8]

Hukum norma budaya yang berlanjut tersebut hanya dapat diketahui dan dilihat dalam bentuk keputusan-keputusan para fungsionaris hukum (kekuasaan tidak terbatas pada dua kekuasaan saja, eksekutif dan yudikatif) tersebut. Keputusan tersebut tidak hanya keputusan mengenai suatu sengketa yang resmi tetapi juga diluar itu didasarkan pada musyawarah (kerukunan). Keputusan ini diambil berdasarkan nilai-nilai yang hidup sesuai dengan dunia rohani dan hidup kemasyarakatan anggota-anggota persekutuan tersebut.[9]


Lingkungan Hukum Norma budaya

Prof. Mr. Cornelis van Vollenhoven membagi Indonesia dijadikan 19 lingkungan hukum norma budaya (rechtsringen). Satu daerah yang garis-garis besar, corak dan sifat hukum norma budayanya seragam disebutnya sebagai rechtskring. Setiap lingkungan hukum norma budaya tersebut dibagi lagi dalam beberapa anggota yang disebut Kukuban Hukum (Rechtsgouw). Lingkungan hukum norma budaya tersebut adalah sebagai berikut.

  1. Aceh (Aceh Besar, Pantai Barat, Singkel, Semeuleu)
  2. Tanah Gayo, Alas dan Batak
    1. Tanah Gayo (Gayo lueus)
    2. Tanah Alas
    3. Tanah Batak (Tapanuli)
      1. Tapanuli Utara; Batak Pakpak (Barus), Batak karo, Batak Simelungun, Batak Toba (Samosir, Balige, Laguboti, Lumbun Julu)
      2. Tapanuli Selatan; Padang Lawas (Tano Sepanjang), Angkola, Mandailing (Sayurmatinggi)
      3. Nias (Nias Selatan)
  3. Tanah Minangkabau (Padang, Agam, Tanah Datar, Limapuluh Kota, tanah Kampar, Kerinci)
  4. Mentawai (Orang Pagai)
  5. Sumatera Selatan
    1. Bengkulu (Renjang)
    2. Lampung (Abung, Paminggir, Pubian, Rebang, Gedingtataan, Tulang Bawang)
    3. Palembang (Anak lakitan, Jelma Daya, Kubu, Pasemah, Semendo)
    4. Jambi (Orang Rimba, Batin, dan Penghulu)
    5. Enggano
  6. Tanah Melayu (Lingga-Riau, Indragiri, Sumatera Timur, Orang Banjar)
  7. Bangka dan Belitung
  8. kalimantan (Dayak Kalimantan Barat, Kapuas, Hulu, Pasir, Dayak, Kenya, Dayak Klemanten, Dayak Landak, Dayak Tayan, Dayak Lawangan, Lepo Alim, Lepo Timei, Long Glatt, Dayat Maanyan, Dayak Maanyan Siung, Dayak Ngaju, Dayak Ot Danum, Dayak Penyambung Punan)
  9. Gorontalo (Bolaang Mongondow, Boalemo)
  10. Tanah Toraja (Sulawesi Tengah, Toraja, Toraja Baree, Toraja Barat, Sigi, Kaili, Tawali, Toraja Sadan, To Mori, To Lainang, Kep. Banggai)
  11. Sulawesi Selatan (Orang Bugis, Bone, Goa, Laikang, Ponre, Mandar, Makasar, Selayar, Muna)
  12. Kepulauan Ternate (Ternate, Tidore, Halmahera, Tobelo, Kep. Sula)
  13. Maluku Ambon (Ambon, Hitu, Banda, Kep. Uliasar, Saparua, Buru, Seram, Kep. Kei, Kep. Aru, Kisar)
  14. Irian
  15. Kep. Timor (Kepulauan Timor, Timor, Timor Tengah, Mollo, Sumba, Sumba Tengah, Sumba Timur, Kodi, Flores, Ngada, Roti, Sayu Bima)
  16. Bali dan Lombok (Bali Tanganan-Pagrisingan, Kastala, Karrang Asem, Buleleng, Jembrana, Lombok, Sumbawa)
  17. Jawa Pusat, Jawa Timur serta Madura (Jawa Pusat, Kedu, Purworejo, Tulungagung, Jawa Timur, Surabaya, Madura)
  18. Daerah Kerajaan (Surakarta, Yogyakarta)
  19. Jawa Barat (Priangan, Sunda, Jakarta, Banten)[10]

Penegak hukum norma budaya

Penegak hukum norma budaya adalah pemuka norma budaya sebagai pemimpin yang sangat disegani dan besar pengaruhnya dalam lingkungan penghuni norma budaya untuk menjaga keutuhan hidup sejahtera.

Aneka Hukum Norma budaya

Hukum Norma budaya berbeda di tiap daerah sebab pengaruh

  1. Agama : Hindu, Budha, Islam, Kristen dan lain-lain. Misalnya : di Pulau Jawa dan Bali dipengaruhi agama Hindu, Di Aceh dipengaruhi Agama Islam, Di Ambon dan Maluku dipengaruhi agama Kristen.
  2. Kerajaan seperti antara lain: Sriwijaya, Airlangga, Majapahit.
  3. Datangnya bangsa-bangsa Arab, China, Eropa.

Pengakuan Norma budaya oleh Hukum Formal

Mengenai persoalan penegak hukum norma budaya Indonesia, ini memang sangat prinsipil sebab norma budaya merupakan salah satu cermin bagi bangsa, norma budaya merupkan identitas bagi bangsa, dan identitas bagi tiap daerah. Dalam kasus salah satu norma budaya suku Nuaulu yang terletak di daerah Maluku Tengah, ini butuh kajian norma budaya yang sangat mendetail lagi, persoalan kesudahan adalah pada kala ritual norma budaya suku tersebut, dimana ronde norma budaya itu membutuhkan kepala manusia sebagai alat atau perangkat ronde ritual norma budaya suku Nuaulu tersebut.

Dalam penjatuhan pidana oleh sala satu Hakim pada Perngadilan Negeri Masohi di Maluku Tengah, ini pada penjatuhan hukuman mati, sementara dalam Undang-undang Kekuasaan Kehakiman Nomor 4 tahun 2004. dalam Pasal 28 hakim harus melihat atau mempelajari budaya atau norma budaya setempat dalam penjatuhan putusan pidana terhadap kasus yang berkaitan dengan norma budaya setempat.

Dalam kerangka pelaksanaan Hukum Tanah Nasional dan disebabkan tuntutan penghuni norma budaya maka pada tanggal 24 Juni 1999, telah diterbitkan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No.5 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Penghuni Hukum Adat.

Peraturan ini dimaksudkan untuk menyediakan pedoman dalam pengaturan dan pengambilan kebijaksanaan operasional bidang pertanahan serta langkah-langkah penyelesaian masalah yang menyangkut tanah ulayat.

Peraturan ini memuat kebijaksanaan yang memperjelas prinsip pengakuan terhadap "hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari penghuni hukum adat" sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 3 UUPA. Kebijaksanaan tersebut meliputi :

  1. Penyamaan persepsi mengenai "hak ulayat" (Pasal 1)
  2. Kriteria dan penentuan masih tidak kekurangannya hak ulayat dan hak-hak yang serupa dari penghuni hukum norma budaya (Pasal 2 dan 5).
  3. Kewenangan penghuni hukum norma budaya terhadap tanah ulayatnya (Pasal 3 dan 4)

Indonesia merupakan negara yang menganut pluralitas di bidang hukum, dimana diakui keberadaan hukum barat, hukum agama dan hukum norma budaya. Dalam prakteknya (deskritif) sebagian penghuni masih menggunakan hukum norma budaya untuk mengelola keberesan di lingkungannya.

Di tinjau dengan cara preskripsi (dimana hukum norma budaya dijadikan landasan dalam menetapkan keputusan atau peraturan perundangan), dengan cara resmi, diakui keberadaaanya namun dibatasi dalam peranannya. Beberapa contoh terkait adalah UU dibidang agraria No.5 / 1960 yang mengakui keberadaan hukum norma budaya dalam kepemilikan tanah.

Sumber acuan

  1. ^ Prof. Dr. Mohammad Koesnoe, S.H. Hukum Norma budaya Sebagai Suatu Model Hukum
  2. ^ Syekh Jalaluddin bin Syekh Muhammad Kamaluddin Tursani. Safinatul Hukaam Fi Tahlisil Khasam (Bahtera Segala Hakim dalam Menamatkan Segala Orang Berkesumat/Bersengketa)
  3. ^ H. Noor Ipansyah Jastan, S.H. dan Indah Ramadhansyah. Hukum Norma budaya. Hal. 15.
  4. ^ .
  5. ^ .
  6. ^ .
  7. ^ Syekh Jalaluddin. Safinatul Hukam fi Tahlisil Khasam
  8. ^ Ter Haar. Peradilan Lanraad berdasarkan Hukum Tak Tertulis. Dalam pidato Dies Natalies. 1930.
  9. ^ Ter Haar. Hukum Norma budaya Hindia Belanda didalam Ilmu, praktek dan pengajaran Hukum Norma budaya itu dengan mengabaikan bagian-bagiannya yang tertulis dan keseluruhan peraturan yang menjelma dalam keputusan-keputusan fungsionaris hukum yang memiliki wibawa serta pengaruh dan dalam pelaksanaannya berlanjut serta merta dan dipatuhi sepenuh hati. Dalam orasi. 1937.
  10. ^ H. Noor Ipansyah Jastan, S.H. dan Indah Ramadhansyah. Hukum Norma budaya. Hal. 76-78. (disadur dari Prof. Mr. Cornelis van Vollenhoven)

Daftar Pustaka

  • Pengantar Hukum Norma budaya Indonesia Edisi II, TARSITO, Bandung.
  • Hilman H, 1992, Pengantar Ilmu Hukum Norma budaya Indonesia, Mandar Maju,Bandung.
  • Mahadi, 1991, Uraian Singkat Tentang Hukum Adat, Alumni, Bandung.
  • Moh. Koesnoe, 1979, Catatan-Catatan Terhadap Hukum Norma budaya Matang Ini, Airlangga University Press.
  • Seminar Hukum Nasional VII, Jakarta, 12 s/d 15 Oktober 1999. Djaren Saragih, 1984
  • Soerjo W, 1984, Pengantardan Asas-asas Hukum Adat, P.T. Gunung Agung.
  • Soemardi Dedi, SH. Pengantar Hukum Indonesia, IND-HILL-CO Jakarta.
  • Soekamto Soerjono, Prof, SH, MA, Purbocaroko Purnadi, Perihal Kaedah Hukum, Citra Aditya Bakti PT, Bandung 1993
  • Djamali Abdoel R, SH, Pengantar hukum Indonesia, Raja Grafindo Persada PT, Jakarta 1993.
  • Tim Dosen UI, Buku A Pengantar hukum Indonesia

Lihat pula



Sumber :
id.wikipedia.org, civitasbook.com (Ensiklopedia), kategori-antropologi.kpt.co.id, wiki.edunitas.com, dll-nya.



 S2 Degree
 Download Brochures / Catalogs
 Job Opportunities
 Various Adverts
Online Register
Scholarship Info
eduNitas.com
Being Successful is Easy
Sites
Master School Program
Profile PTS-PTS
Student Admission
Study Program each PTS
Study Program + Curriculum
Our Services
Improvement Income
Important Info
 ⛤ Africa
 ⛤ Astronomy
 ⛤ Chemistry
 ⛤ Mathematics
 ⛤ Movies
 ⛤ National Hero
 ⛤ Sao Tome & Principe
 ⛤ Sports
 ⛤ Switzerland
 ⛤ Tanjung Pandan
 ⛤ Tapanuli Selatan
Web Network Main
Web Network Morning Tuition
Web Network S2 Degree
Web Network Executive Class
Web Network Regular Night Lecture
 Online Registration
 Waivers Cost of Education Submission
 Online College Programs in the Best 168 PTS
 Tuition Scholarships
 Executive Class
 Morning Tuition
 Regular Night Lecture Program
 Try Out Sample Questions
 Sholat Times
 Al Qur'an Online
 Computer Reference
 Psychological Test Practice
 Literature
 Various Discussion




Customary Law in Indonesia   ⛤   Collection of World Encyclopedia