Fransiskus Xaverius

Tanpa usah dibingungkan dengan St. Francis Borgia, bangsawan Spanyol lainnya yang menjadi Yesuit.
Fransiskus Xaverius

Santo Fransiskus Xaverius (Bahasa Latin: Sanctus Franciscus Xaverius, Bahasa Portugis: São Francisco Xavier, bahasa Tionghoa: 聖方濟各沙勿略) (lahir 7 April 1506 – meninggal 2 Desember 1552 pada umur 46 tahun), yaitu seorang pionir misionaris Kristen dan salah seorang pendiri Serikat Yesus (Ordo Yesuit). Nama komunitas Xaverian Brothers diambil nama dirinya. Gereja Katolik menganggap dia telah mengkristenkan lebih banyak orang dibanding siapapun semenjak Santo Paulus.

Awal hidup

Xaverius terlahir bernama Francisco de Jaso y Azpilcueta di Kastil Xavier (dalam bahasa Spanyol modern Javier, bahasa Basque Xabier, bahasa Katalan Xavier) akrab Sangüesa dan Pamplona, di Navarro, Spanyol. Kelahiran sebagai putera bangsawan Basque di Navarro. Pada tahun 1512, Kastilla menginvasi Navarro. Banyak benteng yang dihancurkan, termasuk kastil keluarga, dan tanah-tanah disita. Ayah Fransiskus tutup usia pada tahun 1515.

Pada usia 19 tahun, Fransiskus Xaverius masuk Universitas Paris, di mana dia lulus dengan licence ès arts pada tahun 1530. Dia kemudian melanjutkan studi dalam bidang teologi di kota itu, dan berkenalan dengan Ignatius Loyola. Bersama dengan Ignatius, Pierre Favre dan empat orang lainnya, Xaverius mengikat janji di Montmartre dan membuat Serikat Yesus pada 15 Agustus 1534, dengan mengucapkan kaul kemiskinan dan kesucian.

Karya misi

Fransiskus Xaverius mengabdikan beberapa agung dari masa hidupnya bagi karya misi di negeri-negeri terpencil. Karena Raja Yohanes III (Bahasa Portugis: Dom João III) dari Portugal menghendaki agar para misionaris Yesuit berkarya di Hindia-Portugis, maka beliau pun diutus ke sana pada tahun 1540. Beliau bertolak dari Lisboa pada tanggal 7 April 1541, bersama dua Yesuit lainnya dan Martin de Sousa raja muda yang baru , dengan menumpang kapal Santiago. Dari Bulan Agustus 1541 hingga bulan Maret 1542, beliau singgah di Mozambik, dan kemudian mencapai Goa, India, ibukota koloni Portugis, pada tanggal 6 Mei. Jabatan resminya di Goa yaitu Nuncio Apostolik. Tiga tahun berikutnya dipergunakannya untuk berkarya di Goa.

Pada tanggal 20 September 1542, beliau mengadakan perjalanan misinya yang pertama di selang kaum Parava, para penyelam mutiara di sepanjang pesisir Timur India Selatan, sebelah Utara dari tanjung Comorin. Beliau kemudian berusaha mengkristenkan Raja Travancore, di pesisir Barat, dan juga mengunjungi Sailan. Tanpa puas hendak hasil upayanya, di pulang ke Timur pada tahun 1545, dan menyusun rencana perjalanan misi ke Makassar, di Pulau Sulawesi.

Sehabis tiba di Malaka pada bulan Oktober tahun itu dan selama tiga bulan menunggu kapal tumpangan ke Makassar yang tak kunjung tiba, kemudiannya beliau membatalkan tujuan semula dari pelayarannya. Beliau bertolak dari Malaka pada tanggal 1 Januari 1546 dan berlabuh di Amboina, kemudian tingal di pulau itu hingga pertengahan bulan Juni. Sehabis itu beliau mengunjungi pulau-pulau lainnya di Maluku, termasuk Ternate dan Moro. Segera sehabis hari raya Paskah tahun 1546, beliau pulang ke pulau Ambon, dan kemudian menuju Malaka. Misi di Ambon ini menjadi salah satu awal sejarah Gereja Katolik di Indonesia. Selama rentang waktu tersebut, diakibatkan kekecewaannya terhadap para petinggi Goa, Santo Fransiskus menulis sepucuk surat untuk Raja Dom João III berkeinginan dilangsungkannya Inkuisisi di Goa. Meskipun demikian, inkuisisi Goa baru mulai dijalankan delapan tahun sehabis kematiannya.

Pada bulan Desember 1547, di Malaka, Fransiskus Xaverius berjumpa dengan seorang bangsawan Jepang dari Kagoshima bernama Anjiro. Anjiro telah mendengar kabar tentang Fransiskus pada tahun 1545 dan berlayar dari Kagoshima ke Malaka dengan maksud bertemu dengannya. Anjiro melarikan diri dari Jepang sehabis dituduh menerapkan pembunuhan. Beliau lewat mencurahkan isi hatinya untuk Fransiskus Xaverius, mengisahkan riwayat hidupnya serta norma budaya dan budaya tanah airnya. Anjiro yaitu seorang Samurai sehingga mampu menolong Xaverius dengan keahliannya sebagai mediator dan penerjemah dalam karya misi di Jepang yang sekarang tampaknya semakin mampu terwujud. “Diri sendiri bercakap- cakap [kepada Anjiro] apakah orang-orang Jepang bersedia menjadi Kristen bila diri sendiri pergi bersamanya ke negeri itu, dan dia menjawab bahwa mereka tanpa hendak serta-merta menjadi Kristen, namun terlebih dahulu hendak mengajukan banyak pertanyaan lewat melihat apa saja yang diri sendiri ketahui. Di atas segala-galanya, mereka hendak mencermati apakah hidup diri sendiri sesuai dengan nasihat saya… Semua pedagang Portugis yang pulang dari Jepang meyakinkan diri sendiri bahwa dengan pergi ke sana diri sendiri mampu mempersembahkan lebih banyak pelayanan bagi Allah Tuhan kami, lebih dari pada di selang orang-orang India, karena orang Jepang yaitu suatu ras yang amat mementingkan daya pikir budi.” Karena diyakinkan sedemikian rupa, Xaverius membaptis Anjiro—dengan nama baptis Paulo de Santa Fe—dan mulai menyusun rencana suatu misi bagi negeri yang belum lama ditemukan itu. Anjiro menolong Fransiskus Xaverius menerjemahkan beberapa paragraf nasihat Kristiani ke dalam fonem Bahasa Jepang yang kemudian dihafal oleh Xaverius.

Beliau pulang ke India pada bulan Januari 1548. Selama 15 bulan berikutnya beliau disibukkan dengan beragam perjalanan dan urusan-urusan administrasi di India. Karena tanpa gembira dengan apa yang diasumsikannya sebagai “sikap hidup yang tidak-Kristiani” dari orang-orang Portugis, yang menghambat usaha penyebaran agama Kristen, beliau berangkat dari Selatan ke Timur Benua Asia. Beliau melepaskan Goa pada tanggal 15 April 1549, singgah di Malaka dan mengunjungi Kanton dengan ditemani Anjiro, dua pria Jepang lain, Pastur Cosme de Torrès dan Bruder Juan Fernandez. Beliau juga membawa serta hadiah-hadiah bagi "Raja Jepang" karena beliau beniat memperkenalkan diri sebagai Nuncio Apostolik.

Xaverius mencapai Jepang pada tanggal 27 Juli 1549, namun baru pada tanggal 15 Agustus beliau menginjakkan kakinya di Kagoshima, pelabuhan utama provinsi Satsuma di Pulau Kyūshū. Beliau disambut dengan ramah-tamah dan dijamu oleh keluarga Anjiro hingga bulan Oktober 1550. Dari Oktober hingga Desember 1550, beliau berdiam di Yamaguchi. Tak lama sebelum Natal, beliau menuju Kyoto namun gagal bertemu Kaisar. Beliau pulang ke Yamaguchi pada bulan Maret 1551 dan diizinkan berkhotbah oleh daimyo provinsi itu. Hendak tetapi karena belum cukup lancar bicara Jepang, beliau hanya membacakan dengan lantang terjemahan katekismus. Xaverius diterima dengan patut oleh para rahib Shingon karena beliau menggunakan kata “Dainichi” untuk Allah Kristen. Begitu Xaverius menelaah makna religius dari kata itu, beliau menggantinya dengan kata “Deusu” dari kata Latin dan Portugis “Deus”. Para rahib pun sadar, Xaverius tengah menyebarkan suatu agama tandingan.

Seiring berjalannya waktu, kehadirannya di Jepang mampu diasumsikan membuahkan hasil yakni diwujudkannya jemaat-jemaat Kristiani di Hirado, Yamaguchi dan Bungo. Xaverius berkarya lebih dari dua tahun di Jepang dan menyaksikan kelahirannya Yesuit-Yesuit penerusnya. Beliau kemudian memutuskan untuk pulang ke India. Dalam pelayarannya itu, suatu badai dahsyat memaksanya untuk singgah di sebuah pulau akrab Guangzhou, Tiongkok tempat beliau berjumpa dengan Diégo Pereira, seorang pedagang kaya-raya, sabahat lamanya dari Cochin, yang memperlihatkan padanya sepucuk surat dari orang-orang Portugis yang dipenjarakan di Guangzhou yang minta agar seorang duta agung Portugal diutus untuk Kaisar Tiongkok guna membahas nasib mereka. Kemudian dalam pelayarannya itu, beliau singgah di Malaka pad tanggal 27 Desember 1551, lewat sampai di Goa pada bulan Januari 1552.

Pada tanggal 17 April beliau berlayar bersama Diégo Pereira, melepaskan Goa dengan menumpang kapal Santa Cruz menuju Tiongkok. Beliau memperkenalkan diri sebagai Nuncio Apostolik dan Pereira sebagai duta agung dari Raja Portugal. Tak lama sehabis berlayar, beliau baru menyadari bahwa surat penunjukannya sebagai Apostolic Nuncio telah tertinggal. Sampai di Malaka, beliau digugat oleh Capitan Alvaro de Ataide de Gama yang sekarang memegang kendali penuh atas bandar itu. Sang capitan mengusir untuk mengakui gelar Nuncio-nya, berkeinginan Pereira mengundurkan diri dari jabatannya sebagai duta agung, mengganti para awak kapal, serta menuntut agar hadiah-hadiah bagi Kaisar Tiongkok dihindarkan di Malaka.

Di awal September 1552, Santa Cruz mencapai pulau Shangchuan di Tiongkok, 14 km jauhnya dari pesisir Selatan daratan Tiongkok, akrab Taishan, Guangdong, 200 km ke arah Barat Kekuatan dari tempat yang kelak bernama Hong Kong. Masa itu, beliau hanya ditemani seorang murid Yesuit, Alvaro Ferreira, seorang pria Tionghoa bernama Antonio dan seorang orang bawahan Malabar bernama Khristoforus. Sekitar pertengahan November, beliau mengirim sepucuk surat yang dalam isinya beliau berucap bahwa seorang pria sudah setuju untuk membawanya ke daratan Tiongkok bila dibayar dengan sejumlah agung uang. Dengan mengirim pulang Alvaro Ferreira, beliau tinggal seorang diri bersama Antonio.

Wafat

Pada tanggal 21 November, beliau pingsan seusai merayakan Misa. Beliau tutup usia di pulau itu pada tanggal 2 Desember 1552, pada umur 46 tahun, tanpa pernah menginjakkan kakinya di daratan utama Tiongkok.

Awalnya beliau dimakamkan di sebuah pantai di Shangchuan. Jenazahnya yang masih utuh dipindahkan dari pulau itu pada bulan Februari 1553 dan disemayamkan sementara waktu di gedung gereja Santo Paulus di Malaka pada tanggal 22 Maret 1553. Sebuah makam terbuka dalam gereja itu masa ini menandai tempat jenazah Xaverius pernah disemayamkan. Pereira tiba dari Goa pada tanggal 15 April 1553, dan tak lama kemudian beliau mengalihkan jenazah Xaverius ke rumahnya.

Pada tanggal 11 Desember 1553, jenazah Xaverius pulang dibawa berlayar, diangkut dengan sebuah sampan berdandan. Peti jenazah ditempatkan dalam sebuah kabin dikelilingi tirai sutera di tengah-tengah lilin-lilin bernyala dan wewangian yang dibakar, diiringi lambaian perpisahan dari seisi bandar Malaka. Ketika menyeberangi selat selang Pulau Penang dan pantai, sampan itu sempat kandas pada gugus pasir namun tiba-tiba bertiup angin kencang yang mendorongnya pulang ke perairan dalam. Sehabis singgah sebentar di Sailan, kemudian Cochin, kemudiannya jenazah Xaverius tiba di Goa pada tanggal 15 Maret 1554.

Keesokan harinya seluruh masyarakat mengiringi pengantaran jenazah orang kudus itu ke katedral. Peti jenazah diretas dan sehabis 16 bulan isinya masih saja segar. Selama tiga hari dan tiga malam berikutnya masyarakat diijinkan memberikan penghormatan terakhir. Ribuan pria dan wanita menciumi kaki jenazah Xaverius dan banyak mujizat dilaporkan terjadi. Jenazah yang tanpa membusuk itu sekarang disemayamkan di Basilika Bom Jésus di Goa, dalam sebuah peti perak pada tanggal 2 Desember 1637. Peti perak itu diturunkan untuk dilihat oleh umum hanya dalam penyelenggaraan pameran umum yang tidak sewenang-wenang selama 6 hari pertama, tiap 10 tahun sekali, terakhir kali diadakan pada tahun 2004. Tidak sewenang-wenang silang pendapat tentang bagaimana jenazah Xaverius tetap utuh sedemikian lama. Beberapa orang berpendapat bahwa jenazahnya telah dimumikan, sementara lainnya menganggapnya sebagai suatu Mujizat.

Lengan depan (siku hingga pergelangan) sebelah kanan, yang dipergunakan Xaverius untuk memberkati dan membaptis orang, dipisahkan oleh Prefektur Jenderal Serikat Yesus Claudio Acquaviva pada tahun 1614 dan sekarang diperllihatkan dalam sebuah relikuarium (Tempat penyimpanan Relikui) perak dalam gereja Il Gesù[1], gereja utama Yesuit di Roma.


Pengakuan

Fransiskus Xaverius diakui sebagai seorang santo oleh Gereja Anglikan dan Katolik. Beliau dibeatifikasi oleh Sri Paus Paulus V pada tanggal 25 Oktober 1619, dan dikanonisasi oleh Sri Paus Gregorius XV pada tanggal 12 Maret 1622, bersamaan dengan kanonisasi Ignatius Loyola.

Sophia University di Tokyo, Jepang didirikan pada tahun 1913 untuk menghormatinya .

Pada tahun 1839, Theodore James Ryken mendirikan Xaverian Brothers, atau Kongregasi Santo Fransiskus Xaverius (CFX). Kini, sebanyak 20 kolose atau SMU merupakan Xaverian Brothers Sponsored Schools (XBSS).

Dia yaitu santo penjaga Australia, Kalimantan, Tiongkok, Hindia Timur, Goa, Jepang, dan Selandia Baru. Perayaan peringatannya ditetapkan tiap tanggal 3 Desember.

Banyak gereja di seluruh dunia dinamakan menurut namanya. Salah satunya yaitu Gereja Katedral Santo Fransiskus Xaverius, Keuskupan Amboina, Ambon. Basilika Santo Fransiskus Xaverius di Dyersville, Iowa yaitu salah satu dari 52 basilika minor di Amerika Serikat dan satu-satunya yang telah tersedia di luar kawasan metropolitan.

Tidak sewenang-wenang pula sebuah universitas terkenal di Kanada yang dinamakan menurut namanya di Antigonish, Nova Scotia yakni St. Fransiskus Xaverius University.

Javierada yaitu ziarah tahunan dari Pamplona ke Xavier yang dimulai sejak tahun 1940-an.

Xaverius yaitu salah satu dari seberapa nama yang dimulai dengan huruf X. Fransiskus Xaverius umum dipergunakan sebagai nama diri, di Indonesia biasanya disingkat F.X. "Xavier" yaitu nama laki-laki yang populer di Portugal, Brasil, Spanyol dan negara-negara berbahasa Spanyol, Perancis dan Belgia. Di Austria dan Bavaria nama ini ditulis Xaver (diucap Ksaber dan kerap memasuki nama "Francis" yakni Franz-Xaver)

Lihat pula

  • Misi pra-modern China Yesuit
  • Katolik di China

Pranala luar dan referensi

Referensi

  1. ^ Cappella di san Francesco Saverio, at the official web site of Il Gesù. Text in Italian.



Sumber :
wiki.edunitas.com, id.wikipedia.org, informasi.web.id, kategori-antropologi.andrafarm.com, dll.