Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yaitu skema bantuan (pinjaman) yang diberikan Bank Indonesia untuk bank-bank yang mengalami masalah likuiditas pada waktu terjadinya krisis moneter 1998 di Indonesia. Skema ini dilakukan berdasarkan perjanjian Indonesia dengan IMF dalam mengatasi masalah krisis. Pada bulan Desember 1998, BI telah menyalurkan BLBI sebesar Rp 147,7 triliun untuk 48 bank.
Audit BPK terhadap penggunaan dana BLBI oleh ke-48 bank tersebut menyimpulkan telah terjadi indikasi penyimpangan sebesar Rp 138 triliun.
Penerima dana BLBI selang lain
Kasus Korupsi BLBI dan penanganannya
Dana BLBI banyak yang diselewengkan oleh penerimanya. Proses penyalurannya pun banyak yang melewati penyimpangan-penyimpangan. Beberapa mantan direktur BI telah menjadi terpidana kasus penyelewengan dana BLBI, selang lain Paul Sutopo Tjokronegoro, Hendro Budiyanto, dan Heru Supratomo.
Bank Ficorinvest: mantan presdir Ficorinvest, Supari Dhirdjoprawiro dan S. Soemeri divonis hukuman 1,5 tahun penjara oleh PN Jakarta Selatan pada tanggal 13 Agustus2003. Waktu ini masih bebas karena mengajukan kasasi.
Bank Umum Servitia: dirut Servitia, David Nusa Wijaya divonis 8 tahun penjara oleh MA pada tanggal 23 Juli2003, sempat melarikan diri ke AS namun tertangkap di sana.
Bank Harapan Sentosa: Hendra Rahardja dihukum seumur hidup, namun melarikan diri ke Australia dan meninggal di sana, Eko Adi Putranto dan Sherly Konjogian, divonis 20 tahun, namun juga melarikan diri ke Australia.
Bank Surya: Bambang Sutrisno dan Adrian Kiki Ariawan, dihukum seumur hidup, namun melarikan diri ke Singapura
Bank Modern: Samadikun Hartono, divonis 4 tahun, melarikan diri.
Bank Pelita: Agus Anwar, dalam proses pengadilan, namun sudah melarikan diri.
Bank Umum Nasional: Sjamsul Nursalim, penyidikan dihentikan.
Bank Asia Pacific (Aspac): Hendrawan Haryono, mantan wakil dirut Aspac divonis 1 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Bank Indonesia Raya (Bank Bira): Atang Latif, melarikan diri ke Singapura sebelum kasusnya disidangkan