Bacharuddin Jusuf Habibie (lahir di Parepare, Sulawesi Selatan, 25 Juni1936) yaitu Presiden Republik Indonesia yang ketiga. Ia mengalihkan Soeharto yang mengundurkan diri dari kedudukan presiden pada tanggal 21 Mei1998. Kedudukannya diubahkan oleh Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang terpilih sebagai presiden pada 20 Oktober1999 oleh MPR hasil Pemilu 1999. Dengan menjabat selama 2 bulan dan 7 hari sebagai wakil presiden, dan 1 tahun dan 5 bulan sebagai presiden, Habibie adalah Wakil Presiden dan juga Presiden Indonesia dengan masa kedudukan terpendek.
Habibie adalah anak keempat dari delapan bersaudara, pasangan Alwi Abdul Jalil Habibie dan R.A. Tuti Marini Puspowardojo. Alwi Abdul Jalil Habibie kelahiran pada tanggal 17 Agustus 1908 di Gorontalo dan R.A. Tuti Marini Puspowardojo kelahiran di Yogyakarta 10 November 1911. Ibunda R.A. Tuti Marini Puspowardojo yaitu anak seorang spesialis mata di Yogya, dan ayahnya yang bernama Puspowardjojo bekerja sebagai pemilik sekolah. B.J. Habibie yaitu salah satu anak dari tujuh penduduk bersaudara.[1]
B.J. Habibie menikah dengan Hasri Ainun Besari pada tanggal 12 Mei 1962, dan dikaruniai dua penduduk putra, yaitu Ilham Akbar dan Thareq Kemal.[2]
Sebelumnya ia pernah berilmu di SMAK Dago.[3] Ia memperoleh ilmu teknik mesin di Institut Teknologi Bandung tahun 1954. Pada 1955-1965 ia melanjutkan studi teknik penerbangan, spesialisasi konstruksi pesawat terbang, di RWTH Aachen, Jerman Barat, menerima gelar diplom ingenieur pada 1960 dan gelar doktor ingenieur pada 1965 dengan predikat summa cum laude.
Pekerjaan dan karier
Habibie pernah melakukan pekerjaan di Messerschmitt-Bölkow-Blohm, sebuah perusahaan penerbangan yang berfokus di Hamburg, Jerman, sehingga sampai puncak karier sebagai seorang wakil presiden bidang teknologi. Pada tahun 1973, ia kembali ke Indonesia atas permintaan mantan presiden Suharto.
Ia kemudian menjabat sebagai Menteri Negara Riset dan Teknologi sejak tahun 1978 sampai Maret 1998. Sebelum menjabat Presiden (21 Mei 1998 - 20 Oktober 1999), B.J. Habibie yaitu Wakil Presiden (14 Maret 1998 - 21 Mei 1998) dalam Kabinet Pembangunan VII di bawah Presiden Soeharto.
Ia dibuat menjadi tinggi dijadikan ketua umum ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia), pada masa kedudukannya sebagai menteri.
Masa Kepresidenan
Habibie mewarisi kondisi acak-acakan balau pasca pengunduran diri Soeharto pada masa orde baru, sehingga menimbulkan maraknya kerusuhan dan disintegerasi hampir seluruh wilayah Indonesia. Segera sehabis mendapat kekuasaan Presiden Habibie segera membentuk sebuah kabinet. Salah satu tugas pentingnya yaitu kembali mendapat dukungan dari Dana Moneter Internasional dan komunitas negara-negara donor untuk program pemulihan ekonomi. Dia juga membebaskan para tahanan politik dan mengurangi kontrol pada kebebasan berpendapat dan cara organisasi.
Pada era pemerintahannya yang singkat ia berhasil memberikan landasan kokoh bagi Indonesia, pada eranya dilahirkan UU Anti Monopoli atau UU Persaingan Sehat, perubahan UU Partai Politik dan yang sangat penting yaitu UU otonomi daerah. Melalui penerapan UU otonomi daerah inilah gejolak disintergrasi yang diwarisi sejak era Orde Baru berhasil diredam dan yang belakang sekalinya dituntaskan di era presiden Susilo Bambang Yudhoyono, tanpa demikianlah keadaanya UU otonomi daerah mampu dipastikan Indonesia akan mengalami nasib sama seperti Uni Soviet dan Yugoslavia.
Pengangkatan B.J. Habibie sebagai Presiden menimbulkan bermacam macam kontroversi bagi masyarakat Indonesia. Pihak yang pro menganggap pengangkatan Habibie sudah konstitusional. Hal itu berlandaskan dengan ketentuan pasal 8 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa "bila Presiden mangkat, tamat, atau tanpa mampu melaksanakan kewajibannya dalam masa kedudukannya, ia diganti oleh Wakil Presiden sampai berkesudahan waktunya". Sedangkan pihak yang kontra menganggap bahwa pengangkatan B.J. Habibie diasumsikan tanpa konstitusional. Hal ini bertentangan dengan ketentuan pasal 9 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa "sebelum presiden memangku kedudukan maka presiden mesti mengucapkan sumpah atau janji di depan MPR atau DPR".
Langkah-langkah yang diteruskan BJ Habibie di bidang politik adalah:
Memberi kebebasan pada rakyat untuk menyalurkan aspirasinya sehingga banyak bermunculan partai-partai politik baru yakni sebanyak 48 partai politik
Membebaskan narapidana politik (napol) seperti Sri Bintang Pamungkas (mantan anggota DPR yang masuk penjara karena mengkritik Presiden Soeharto) dan Muchtar Pakpahan (pemimpin buruh yang dijatuhi hukuman karena dituduh memicu kerusuhan di Area tahun 1994)
Membentuk tiga undang-undang yang demokratis yaitu :
UU No. 2 tahun 1999 tentang Partai Politik
UU No. 3 tahun 1999 tentang Pemilu
UU No. 4 tahun 1999 tentang Tataan Kedudukan DPR/MPR
Menetapkan 12 Ketetapan MPR dan tidak sewenang-wenang 4 ketetapan yang mencerminkan jawaban dari tuntutan reformasi yaitu :
Tap MPR No. VIII/MPR/1998, tentang pencabutan Tap No. IV/MPR/1983 tentangReferendum
Tap MPR No. XVIII/MPR/1998, tentang pencabutan Tap MPR No. II/MPR/1978 tentang Pancasila sebagai azas tunggal
Tap MPR No. XII/MPR/1998, tentang pencabutan Tap MPR No. V/MPR/1978 tentang Presiden mendapat mandat dari MPR untuk mempunyai hak-hak dan Kebijakan di luar batas perundang-undangan
Tap MPR No. XIII/MPR/1998, tentang Pembatasan masa kedudukan Presiden dan Wakil Presiden maksimal hanya dua kali periode.
12 Ketetapan MPR selang lain :
Tap MPR No. X/MPR/1998, tentang pokok-pokok reformasi pembangunan dalam rangka penyelematan dan normalisasi kehidupan nasional sebagai haluan negara
Tap MPR No. XI/MPR/1998, tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas sama sekali korupsi, kolusi, dan nepotisme
Tap MPR No. XIII/MPR/1998, tentang pembatasan masa kedudukan presiden dan wakil presiden Republik Indonesia
Tap MPR No. XV/MPR/1998, tentang penyelenggaraan Otonomi daerah
Tap MPR No. XVI/MPR/1998, tentang politik ekonomi dalam rangka demokrasi ekonomi
Tap MPR No. XVII/MPR/1998, tentang Hak Asasi Manusia (HAM)
Tap MPR No. VII/MPR/1998, tentang perubahan dan tambahan atas Tap MPR No. I/MPR/1998 tentang peraturan kelola tertib MPR
Tap MPR No. XIV/MPR/1998, tentang Pemilihan Umum
Tap MPR No. III/V/MPR/1998, tentang referendum
Tap MPR No. IX/MPR/1998, tentang GBHN
Tap MPR No. XII/MPR/1998, tentang pemberian tugas dan wewenang khusus untuk Presiden/mandataris MPR dalam rangka menyukseskan dan pengamanan pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila
Tap MPR No. XVIII/MPR/1998, tentang pencabutan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4)
Di bidang ekonomi, ia berhasil memotong nilai ganti rupiah terhadap dollar masih berkisar selang Rp 10.000 – Rp 15.000. Namun pada belakang pemerintahannya, terutama sehabis pertanggungjawabannya ditampik MPR, nilai ganti rupiah meroket naik pada level Rp 6500 per dolar AS nilai yang tanpa akan pernah dicapai lagi di era pemerintahan kemudian. Selain itu, ia juga memulai menerapkan independensi Bank Indonesia agar semakin fokus mengurusi perekonomian. Untuk menyelesaikan krisis moneter dan perbaikan ekonomi Indonesia, BJ Habibie melaksanakan langkah-langkah sebagai berikut :
Melaksanakan restrukturisasi dan rekapitulasi perbankan melalui pembentukan BPPN dan unit Pengelola Aset Negara
Melikuidasi beberapa bank yang bermasalah
Menaikkan nilai ganti rupiah terhadap dolar hingga di bawah Rp. 10.000,00
Membentuk lembaga pemantau dan pemberesan masalah utang luar negeri
Mengimplementasikan reformasi ekonomi yang disyaratkan IMF
Mengesahkan UU No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan yang Tanpa Sehat
Mengesahkan UU No. 8 tahun 1999 tentang Pengamanan Konsumen
Salah satu kealpaan yang dinilai pihak oposisi terbesar yaitu sehabis menjabat sebagai Presiden, B.J. Habibie memperbolehkan dibangunnya referendum provinsi Timor Timur (sekarang Timor Leste), ia mengajukan hal yang cukup menggemparkan publik masa itu, yaitu menyelenggarakan jajak pendapat bagi warga Timor Timur untuk memilih merdeka atau masih tetap dijadikan anggota dari Indonesia. Pada masa kepresidenannya, Timor Timur bebas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia dan dijadikan negara terpisah yang berdaulat pada tanggal 30 Agustus1999. Bebasnya Timor Timur di satu sisi memang disesali oleh beberapa warga negara Indonesia, tapi disisi lain membersihkan nama Indonesia yang sering tercemar oleh tuduhan pelanggaran HAM di Timor Timur.
Kasus inilah yang mendorong pihak oposisi yang tanpa puas dengan latar belakang Habibie semakin aktif menjatuhkan Habibie. Upaya ini yang belakang sekalinya berhasil diteruskan pada Sidang Umum 1999, ia memutuskan tanpa mencalonkan diri lagi sehabis laporan pertanggungjawabannya ditampik oleh MPR.
Pandangan terhadap pemerintahan Habibie pada era awal reformasi cenderung bersifat negatif, tapi sejalan dengan perkembangan waktu banyak yang menilai positif pemerintahan Habibie. Salah pandangan positif itu dikemukan oleh L. Misbah Hidayat Dalam bukunya Reformasi Administrasi: Kajian Komparatif Pemerintahan Tiga Presiden.[4]
“
Visi, misi dan kepemimpinan presiden Habibie dalam menjalankan kegiatan yang dipekerjakan reformasi memang tanpa mampu dilepaskan dari pengalaman hidupnya. Setiap keputusan yang diambil didasarkan pada faktor-faktor yang mampu diukur. Maka tanpa heran tiap kebijakan yang diambil kadangkala membuat penduduk terkaget-kaget dan tanpa petuah. Bahkan beberapa kalangan menganggap Habibie apolitis dan tanpa berperasaan. Pola kepemimpinan Habibie seperti itu mampu dimaklumi memikirkan latar belakang proses mendidiknya sebagai doktor di bidang konstruksi pesawat terbang. Berkaitan dengan semangat demokratisasi, Habibie telah melaksanakan perubahan dengan mendirikan pemerintahan yang transparan dan dialogis. Prinsip demokrasi juga diteruskan dalam kebijakan ekonomi yang disertai penegakan hukum dan ditujukan untuk kesejahteraan rakyat. Dalam mengelola cara kabinet sehari-haripun, Habibie melaksanakan perubahan akbar. Ia meningkatkan koordinasi dan menghapus egosentisme sekotral antarmenteri. Selain itu sejumlah kreativitas mewarnai gaya kepemimpinan Habibie dalam menangani masalah bangsa.[5] Untuk mengatasi persoalan ekonomi, misalnya, ia mengangkat wirausahawan dijadikan utusan khusus. Dan wirausahawan itu sendiri yang menanggung biayanya. Tugas tersebut sangat penting, karena salah satu kelemahan pemerintah yaitu belum cukup menjelaskan kondisi Indonesia yang sesungguhnya pada masyarakat internasional. Sementara itu pers, khususnya pers asing, terkesan hanya mengekspos berita-berita negatif tentang Indonesia sehingga tanpa seimbang dalam pemberitaan.
”
Masa Pascakepresidenan
Sehabis ia turun dari kedudukannya sebagai presiden, ia semakin banyak tinggal di Jerman daripada di Indonesia. Tetapi ketika era kepresidenan Susilo Bambang Yudhoyono, ia kembali aktif sebagai penasehat presiden untuk mengawal proses demokratisasi di Indonesia lewat organisasi bangunannya Habibie Center.
Publikasi
Habibie ketika disumpah dijadikan presiden pada tanggal 21 Mei 1998.
Karya Habibie
Proceedings of the International Symposium on Aeronautical Science and Technology of Indonesia / B. J. Habibie; B. Laschka [Editors]. Indonesian Aeronautical and Astronautical Institute; Deutsche Gesellschaft für Luft- und Raumfahrt 1986
Eine Berechnungsmethode zum Voraussagen des Fortschritts von Rissen unter beliebigen Belastungen und Vergleiche mit entsprechenden Versuchsergebnissen, Presentasi pada Simposium DGLR di Baden-Baden,11-13 Oktober 1971
Beitrag zur Temperaturbeanspruchung der orthotropen Kragscheibe, Disertasi di RWTH Aachen, 1965
Sophisticated technologies : taking root in developing countries, International journal of technology management : IJTM. - Geneva-Aeroport : Inderscience Enterprises Ltd, 1990
Einführung in die finite Elementen Methode,Teil 1, Hamburger Flugzeugbau GmbH, 1968
Entwicklung eines Verfahrens zur Bestimmung des Rißfortschritts in Schalenstrukturen, Hamburger Flugzeugbau GmbH, Messerschmitt-Bölkow-Blohm GmbH, 1970
Entwicklung eines Berechnungsverfahrens zur Bestimmung der Rißfortschrittsgeschwindigkeit an Schalenstrukturen aus A1-Legierungen und Titanium, Hamburger Flugzeugbau GmbH, Messerschmitt-Bölkow-Blohm GmbH, 1969
Detik-detik Yang Memilihkan - Jalan Panjang Indonesia Menuju Demokrasi, 2006 (memoir tentang peristiwa tahun 1998)
Habibie dan Ainun, The Habibie Center Mandiri, 2009 (memori tentang Ainun Habibie)
Tentang Habibie
Hosen, Nadirsyah, Indonesian political laws in Habibie Era : Between political struggle and law reform, ,Nordic journal of international law, ISSN 0029-151X, Bd. 72 (2003), 4, hal. 483-518
Rice, Robert Charles, Indonesian approaches to technology policy during the Soeharto era : Habibie, Sumitro and others, Indonesian economic development (1990), hal. 53-66
Makka, Makmur.A, The True Life of HABIBIE Cerita di Balik Kesuksesan, PUSTAKA IMAN, ISBN 978-979-3371-83-2, 2008
^Reformasi Administrasi: Kajian Komparatif Pemerintahan Tiga Presiden
^Suryo B. Sulistyo.1999."Kebijakan ekonominya mengandalkan daya pasar", dalam Badaruddin et.al. Kepemimpinan BJ. Habibie. Visi, Misi, dan Stategi, Jakarta: Yayasan Bina Profesi dan Wirausaha
Pranala luar
Habibie Center - situs resmi
Kepustakaan Presiden-presiden Republik Indonesia - Biografi dan seputar B.J. Habibie
Bio Presiden BJ Habibie di Ensiklopedi Tokoh Indonesia
GVK - Common Union Catalogue - 2.1: Katalog karya tulis B.J. Habibie
GVK - Common Union Catalogue - 2.1: Katalog karya tulis tentang B.J. Habibie