__
Al-Qur'an online   |   Ensiklopedia   |   Nabi & Rasul   |   Keimanan   |   Islam & Akhlak   |   Masyarakat   |   Syariat   |   Forum Diskusi
  » Silsilah (Garis Keturunan) 25 Nabi/Rasul
  » Ringkasan 25 Nabi/Rasul
  1. Nabi Adam as
  2. Nabi Idris as
  3. Nabi Nuh as
  4. Nabi Hud as
  5. Nabi Saleh as (Shalih, Shaleh, Sholeh)
  6. Nabi Ibrahim as
  7. Nabi Luth as
  8. Nabi Ismail as
  9. Nabi Ishak as (Ishaq)
10. Nabi Ya'qub as (Yaqub, Yakub)
11. Nabi Yusuf as
12. Nabi Syu'aib as (Syuaib)
13. Nabi Ayyub as (Ayub)
14. Nabi Dzulkifli as (Zulkifli)
15. Nabi Musa as
16. Nabi Harun as
17. Nabi Daud as (Dawud)
18. Nabi Sulaiman as (Sulaeman)
19. Nabi Ilyas as
20. Nabi Ilyasa' as
21. Nabi Yunus as (Zunnun)
22. Nabi Zakaria as (Zakariya)
23. Nabi Yahya as
24. Nabi Isa as
25. Nabi Muhammad saw
» Tuhan (Allah SWT)
» Keadilan & Kesejahteraan
» Al-Qur'an
» Nabi Muhammad saw
» Takdir
» Kematian
» Hari Akhirat

Di Bawah ini sedang diupdate
» Malaikat
» Kitab-kitab Allah
» Nabi dan Rasul
» Tauhid
» Asmaul Husna (Al-Asma Al-Husna)
» Agama Islam
» Akhlak
» Syukur
» Jihad
» Puasa
» Lailatul Qadar
» Halal Bihalal
» Masjid

Di Bawah ini sedang diupdate
» Sholat (Shalat)
» Zakat dan Shadaqah (Sedekah)
» Haji & Umrah
» Doa
» Zikir (Dzikir)
» Qiblat (Kiblat)
» Bersuci (Thaharah)
» Syahadat
» Amal
» Manusia
» Perempuan
» Masyarakat
» Musyawarah
» Kemiskinan
» Kesehatan
» Ukhuwah
» Kebangsaan
» Umat
» Waktu
» Ilmu dan Teknologi

Di Bawah ini sedang diupdate
» Laki-laki
» Keluarga
» Anak Yatim
» Pernikahan (Perkawinan)
» Makanan
» Pakaian
» Ekonomi
» Seni
» Politik

Di Bawah ini sedang diupdate
» Perceraian
» Warisan
» Wasiat
» Hibah
» Jual Beli
» Pinjaman
» Harta
» Pegadaian
» Perwakilan
» Menyusui
» Pertanian
» Persaksian
Home   ,   3.980 pengunjung online
Cari di Al-Quran mengenai :  
 
Pilih Bahasa :   ID   EN  
Indeks/Keyword Quran
▪ sembunyikan ▪ tampilkan

sembunyikan ▪ tampilkan
Tafsir & Sejarah Quran

sembunyikan ▪ tampilkan
Topik/Bab dlm Al-Quran
Iman - Tauhid, Rukun Iman, ...
Akhlak - Terpuji, Etika, Hak, ...
Islam - Rukun Islam, Doa, ...
Syariat - Secara Global
Ilmu - Pengetahuan & Cabang2
Amal - Perbuatan, Halal, Haram
Dakwah - Kewajiban, Hikmah
Masyarakat - Keluarga, Agama
Hukum - Peradilan, Dagang, ...
Sejarah - 25 Nabi, Bangsa2, ...

Surah/Surat Al-Qur'an
▪ sembunyikan ▪ tampilkan
 Perkuliahan Gratis
 Tutorial Informatika Komputer
 Program Kuliah Jarak Jauh (Online) di 168 PTS Terbaik
 Jadwal Sholat
 Try Out Online Gratis
 Download Brosur / Katalog
 Kesempatan Karir
Informasi PTS Penyelenggara
Program Perkuliahan Karyawan (Perkuliahan Online)

Profile PTS-PTS
Penerimaan Mhs Baru
Jurusan
Program Studi + Gelar
Layanan Kami
Dapat Karir Baru
Daftar Website Gabungan PTS
Daftar Website Program Reguler
Daftar Website Program S2 (Pascasarjana)
Daftar Website Perkuliahan Karyawan
Daftar Website Kelas Shift

 Permintaan Beasiswa Kuliah
 Semua Perdebatan
 Semua Rujukan Bebas
 Soal-Jawab Tes Potensi Akademik
 Al-Qur'an Online
 Program Kelas Shift
 Kuliah Reguler
 Program Magister Manajemen (MM)
 Perkuliahan Paralel
 Semua Iklan
 Pendaftaran Online
Kandungan Vitamin B5 pada berbagai sayuran, Lutein + Zeaksantin / Zeaxanthin, dsb.
Menanam benih Srikaya di pot / polybag

Link Umum
Lokasi ATM di Tangerang

 
Kesehatan
Manusia dan Masyarakat
Pemahaman dan Tafsir Al-Quran

DAFTAR ISI
» Kesehatan Fisik
» Kesehatan Mental
» Referensi

Islam menetapkan tujuan pokok kehadirannya untuk memelihara agama, jiwa, akal, jasmani, harta, dan keturunan.

Setidaknya tiga dari yang disebut di atas berkaitan dengan kesehatan. Tidak heran jika ditemukan bahwa Islam amat kaya dengan tuntunan kesehatan.
Paling tidak ada dua istilah literatur keagamaan yang digunakan untuk menunjuk tentang pentingnya kesehatan dalam pandangan Islam.

1. Kesehatan, yang terambil dari kata sehat;
2. Afiat.


Keduanya dalam bahasa Indonesia, sering menjadi kata majemuk sehat afiat. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesra, kata "afiat" dipersamakan dengan "sehat". Afiat diartikan sehat dan kuat, sedangkan sehat (sendiri) antara lain diartikan sebagai keadaan baik segenap badan serta bagian-bagiannya (bebas dari sakit).
Tentu pengertian kebahasaan ini berbeda dengan pengertian dalam tinjauan ilmu kesehatan, yang memperkenalkan istilah-istilah kesehatan fisik, kesehatan mental, dan kesehatan masyarakat.

Walaupun Islam mengenal hal-hal tersebut, namun sejak dini perlu digarisbawahi satu hal pokok berkaitan dengan kesehatan, yaitu melalui pengertian yang dikandung oleh kata afiat. Istilah sehat dan afiat masing-masing digunakan untuk makna yang berbeda, kendati diakui tidak jarang hanya disebut salah satunya (secara berdiri sendiri), karena masing-masing kata tersebut dapat mewakili makna yang dikandung oleh kata yang tidak disebut.

Pakar bahasa Al-Quran dapat memahami dari ungkapan sehat wal-afiat bahwa kata sehat berbeda dengan kata afiat, karena wa yang berarti "dan" adalah kata penghubung yang sekaligus menunjukkan adanya perbedaan antara yang disebut pertama (sehat) dan yang disebut kedua (afiat). Nah, atas dasar itu, dipahami adanya perbedaan makna di antara keduanya.

Dalam literatur keagamaan, bahkan dalam hadis-hadis Nabi saw ditemukan sekian banyak doa, yang mengandung permohonan afiat, di samping permohonan memperoleh sehat.

Dalam kamus bahasa Arab, kata afiat diartikan sebagai perlindungan Allah untuk hamba-Nya dari segala macam bencana dan tipu daya. Perlindungan itu tentunya tidak dapat diperoleh secara sempurna kecuali bagi mereka yang mengindahkan petunjuk-petunjuk-Nya. Maka kata afiat dapat diartikan sebagai berfungsinya anggota tubuh manusia sesuai dengan tujuan penciptaannya.

Kalau sehat diartikan sebagai keadaan baik bagi segenap anggota badan, maka agaknya dapat dikatakan bahwa mata yang sehat adalah mata yang dapat melihat maupun membaca tanpa menggunakan kacamata. Tetapi, mata yang afiat adalah yang dapat melihat dan membaca objek-objek yang bermanfaat serta mengalihkan pandangan dari objek-objek yang terlarang, karena itulah fungsi yang diharapkan dari penciptaan mata.

KESEHATAN FISIK
Telah disinggung bahwa dalam tinjauan ilmu kesehatan dikenal berbagai jenis kesehatan, yang diakui pula oleh pakar-pakar Islam. Majelis Ulama Indonesia (MUI), misalnya, dalam Musyawarah Nasional Ulama tahun 1983 merumuskan kesehatan sebagai "ketahanan jasmaniah, rohaniah, dan sosial yang dimiliki manusia, sebagai karunia Allah yang wajib disyukuri dengan mengamalkan (tuntunan-Nya), dan memelihara serta mengembangkannya."

Memang banyak sekali tuntunan agama yang merujuk kepada ketiga jenis kesehatan itu.

Dalam konteks kesehatan fisik, misalnya ditemukan sabda Nabi Muhammad saw: "Sesungguhnya badanmu mempunyai hak atas dirimu."

Demikian Nabi saw menegur beberapa sahabatnya yang bermaksud melampaui batas beribadah, sehingga kebutuhan jasmaniahnya terabaikan dan kesehatannya terganggu.


Pembicaraan literatur keagamaan tentang kesehatan fisik, dimulai dengan meletakkan prinsip: "Pencegahan lebih baik daripada pengobatan." Karena itu dalam konteks kesehatan ditemukan sekian banyak petunjuk Kitab Suci dan Sunah Nabi saw yang pada dasarnya mengarah pada upaya pencegahan.

Salah satu sifat manusia yang secara tegas dicintai Allah adalah orang yang menjaga kebersihan. Kebersihan digandengkan dengan taubat dalam surat Al-Baqarah (2): 222:

Sesungguhnya Allah senang kepada orang yang bertobat, dan senang kepada orang yang membersihkan diri. (QS. Al-Baqarah (2): 222)

Tobat menghasilkan kesehatan mental, sedangkan kebersihan lahiriah menghasilkan kesehatan fisik.

Wahyu kedua (atau ketiga) yang diterima Nabi Muhammad saw adalah:

Dan bersihkan pakaianmu dan tinggalkan segala macam kekotoran (QS Al-Muddatstsir [74]: 4-5).

Perintah tersebut berbarengan dengan perintah menyampaikan ajaran agama dan membesarkan nama Allah SWT

Terdapat hadis yang amat populer tentang kebersihan yang berbunyi: "Kebersihan adalah bagian dari iman."

Hadis ini dinilai oleh sebagian ulama sebagai hadis dha'if. Kendati begitu, terdapat sekian banyak hadis lain yang mendukung makna tersebut, seperti sabda Nabi saw: Iman, terdiri dan tujuh puluh sekian cabang, puncaknya adalah keyakinan bahwa "Tiada Tuhan selain Allah, dan yang terendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan" (HR Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah).

Perintah menutup hidangan, mencuci tangan sebelum makan, bersikat gigi, larangan bernafas sambil minum, tidak kencing atau buang air di tempat yang tidak mengalir atau di bawah pohon, adalah contoh-contoh praktis dari sekian banyak tuntunan Islam dalam konteks menjaga kesehatan. Bahkan sebelum dunia mengenal karantina, Nabi Muhammad saw telah menetapkan dalam salah satu sabdanya: "Apabila kalian mendengar adanya wabah di suatu daerah, janganlah mengunjungi daerah itu, tetapi apabila kalian berada di daerah itu, janganlah meninggalkannya".

Ditemukan juga peringatan bahwa perut merupakan sumber utama penyakit: Al-ma'idat bait adda'. Dan karena itu, ditemukan banyak sekali tuntutan --baik dari Al-Quran maupun hadis Nabi saw-- yang berkaitan dengan makanan, jenis maupun kadarnya.

Al-Quran juga mengingatkan, Makan dan minum dan jangan berlebih-lebihan. Allah tidak senang kepada orang yang berlebih-lebihan (QS Al-A'raf [7]: 31).


Perlu pula digarisbawahi bahwa sebagian pakar, baik agamawan maupun ilmuwan, berpendapat bahwa jenis makanan dapat mempengaruhi mental manusia. Al-Harali (wafat 1232 M) menyimpulkan hal tersebut setelah membaca firman Allah yang mengharamkan makanan dan minuman tertentu karena makanan dan minuman tersebut rijs.

Kecuali kalau makanan itu bangkai atau darah yang mengalir, atau daging babi, karena sesungguhnya semua itu kotor (QS Al-An'am [6]: 145).

Kata rijs diartikan sebagai keburukan budi pekerti atau kebobrokan mental. Pendapat serupa dikemukakan antara lain oleh seorang ulama kontemporer Syaikh Taqi Falsaf dalam bukunya Child between Heredity and Education, yang mengutip pendapat Alexis Carrel dalam bukunya Man the Unknown. Carrel, peraih hadiah Nobel bidang kedokteren ini, menulis bahwa pengaruh campuran kimiawi yang dikandung oleh makanan terhadap aktivitas jiwa dan pikiran manusia belum diketahui secara sempurna, karena belum diadakan eksperimen dalam waktu yang memadai. Namun tidak dapat diragukan bahwa perasaan manusia dipengaruhi oleh kuantitas dan kualitas makanan.

Kandungan pengertian takwa yang pada dasarnya berarti menghindar dari siksa Allah di dunia dan di akhirat. Siksa Allah di dunia, adalah akibat pelanggaran terhadap hukum-hukum alam. Hukum alam antara lain membuktikan bahwa makanan yang kotor mengakibatkan penyakit. Seorang yang makan makanan kotor pada hakikatnya melanggar perintah Allah, dan itu sekaligus melanggar hukum alam yang di dunia ini dapat mengakibatkan penyakit.

Dari sini dapat dimengerti bahwa Islam memerintahkan agar berobat pada saat ditimpa penyakit. "Berobatlah, karena tiada satu penyakit yang diturunkan Allah, kecuali diturunkan pula obat penangkalnya, selain dari satu penyakit, yaitu ketuaan" (HR Abu Daud dan At-Tirmidzi dari sahabat Nabi Usamah bin Syuraik).

Bahkan seandainya tidak ada perintah rinci dari hadis tentang keharusan berobat, maka prinsip- prinsip pokok yang diangkat dari Al-Quran dan hadis cukup untuk dijadikan dasar dalam upaya kesehatan dan pengobatan. Sebagai contoh dapat dikemukakan persoalan transplantasi, baik dari donor hidup maupun donor yang telah meninggal dunia. Beberapa prinsip dan kesepakatan dalam bidang hukum agama yang berkaitan dengan topik bahasan ini dapat membantu menemukan pandangan Islam dalam persoalan dimaksud. Prinsip-prinsip dimaksud antara lain adalah:

1. Agama Islam bertujuan memelihara agama, jiwa, akal, kesehatan, dan harta benda umat manusia.

2. Anggota badan dan jiwa manusia merupakan milik Allah yang dianugerahkan-Nya untuk dimanfaatkan dan dijaga/dipelihara, bukan untuk disalahgunakan.

3. Penghormatan dan hak-hak asasi yang dianugerahkan-Nya mencakup seluruh manusia, tanpa membedakan ras atau agama.

4. Terlarang merendahkan derajat manusia, baik yang hidup, maupun yang telah wafat.

5. Jika bertentangan kepentingan antara orang yang hidup dan orang yang telah wafat, maka dahulukanlah kepentingan orang yang hidup.


Dari prinsip-prinsip ini banyak ulama kontemporer menetapkan bahwa transplantasi dapat dibenarkan selama kehormatan manusia --yang hidup maupun yang mati-- terjaga sepenuhnya. Salah satu jaminan tidak adanya pelecehan adalah izin dan pihak keluarga.

Alasan penolakan yang sering terdengar dari kalangan orang kebanyakan (awam) bahwa setelah si penerima donor sehat, ia mungkin dapat menyalahqunakan kesehatannya, dan ini dapat mengakibatkan dosa, terutama bagi "pemilik" organ (jenazah), atau orang yang mengizinkan. Alasan ini, pada hakikatnya tidak dapat diterima. Kemurahan dan keadilan Tuhan mengantar-Nya untuk tidak menuntut pertanggung-jawaban dari seseorang terhadap sesuatu yang tidak dikerjakannya secara sadar, karena hakikat manusia bukan organ dan jasmaninya:

"Allah tidak memandang kepada jasad dan rupa kamu, tetapi memandang hati dan perbuatan kamu", sabda Nabi Muhammad saw yang diriwayatkan oleh Muslim. Di samping itu, izin yang diharuskan itu, telah dapat mengurangi kalau enggan berkata "menghilangkan" kekhawatiran di atas. Kalau niat pemberi izin untuk membantu sesama manusia, dan dia menduga keras bahwa bantuan tersebut tidak akan disalahgunakan, maka kalaupun ternyata dugaannya keliru, maka ia bebas dari dosa. Sebaliknya, jika yang memberi izin sudah menduga keras akan terjadinya penyalahgunaan, maka tentu saja ia tidak terbebaskan dari dosa. Di sini terlihat pula peranan izin.

Dapat ditambahkan bahwa Al-Quran menegaskan bahwa, "Barang siapa yang menghidupkan seseorang, maka dia bagaikan menghidupkan manusia semuanya..." (QS Al-Maidah [5): 32). "Menghidupkan" di sini bukan saja yang berarti "memelihara kehidupan", tetapi juga dapat mencakup upaya "memperpanjang harapan hidup" dengan cara apa pun yang tidak melanggar hukum.

Demikian, satu contoh, bagaimana ayat-ayat Al-Quran dipahami dalam konteks peristiwa paling mutakhir dalam bidang kesehatan.

Namun dalam ajaran Islam juga ditekankan bahwa obat dan upaya hanyalah "sebab", sedangkan penyebab sesungguhnya di balik sebab atau upaya itu adalah Allah SWT, seperti ucapan Nabi Ibrahim a.s. yang diabadikan Al-Quran dalam surat Al-Syu'ara' (26): 80 :

Apabila aku sakit, Dialah (Allah) yang menyembuhkan aku. (QS. Al-Syu'ara' (26): 80)

KESEHATAN MENTAL
Nabi saw juga mengisyaratkan bahwa ada keluhan fisik yang terjadi karena gangguan mental. Seseorang datang mengeluhkan penyakit perut yang diderita saudaranya setelah diberi obat berkali-kali, tetapi tidak kunjung sembuh dinyatakan oleh Nabi saw bahwa, "Perut saudaramu berbohong" (HR Bukhari).

Al-Quran Al-Karim memang banyak berbicara tentang penyakit jiwa. Mereka yang lemah iman dinilai oleh Al-Quran sebagai orang yang memiliki penyakit di dalam dadanya. Dari hadis-hadis Nabi diperoleh petunjuk, bahwa sebagian kompleks kejiwaan tercipta pada saat janin masih berada di perut ibu, atau bahkan pada saat hubungan seks (pertemuan sperma dan ovum), demikian juga ketika bayi masih dalam buaian.

Karena itu, Islam memerintahkan kepada para ibu dan bapak agar menciptakan suasana tenang, dan mengamalkan ajaran agama pada saat bayi berada dalam kandungan, sebagaimana memerintahkan kepada para orang-tua untuk memperlakukan anak-anak mereka secara wajar.

Dalam suatu riwayat diungkapkan ada seorang anak yang sedang digendong, kemudian pipis membasahi pakaian Nabi. Ibunya merenggut bayi tersebut dengan kasar. Namun Nabi menegurnya dengan bersabda : "Jangan hentikan pipisnya, jangan renggut dia dengan kasar. Pakaian ini dapat dibersihkan dengan air, tetapi apa yang dapat menjernihkan hati sang anak (yang engkau renggut dengan kasar)?

Seperti diungkapkan oleh beberapa pakar ilmu jiwa, sebagian kompleks kejiwaan yang diderita orang dewasa, dapat diketahui penyebab utamanya pada perlakuan yang diterimanya sebelum dewasa. Agaknya kita dapat menyimpulkan bahwa pandangan Islam tentang penyakit-penyakit mental mencakup banyak hal, yang boleh jadi tidak dijangkau oleh pandangan ilmu kesehatan modern.

Dalam Al-Quran tidak kurang sebelas kali disebut istilah fi qulubihim maradh.

Kata qalb atau qulub dipahami dalam dua makna, yaitu akal dan hati. Sedang kata maradh biasa diartikan sebagai penyakit. Secara rinci pakar bahasa Ibnu Faris mendefinisikan kata tersebut sebagai "segala sesuatu yang mengakibatkan manusia melampaui batas keseimbangan/kewajaran dan mengantar kepada terganggunya fisik, mental, bahkan kepada tidak sempurnanya amal seseorang."

Dari sini dapat dikatakan bahwa Al-Quran memperkenalkan adanya penyakit-penyakit yang menimpa hati dan yang menimpa akal.

Penyakit-penyakit akal yang disebabkan bentuk berlebihan adalah semacam kelicikan, sedangkan yang bentuknya karena kekurangan adalah ketidaktahuan akibat kurangnya pendidikan. Ketidaktahuan ini dapat bersifat tunggal maupun ganda. Seseorang yang tidak tahu serta tidak menyadari ketidaktahuannya pada hakikatnya menderita penyakit akal berganda.

Penyakit akal berupa ketidaktahuan mengantarkan penderitanya pada keraguan dan kebimbangan.

Penyakit-penyakit kejiwaan pun beraneka ragam dan bertingkat-tingkat. Sikap angkuh, benci, dendam, fanatisme, loba, dan kikir yang antara lain disebabkan karena bentuk keberlebihan seseorang. Sedangkan rasa takut, cemas, pesimisme, rendah diri dan lain-lain adalah karena kekurangannya.


Yang akan memperoleh keberuntungan di hari kemudian adalah mereka yang terbebas dari penyakit-penyakit tersebut, seperti bunyi firman Allah dalam surat Al-Syu'ara' (26): 88-89:

Pada hari (akhirat) harta dan anak-anak tidak berguna (tetapi yang berguna tiada lain) kecuali yang datang kepada Allah dengan hati yang sehat.

Islam mendorong manusia agar memiliki kalbu yang sehat dari segala macam penyakit dengan jalan bertobat, dan mendekatkan diri kepada Tuhan, karena:

Sesungguhnya dengan mengingat Allah jiwa akan memperoleh ketenangan (QS Al-Ra'd [13]: 28).

Itulah sebagian tuntunan Al-Quran dan Sunnah Nabi saw tentang kesehatan.


Referensi
  • Prof. Dr. M. Quraish Shihab, MA., Wawasan Al-Quran, Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat, Penerbit Mizan, Bandung, 1997.
  • Dr. Syauqi Abu Khalil, Atlas Al-Quran, Membuktikan Kebenaran Fakta Sejarah yang Disampaikan Al-Qur'an secara Akurat disertai Peta dan Foto, Dar al-Fikr Damaskus, Almahira Jakarta, 2008.
  • Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA, Dr. Ahmad Qodri Abdillah Azizy, MA, Dr. A. Chaeruddin, SH., etc. Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, Penerbit PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 2008, Editor : Prof. Dr. Taufik Abdullah, Prof. Dr. M. Quraish Shihab, Prof. Dr. H. Ahmad Sukardja, MA.
  • Sami bin Abdullah bin Ahmad al-Maghluts, Atlas Sejarah Para Nabi dan Rasul, Mendalami Nilai-nilai Kehidupan yang Dijalani Para Utusan Allah, Obeikan Riyadh, Almahira Jakarta, 2008.
  • Tim DISBINTALAD (Drs. A. Nazri Adlany, Drs. Hanafi Tamam, Drs. A. Faruq Nasution), Al-Quran Terjemah Indonesia, Penerbit PT. Sari Agung, Jakarta, 2004
  • Departemen Agama RI, Yayasan Penyelenggara Penerjemah/Penafsir Al-Quran, Syaamil Al-Quran Terjemah Per-Kata, Syaamil International, 2007.
  • alquran.bahagia.us, al-quran.bahagia.us, dunia-islam.com, Al-Quran web, PT. Gilland Ganesha, 2008.
  • Muhammad Fu'ad Abdul Baqi, Mutiara Hadist Shahih Bukhari Muslim, PT. Bina Ilmu, 1979.
  • Al-Hafizh Zaki Al-Din 'Abd Al-'Azhum Al Mundziri, Ringkasan Shahih Muslim, Al-Maktab Al-Islami, Beirut, dan PT. Mizan Pustaka, Bandung, 2008.
  • M. Nashiruddin Al-Albani, Ringkasan Shahih Bukhari, Maktabah al-Ma'arif, Riyadh, dan Gema Insani, Jakarta, 2008.
  • Al-Bayan, Shahih Bukhari Muslim, Jabal, Bandung, 2008.
  • Muhammad Nasib Ar-Rifa'i, Kemudahan dari Allah, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Maktabah al-Ma'arif, Riyadh, dan Gema Insani, Jakarta, 1999.



Tags: Kesehatan, Al-Qur, #039;an, ada, daerah itu janganlah meninggalkannya, Ditemukan juga peringatan bahwa perut merupakan sumber utama penyakit: Al ma'idat bait adda', Dan karena itu ditemukan banyak sekali tuntutan baik dari Al Quran maupun hadis Nabi saw yang berkaitan dengan makanan jenis maupun kadarnya, Al Quran juga mengingatkan Makan dan minum dan jangan berlebih lebihan, Allah tidak senang kepada orang yang berlebih l, Manusia dan Masyarakat, kategori antropologi, pts-ptn.net
@ al-quran.pts-ptn.net
1. STIE Widya Persada Jakarta - Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Widya Persada Jakarta - Kampus :Jl. Hj. Tutty Alawiyah No.486, RW.5, Kalibata, Kec. Pancoran, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12740
2. UWIKA Surabaya - Universitas Widya Kartika Surabaya - Kampus UWIKA : Jl. Sutorejo Prima Utara II No.1, Kalisari, Kec. Mulyorejo, Kota Surabaya, Jawa Timur 60112
ucm.web.id  |  magister-untara.web.id  |  kuliahkaryawanlangsa.com  |  kuliahkaryawanbrebes.com  |  kuliahkaryawanjakartatimur.com  |  kuliahkaryawanjakartabarat.com  |  kuliahregulerjakartaselatan.com  |  kuliahregulerjakartatimur.com  |  kuliahregulerjakartabarat.com  |  p2k.istn.ac.id  |  p2k.itsb.ac.id
__