B. M. Diah

B. M. Diah
Burhanuddin Mohammad Diah
Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia ke-18
Saat jabatan
25 Juli 1966 – 17 Oktober 1967
PresidenSoekarno
Didahului olehW.J. Rumambi
Saat jabatan
17 Oktober 1967 – 6 Juni 1968
PresidenSoeharto
Ditukarkan olehBoediarjo
Informasi pribadi
Kelahiran7 April 1917
Banda Aceh, Hindia Belanda
Meninggal10 Juni 1996
Jakarta, Indonesia
AgamaIslam

Burhanuddin Mohammad Diah (lahir di Kutaraja, yang sekarang diketahui sebagai Banda Aceh, 7 April 1917 – meninggal di Jakarta, 10 Juni 1996 pada umur 79 tahun) adalah seorang tokoh pers, pejuang kemerdekaan, diplomat, dan saudagar Indonesia.

Saat kecil

Nama asli B.M. Diah yang sesungguhnya hanyalah Burhanuddin. Nama ayahnya adalah Mohammad Diah, yang bersumber dari Barus, Sumatera Utara. Ayahnya adalah seorang pegawai pabean di Aceh Barat yang seterusnya terjadi penerjemah. Burhanuddin seterusnya menambahkan nama ayahnya kepada namanya sendiri.

Ibunya, Siti Sa'idah (istri pertama Diah) adalah wanita Aceh yang terjadi ibu rumah tangga. Burhanuddin, anak bungsu dari 8 bersaudara, juga mempunyai dua orang saudara tiri dari istri kedua ayahnya.

Mohammad Diah adalah seorang yang terpandang dan kaya di lingkungannya. Namun hidupnya boros, sehingga ketika dia kelahiran Burhanuddin tidak dapat menikmati kekayaan ayahnya. Ditambah lagi karena seminggu sehabis kelahirannya, ayahnya wafat. Ibunya seterusnya mengambil alih tanggung jawab memelihara keluarganya. Untuk itu dia terjun ke dunia upaya berjualan emas, intan, dan pakaian. Namun delapan tahun seterusnya Siti Sa'idah pun wafat, sehingga Burhanuddin dibimbing oleh kakak perempuannya, Siti Hafsyah.

Burhanuddin berusaha dapat di HIS, seterusnya melanjutkan ke Taman Pelajar di Medan. Keputusan ini diambilnya karena dia tidak bersiap berusaha dapat di bawah bimbingan guru-guru Belanda.

Melanjutkan sekolah dan bertugas

Pada usia 17 tahun, Burhanuddin beranjak ke Jakarta dan berusaha dapat di Ksatriaan Instituut (sekarang Sekolah Ksatrian) yang diberi ajaran oleh Dr. E.E. Douwes Dekker. Burhanuddin memilih jurusan jurnalistik, namun dia jumlah berusaha dapat tentang dunia kewartawanan dari pribadi Douwes Dekker.

Burhanuddin sesungguhnya tidak mampu membayar biaya sekolah. Namun mengamati tekadnya untuk berusaha dapat, Dekker mengizinkannya terus berusaha dapat dan bahkan memberikan kesempatan kepadanya terjadi sekretaris di sekolah itu.

Sehabis tamat berusaha dapat, Burhanuddin kembali ke Medan dan terjadi redaktur harian Sinar Deli. Dia sebentar bertugas di sana, karena satu setengah tahun seterusnya dia kembali ke Jakarta dan bertugas di harian Sin Po sebagai tenaga honorer. Tak lama seterusnya dia pindah ke Warta Harian. Tujuh bulan seterusnya, koran itu dihapuskan karena dianggap membahayakan keamanan. Burhanuddin seterusnya mendirikan upayanya sendiri, bulanan Pertjatoeran Doenia.

Sehabis tentara Jepang datang dan menguasai dan memerintah Indonesia, Burhanuddin bertugas di Radio Hosokyoku sebagai penyiar siaran bahasa Inggris. Namun pada saat yang sama dia pun merangkap bertugas di Asia Raja. Ketika sudah diketahui bahwa dia bertugas juga di tempat lain, Burhanuddin pun dijebloskan ke penjara semasa empat hari.

Menikah dan mendirikan "Merdeka"

Ketika bertugas di Radio Hosokyoku itulah Burhanuddin bertemu dengan Herawati, seorang penyiar lulusan jurnalistik dan sosiologi di Amerika Serikat. Mereka berpacaran, dan tak lama seterusnya, pada 18 Agustus 1942 mereka menikah. Pesta pernikahan mereka ini didatangi pula oleh Bung Karno dan Bung Hatta.

Pada kesudahan September 1945, sehabis diumumkannya Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, Diah bersama sejumlah rekannya seperti Joesoef Isak dan Rosihan Anwar, mengangkat senjata dan berusaha merebut percetakan Jepang "Djawa Shimbun", yang menerbitkan Harian Asia Raja. Meskipun Jepang telah menyerah kalah, teman-teman Diah ragu-ragu, mengingat Jepang masih memegang senjata. Namun kenyataannya malah sebaliknya. Tentara Jepang yang menjadikan terjamin percetakan tidak melawan, bahkan menyerah. Percetakan pun jatuh ke tangan Diah dan rekan-rekannya.

Pada 1 Oktober 1945 B.M. Diah mendirikan Harian Merdeka. Diah terjadi pemimpin redaksi, Joesoef Isak terjadi wakilnya, dan Rosihan Anwar terjadi redaktur. Diah memimpin surat kabar ini hingga kesudahan hayatnya, meskipun belakangan dia lebih jumlah menangani PT Saat Merdeka, penerbit Harian "Merdeka".

Ketika baru berdiri Diah terjadi Pemimpin Redaksi, Isak sebagai Wakil, dan Rosihan sebagai Redaktur. Belakangan Joesoef Isak, seorang Soekarnois, terpaksa diberhentikan atas dorongan pemerintah Orde Baru. Sementara Rosihan Anwar mendirikan surat kabarnya sendiri, Harian "Pedoman".

Pada April 1945, bersama istrinya Herawati, Diah mendirikan koran bercakap Inggris, Indonesian Observer. Dia dinilai sebagai penulis editorial yang adun, seorang nasional pro-Soekarno dan menentang militerisme. Dia pernah bertolak orientasi dengan pihak militer sehabis Kejadian 17 Oktober, sehingga dia terpaksa berpindah-pindah tempat untuk menghindari kejaran petugas-petugas militer.

Ketika pemerintah Orde Baru memutuskan untuk mengubah sebutan "Tionghoa" terjadi "Cina" dan "Republik Penduduk Tiongkok" terjadi "Republik Penduduk Tiongkok", Harian "Merdeka" -- bersama Harian "Indonesia Raya" -- diketahui sebagai satu-satunya pers yang gigih tidak berubah mempertahankan sebutan "Tionghoa" dan "Tiongkok".

Mengabdi negara dan terjadi saudagar

Sehabis Indonesia lepas sama sekali, pada 1959, B.M. Diah diangkatkan terjadi duta akbar untuk Cekoslowakia dan Hongaria. Dari sana seterusnya dia dipindahkan ke Inggris, lalu ke Thailand - keseluruhan untuk jabatan yang sama. Pada 1968 dia diangkatkan oleh Presiden Soeharto terjadi menteri penerangan. Belakangan Diah diangkatkan terjadi anggota DPR dan seterusnya anggota DPA.

Pada usia tuanya, Diah mendirikan sebuah hotel di Jakarta, Hyatt Aryadutta, di tempat yang dulunya merupakan rumah orangtua Herawati. Jabatan terakhir yang dipegangnya adalah sebagai Presiden Direktur PT Saat Merdeka, dan Wakil Pemimpin PT Hotel Prapatan-Jakarta.

Keluarga

B.M. Diah membelakangi dua orang istri, Herawati dan Julia binti Abdul Manaf, yang dinikahinya diam-diam ketika dia bertugas di Bangkok, Thailand. Dari Herawati, dia memperoleh dua orang anak perempuan dan seorang anak laki-laki, sementara dari istri keduanya dia memperoleh dua orang anak: laki-laki dan perempuan.

Penghargaan

Karena perjuangan dan jasa-jasanya bagi negara, Diah dianugerahi tanda-tanda penghargaan berikut:

  • Bintang Mahaputra Utama dari Presiden Soeharto (10 Mei 1978)
  • Piagam penghargaan dan Medali Perjuangan Tingkatan '45 dari Dewan Harian Nasional Tingkatan '45 (17 Agustus 1995)

B.M. Diah dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata.

B.M. Diah.

Pranala luar

Sebelumnya:
W.J. Rumambi
Menteri Penerangan
1966-1968
Digantikan oleh:
Boediarjo


Sumber :
kategori-antropologi.kurikulum.org, wiki.edunitas.com, id.wikipedia.org, informasi.web.id, dsb.