Hanacaraka

Hanacaraka atau carakan merupakan sebutan kepada aksara serumpun di pulau Jawa dan Bali, yakni:

Arti

  • Ha-Na-Ca-Ra-Ka berarti benar ” utusan ” yakni utusan hidup, berupa nafas yang berkewajiban menyatukan jiwa dengan jasat manusia. Maksudnya benar yang mempercayakan, benar yang dipercaya dan benar yang dipercaya kepada bekerja. Ketiga unsur itu merupakan Tuhan, manusia dan kewajiban manusia ( menjadi ciptaan).
  • Da-Ta-Sa-Wa-La berarti manusia setelah diciptakan sampai dengan data ” kalanya ( dipanggil ) ” tidak boleh sawala ” mengelak ” manusia ( dengan segala atributnya ) harus bersedia mengerjakan, menyambut dan mengerjakan kehendak Tuhan.
  • Pa-Dha-Ja-Ya-Nya berarti menyatunya zat pemberi hidup ( Ilahi) dengan yang diberi hidup ( makhluk ). Maksdunya padha ” sama ” atau pas, jumbuh, cocok ” tunggal batin yang tercermin dalam akhlak pas keluhuran dan keutamaan. Jaya itu ” menang, unggul ” sungguh-sungguh dan bukan menang-menangan ” sekedar menang ” atau menang tidak sportif.
  • Ma-Ga-Ba-Tha-Nga berarti menyambut segala yang diperintahkan dan yang dilarang oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Maksudnya manusia harus pasrah, sumarah pada garis kodrat, meskipun manusia diberi hak kepada mewiradat, berusaha kepada menanggulanginya.

Makna Huruf HANACARAKA

  • Ha Hana hurip wening suci – benarnya hidup merupakan kehendak dari yang Maha Suci
  • Na Nur candra, gaib candra, warsitaning candara – pengharapan manusia hanya selamanya ke sinar Illahi
  • Ca Cipta wening, cipta mandulu, cipta dadi – arah dan tujuan pada Yang Maha Tunggal
  • Ra Rasaingsun handulusih – rasa cinta sejati menyembul dari cinta kasih nurani
  • Ka Karsaningsun memayuhayuning bawana – hasrat diarahkan kepada kesajeteraan dunia
  • Da Dumadining dzat kang tanpa winangenan – menyambut hidup apa benarnya
  • Ta Tatas, tutus, titis, titi lan wibawa – mendasar, totalitas, satu visi, ketelitian dalam memandang hidup
  • Sa Sifat ingsun handulu sifatullah – membentuk kasih sayang seperti kasih Tuhan
  • Wa Nyata hana tan kena kinira – pengetahuan manusia hanya terbatas tetapi implikasinya mampu tanpa ketentuan yang tidak boleh dilampaui
  • La Lir handaya paseban jati – menyalurkan hidup semata pada tuntunan Illahi
  • Pa Papan kang tanpa kiblat – Hakekat Allah yang benar disegala arah
  • Dha Dhuwur wekasane endek wiwitane – Kepada mampu diatas tentu dimulai dari dasar
  • Ja Jumbuhing kawula lan Gusti – Selamanya berusaha menyatu faham kehendak-Nya
  • Ya Pasti marang samubarang tumindak kang dumadi – pasti atas titah/kodrat Illahi
  • Nya Nyata tanpa mata, ngerti tanpa diuruki – faham kodrat kehidupan
  • Ma Madep mantep manembah mring Ilahi – yakin/mantap dalam menyembah Ilahi
  • Ga Guru sejati sing muruki – belajar pada guru nurani
  • Ba Bayu sejati kang andalani – menyesuaikan diri pada gerak dunia
  • Tha Tukul saka niat – sesuatu harus dimulai dan tumbuh dari niatan
  • Nga Ngracut busananing manungso – melepaskan egoisme pribadi manusia

Kisah AJISAKA

ha na ca ra ka Dikisahkanlah tentang dua orang orang bawahan yang setia. da ta sa wa la Keduanya terlibat perselisihan dan selesai berkelahi. pa da ja ya nya Mereka sama-sama kuat dan tangguh ma ga ba tha nga Selesai kedua orang bawahan itu pun tewas bersamaAksara Jawa ha-na-ca-ra- ka mewakili spiritualitas orang Jawa yang terdalam: merupakan kerinduannya akan harmoni dan ketakutannya akan segala sesuatu yang dapat memecah-belah harmoni. Konon aksara Jawa ini diciptakan oleh Ajisaka kepada mengenang kedua orang bawahannya yang setia.Dikisahkan Ajisaka hendak pergi mengembara, dan ia berpesan pada seorang orang bawahannya yang setia agar menjaga keris pusakanya dan mewanti-wanti: janganlah memberikan keris itu pada orang lain, kecuali dirinya sendiri: Ajisaka. Setelah sekian lama mengembara, di negeri perantauan, Ajisaka tahu-tahu ingat akan pusaka yang ia tinggalkan di tanah kelahirannya. Maka ia pun mengutus seorang orang bawahannya lainnya, yang juga setia, agar dia pulang dan mengambil keris pusaka itu di tanah leluhur. Kepada orang bawahan yang setia ini dia mewanti-wanti: tidak usah sekali-kali kembali ke hadapannya kecuali membawa keris pusakanya. Ironisnya, kedua orang bawahan yang sama-sama setia dan militan itu, selesai harus berkelahi dan tewas bersama: hanya karena tidak benar diskusi di selang mereka sedangkan sebenarnya keduanya mengemban misi yang sama: merupakan memegang teguh amanat junjungannya.



Sumber :
kategori-antropologi.al-quran.co, wiki.edunitas.com, id.wikipedia.org, ilmu-pendidikan.com, dll.